Teori Film

Rabu, 18 Desember 2013

Obor, Bebek_ Analisis film Soekarno.

Pembukaan

Sutradara menyisipkan pikirannya kedalam  film tidak selalu dengan frontal seperti dialog, text dilayar, animasi, dsb.  Namun adapula yang disamarkan, terkadang sangat halus, baik melalui, properti, pengadeganan, gerak dan masih banyak aspek bagi seorang filmaker memberlakukan filmnya secara elegant, seakan akan kita bermain teka teki dengan si kreator, (interaksi)

Film Soekarno memberikan pencerahan pada saya malam  ini, tidak hanya dalam hal pengetahuan umum akan  sejarah akan bangsa ini, tetapi juga penjelajahan  imaginasi yang memikat didalam text sinematic Soekarno, yang nantinya akan saya uraikan terhadap apa saja  yang saya dapat selama kurang lebih 2 jam menonton film ini. 


Sebelum menguraikan hal tersebut saya ingin bercerita sedikit, kemarin malam saya baca status di facebook, (sebut saja statusnya Mawar) ia berkomentar setelah menonton film Soekarno,  isinya seperti ini "My founding father like to fuck chicks"  mungkin kalau diartikan tulisan saya bisa  kena sensor, haha.. Sempat meruntuhkan iman juga sih untuk menonton film ini.

Besoknya ada kawan ngajakin nonton bareng film ini,  cewek lagi, (trio pula ) pas banget berarti, agak tengsin juga sih bukan karena saya sendiri yang laki tapi karena ketiga kawan perempuan ini baru pulang dari Eropa. Dua  perempuan yang baru pulang dari Prancis yang satu dalam rangka kuliah film dan yang satunya lagi abis ziarah kubur Jim Morison dan Georges  Melies , hebat yah.. nah,  satunya lagi  baru pulang dari Belanda dalam rangka festival film, bebeebbehh.. gak usah sebut nama deh, pokoknya tokoh nasional perempuan muda dibidang film.. Akhirny  saya pun dan rombongan  nonton disalah satu bioskop di kawasan TIM, tiket  masuk 25.000.  Film Soekarno  ada di studio 3 dan studio 4.

Lanjut ke film Soekarno,  Sebelum film dimulai penonton disuruh berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya,, gw gak ikut berdiri, tengsin, kaget, aneh aja, giliran mau berdiri eh lagunya dah abis. Baru kali ini mau nonton film disuruh nyanyi Indonesia Raya kaya mau nonton bola, jadi ingat piala Asia 2007, Indonesia vs Korsel.  


Kira kira 30 menit awal menonton film ini, saya sempat meng-amini dan setuju akan  kutipan status FB nya si Mawar "My founding father like to fuck chicks", Kita mulai membahas ini kenapa.

 Soekarno digambarkan ‘playboy’, kita ambil sisi positifnya saja, mungkin lebih tepat dia adalah sosok yang mampu memikat, jangankan perempuan, rakyat Indonesia bahkan mampu dipikat, hal ini diamini oleh Bung Hatta dan Sjahrir. 

Jadi saya berpendapat bahwa kentalnya adegan Bung Karno yang digambarkan memikat-mempesona banyak perempuan bahkan pelacur, tidak berhenti hanya sebatas gender, seiring berjalannya film pesona Bung Karno  ini semakin meluas dan berkesinambungan hingga ia digambarkan dan didialogkan  mampu memikat hati bangsa Indonesia.

Sederhananya mungkin seperti ini; kalau anda disuruh menyutradarai satu adegan saja tanpa dialog; Bung Karno memikat hati bangsa Indonesia, mungkin durasi 2 jam tidak cukup untuk bisa merepresentasikan Soekarno memikat hati bangsanya, dicintai rakyatnya. Nah kentalnya aspek rumah tangga Soekarno didalam film, dengan berbagai problematikanya sudah cukup untuk memberikan dan mempertegas point tersebut (bahwa Soekarno mampu memikat dan dicintai rakyatnya). Hal ini bisa saja terbantahkan bila dianalisis lebih dengan teori lain, seperti teori Feminis, Psikologi, atau mungkin persfektif syariat Islam. Tentunya hal ini akan memperkaya apresiasi  film ini  dalam  bentuk  tulisan.


Dan saya ingin menyimpulkan sekaligus beralibi  bahwa dari  seluruh film yang disutradarai Hanung Bramantyo, Karakter dari Tokoh Utamanya bukanlah  ‘malaikat’, Nabi  atau  manusia suci,  tak ada manusia suci dalam karakter utama  pada filmnya, semuanya dikemas semanusiawi mungkin, bahwa manusia pernah bersalah, ada nafsu, ada emosi, ada kompromi, silang pendapat, yang akan marah jika  cobaan tak kunjung selesai, silahkan anda amati sendiri, Perempuan Berkalung Sorban,  Doa yang Mengancam, Sang Pencerah   Bahkan Ayat  Ayat Cinta dimana karakter Fahri dalam  novelnya bagaikan malikat, tetapi tidak pada filmnya.  


Teks yang menarik film Soekarno

Obor

Ingat adegan Jendral Shizou Sakaguchi yang dimainkan Ferry Salim ketika  Bung Karno (Ario Bayu)  menyetujui  dan membawa para pelacur untuk menghibur tentara jepang.   

Adegan waktu itu Bung Karno membawa obor, setelah para pelacur masuk dibarak para tentara Jepang, Bung Karno (dengan obor ditangan) menghampiri  Jendral Shizou Sakaguchi yang sedang berdiri didekat mobilnya, lalu terjadilah pembicaraan diantara mereka. Setelah pembicaraan selesai Jendral Shizou mengambil obor ditangan Bung Karno lalu beranjak pergi dari tempat tersebut. 

Adegan diatas cukup emosional, dibenak saya terbayang dilema Soekarno,  memberikan pelacur ke tentara jepang atau perempuan perempuan muda diculik, intinya jangan ada yang tertembak mati, dan jalan yang terbaik adalah berikan tentara Jepang pelacur, makanan, apapun yang ia inginkan, asal jangan ada yang mati.
Dan simbol Obor dalam adegan tersebut saya kira cukup jelas, (Pencerahan dalam genggaman Soekarno diambil Oleh Jendral Shizou), atau silahkan ditafsir sendiri.
 
 Di adegan ini saya teringat perkataan Ayah saya yang juga pengagum Soekarno, Ayah saya pernah mendengarkan Soekarno berpidato, kata kata yang ia ingat dari pidato Soekarno adalah (kira2 seperti ini kalau di bahasa Indonesiakan) 
‘jangankan dengan Jepang,  dengan Iblis dan Setan saya akan bersekutu jika memang bangsa ini bisa merdeka’.   
 Semoga pembaca memahami maknanya


                            


Adegan Bebek

Cukup banyak adegan  yang menampilkan sekelompok bebek difilm ini, sejak awal film bebek selalu melintas. Ingat adegan adegan awal  ketika kereta kuda yang ditumpangi Bung Karno kecil  (kalau gak salah bersama  Cokroaminoto) sewaktu mereka hendak  berkampanye (masih Sarikat Dagang Islam), dalam adegan tersebut ada 1 shot yang agak risih buat saya. Karena hanya mengambil gambar gerombolan bebek saja  dari atas kereta kuda. Pertanyaan ini tersimpan seiring berjalannya cerita, satu shot tersebut cukup memberikan penegasan kepada saya, bahwa Bebek dalam film ini cukup penting., lalu saya menunggu adegan apa lagi  yang berkaitan dengan Bebek, yang ada hubungannya dengan bebek???


Setelah beberapa adegan saya tunggu, bebek masih sering dimunculkan sebagai  pembuka  adegan saja, bagi saya ini gak terlalu vital.  Bagian yang menjadi penting  ketika Fatmawati sambil menggendong Guntur  meberi makan bebek-bebek dibelakang rumah Bung Karno,  alibi saya semakin menguat bahwa bebek ini penting,  tetapi dalam bentuk apa bebek ini penting?? Apakah betul Bung Karno memelihara  Bebek dirumahnya di Pegangsaan Timur?? Atau ini kekuatan  mise en scene dari  imajinasi sutradara untuk memberi  hal yang lebih dalam premis filmnya?? Saya lebih setuju pada pendapat terahir, dari pada membayangkan Soekarno memelihara bebek dirumahnya.


Lanjut ke bebek, akhirnya seiring film berjalan saya mendapatkan jawaban tentang pertanyaan pertanyaan diotak saya tentang bebek. 
 Jawababnya sangat simple,  Ingat ketika Fatmawati berkata kepada Bung Karno “ Bebek jalan beriringan, Elang terbang sendirian’’ dialog ini sangat cerdas, secerdas penempatannnya diadegan.  

 Disaat  Bung Karno mendapat tekanan oleh karena banyak dari orang orang dekatnya mempertanyakan  Nasionalisme-nya (termasuk saya sebagai penonton), maka Dialog yang diucapkan Fatmawati seakan menetralisir semua itu, dan saya merasa adegan inilah yang tersave dimemory saya hingga keluar dari bioskop… Cheers buat Pak Hanung, angkat gelasnya. Mari Kita minum teh..



Apakah text Soekarno  semuanya menarik???

Teh 2 Tang,  cukup merusak imaginasi saya menonton film ini, ingatkan ketika  Bung Karno dibuatkan teh, kita diperlihatkan sejelas jelas nya Close UP produk teh  2 Tang (maaf kalo salah merk, atau saya salah persepsi terhadap adegan tersebut).

 Saya sih percaya adegan itu menyiratkan iklan produk, tanpa mengurangi rasa hormat saya dengan sistem pasar dan  diproduksinya film ini. Dalam konteks  saya  sebagai penonton film hal tersebut  sedikit menganggu, membuyarkan  imajinasi. Lalu timbul pertanyaan yang gak penting; Apa iya Bung Karno meminum teh  2 Tang? Kalaupun iya,  gak ada gunanya secara estetik didalam film. Tapi kan gak mungkin di Close UP (CU) kalau gak ada kepentingan lain, Saya kembali teringat film Ainun Habibie dan Chocolatos. 


Mengapa  hal yang  saya maksud mengganggu???  Dalam konteks berbicara film (bukan berbicara produksi), kita sebagai penonton akan merekam seluruh adegan dalam film ke memori kita dan  tersimpan secara sadar, sehingga ketika keluar dari bioskop akan ada beberapa  adegan yang akan ter save dalam jangka waktu yang lama di ingatan kita (saya lupa bahasa akademisnya). Contohnya; 

ingat film G30 S/PKI?? ‘’darah itu merah Jendral; 

film AADC , maka yang teringat kebanyakan orang adalah ‘pecahkan saja gelasnya’ atau ‘adegan ‘salah gue?salah temen2 gue?..

.Film Ayat Ayat Cinta, saya masih mengingat adegan ‘saya ingin menjadi halal bagimu’ 

mungkin anda punya pengalaman film tersendiri… semacam film Si Buta Dari Gua Hantu  ‘ku tunggu kau di Bukit Tengkorak, (bukan bukit belakang sekolah ya).

Lalu bagaimana jadinya setelah sekian tahun atau puluhan tahun, memory yang teringat difilm  Soekarno adalah 2 Tang, memori film Ainun Habibie adalah chocolatos, memori  difilm  Dibawah Lindungan Ka’bah adalah kacang garuda, dsb. Lama kelamaan, film menjadi propaganda produk. 


Namun tak bisa dipungkiri juga ketika kita berbicara produksi film, hal semacam ini sangat dibutuhkan. (males bahas sistem produksi film, kasih ke pakarnya aja).

Untuk membahas lebih jauh film  Soekarno, saya kira tidak cukup hanya dengan menonton selama 90 menit. Maka untuk itu saya akhiri dulu sambil menuggu DVD originalnya keluar.

Wasalam  

nb: kalau ada kesalahan tokoh, atau adegan hingga penafsiran, mohon dikoreksi

Memorable 

‘’Gerombolan Bebek jalan beriringan, Elang terbang sendiri’’

Jadi ingat  film Sagarmatha ‘Orang yang besar adalah orang yang bisa sampai di puncak tanpa bantuan orang lain!”

2 komentar: