Teori Film

Minggu, 17 Juni 2012

BAB 3 (skripsi yg tertahan.Mei - Juni 2012)



BAB III
ANALIS STYLE  FILM CHAERUL UMAM

III. 1. Perjalanan Karir Sinema Chaerul Umam
Chaerul Umam lahir 4 April 1943, ia dikenal sebagai sutradara film sekitar tahun 1970-an. Sebelumnya ia adalah seorang aktor teater dan sempat bergabung di bengkel teater bersama Arifin C Noer. Saat itu memang tercatat cukup banyak penggiat teater yang memilih untuk berkarier di dunia perfilman, orang-orang film yang tadinya beraktifitas di teater  dikenal sebagai generasi ekspansi Keterlibatannya dalam sinema Indonesia diawali sebagai pengisi suara, asisten sutradara hingga kini menjadi sutradara yang cukup diperhitungkan.
Film pertama yang digarapnya adalah Tiga Sekawan (1975), namun namanya mulai diperhitungkan sejak berhasil menggarap film Al Kautsar (1977). Film Al Kautsar berhasil meraih beberapa penghargaan bergensi FFA XXIII di Bangkok untuk tata suara terbaik[1].
Al Kautsar sendiri awalnya diajukan sebagai film remake Titian Serambut Dibelah Tudjuh rilis tahun 1959 dan disutradarai oleh Asrul Sani. Namun keinginan tersebut ditolak sebab Asrul Sani sebab hak cipta film tersebut sudah diberikan pada pihak lain. Itulah sebabnya Al Kautsar memiliki cerita yang mirip dengan Titian Serambut Dibelah Tudjuh[2].
Tahun 1982 barulah Chaerul Umam berhasil membuat remake film Titian Serambut Dibelah Tujuh dengan judul yang sama namun beda pemain. Film ini merupakan satu dari lima judul film yang dibiayai Dewan Film Nasional (DFN) 1981-1982[3], dimana pada tahun yang sama Chaerul Umam juga  merupakan anggota DFN.
Sukses film Al Kautsar dan Titian Serambut Dibelah Tujuh membawa nama Chaerul Umam sebagai sutradara yang dikenal lebih banyak menggarap film-film bernuansa Islami atau lebih dikenal sebagai film religi dikekinian.
Diluar genre religi, film-filmnya juga dikenal sopan meski ditengah maraknya film-film berbau horor seks dan komedi seks di tahun 1980an. Bahkan ketika menyutradari film Sama Juga Bohong (1986) yang dibintangi Warkop DKI, CU berhasil menyingkirkan kesan Warkop sebelumnya dengan lebih menguatkan pada alur narasi dan penceritaan dibanding menarik penonton dengan visual perempuan-perempuan seksi.
Hingga saat ini, setidaknya selama tiga puluh tahun berkarir (1970an-2000an) tercatat 22 judul film telah disutradarai Chaerul Umam. Film-film tersebut adalah :
1.      Tiga Sekawan (1975)
2.      Al Kautsar (1977)
3.      Cinta Putih (1977)
4.      Sepasang Merpati (1979)
5.      Betapa Damai Hati Kami (1981)
6.      Gadis Marathon (1981)
7.      Tiitian Serambut Dibelah Tujuh (1982)
8.      Hati Yang Perawan (1984)
9.      Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1985)
10.  Bintang Kejora (1986)
11.  Sama Juga Bohong (1986)
12.  Terang Bulan Di Tengah Hari (1988)
13.  Joe Turun Ke Desa (1989)
14.  Malioboro (1989)
15.  Boss Carmad (1990)
16.  Jangan Bilang Siapa-siapa (1990)
17.  Om Pasikom (1990)
18.  Nada Dan Dakwah (1991)
19.  Ramadhan Dan Ramona (1992)
20.  Fatahillah (1997)
21.  Ketika Cinta Bertasbih I (2009)
22.  Ketika Cinta Bertasbih II (2010)
Saat perfilman Indonesia mengalami kelesuan pada medio 1990an dikarenakan gempuran televisi swasta yang lebih mudah diakses dibanding bioskop, Chaerul Umam juga sempat mengerjakan beberapa judul sinetron yang ditayangkan di televisi saat itu. Beberapa judul sinetron yang disutradarainya antara lain Jalan Lain ke Sana, Jalan Takwa,  Astagfirullah, dan Maha Kasih[4]. Kesemua sinetronnya adalah sinetron religi yang ditayangkan tepat pada bulan Ramdhan.
Menggarap sinema elektronik merupakan pengalaman pertama Chaerul Umam menggunakan kamera video, sebelumnya kesemua film yang dikerjakannya selama tiga puluh tahun selalu menggunakan kamera seluloid 35mm[5]. Berbeda dalam semua film tersebut adalah proses cetaknya (post production). Ketika Cinta Bertasbih 1 proses cetak film melalui celuloid ke digital lalu ke film positif. Sementara film-film sebelumnya proses cetak melalui celuloid langsung ke film positif termasuk Ketika Cinta Bertasbih 2[6].

 

Gambar 1: Kamera film 35mm merk ARRI
(sumber : http://www.traxvideo.net/2011/11/jenis-jenis-kamera-film.html)
 


Melihat perjalanan panjang karir Chaerul Umam, bagaimana dengan style film yang disutradarainya? Adakah perubahan signifikan selama tiga dekade ia berkarir sebagai sutradara? Beberapa kritikan yang ditujukan kepadanya, terutama untuk dua film garapan terakhirnya Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 dikatakan mengalami kemunduran dibanding dua karya emasnya Al Kautsar dan Titian Serambut Dibelah Tujuh. Benarkah demikian? Tentu saja hal tersebut dapat dibuktikan dengan menghitung parameter formal film-film sampel Caherul Umam menggunakan satatistik atau lebih dikenal dengan Statistical Style Analisis yang di perkenalkan oleh Barry Salt.


III. 2. Analisis Statistik Film-Film Chaerul Umam
Setelah mengumpulkan film-film sampel Chaerul Umam yang telah disepakati, yaitu Al Kautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Nada dan Dakwah, serta Ketika Cinta Bertasbih 1. Penulis melakukan penghitungan style film-film tersebut dengan menggunakan pendekatan Statistical Style Analisis dan menemukan hasil sebagai berikut.

a.    Average shot length/ASL (Panjang Rata-Rata Shot)
Setelah melakukan perhitungan terhadap jumlah shot dan durasi film dari ke empat film sampel Chaerul Umam penulis menemukan hasil sebagaimana tampak pada tabel di bawah :
Judul Film
Tahun Rilis
  Jumlah Shot
Durasi
Al Kautsar
1977
779
97 menit
Titian Serambut Dibelah Tujuh
1982
822
90 menit
Nada dan Dakwah
1991
732
90 menit
Ketika Cinta Bertasbih 1
2009
1290
115 menit

Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah shot film Ketika Cinta Bertasbih merupakan film dengan shot terbanyak (1290 shot) dan durasi terpenjang (115 menit) diantara film-film Chaerul Umam lainnya yang rata-rata hanya berdurasi 90an menit dengan jumlah shot 700an-800an shot. Selanjutnya untuk mendapatkan ASL atau panjang  rata-rata shot, maka jumlah shot akan di bagi dengan durasi film masing-masing dan hasilnya dapat dilihat di bawah ini :



Al Kautsar                                              : 779 shot  / 97 menit         = 8,0 shot/menit

Titian Serambut Dibelah Tujuh               : 822 shot / 90 menit          = 9,1 shot/menit

Nada dan Dakwah                                  : 732 shot / 90 menit          = 8,1 shot/menit

Ketika Cinta Bertasbih I                         : 1290 shot / 115 menit      =11,2 shot/menit

Jumlah ASL                                                                                      = 36,4 shot/menit
Dari hasil perhitungan ASL diatas ditemukan bahwa panjang rata-rata shot film-film Chaerul Umam memiliki selisih antara 1-3shot/menit. Jika ASL keseluruhan film tersebut dijumlahkan maka akan didapatkan hasil 9,1shot/menit. Hasil tersebut didapatkan dengan menjumlah seluruh ASL film Chaerul Umam (8,0 + 9,1 + 8,1 + 11,2) dengan hasil 36,4. Hasil tersebut selanjutnya dibagi dengan jumlah film, maka didapatkan hasil panjang rata-rata shot seluruh film Chaerul Umam adalah 9,1 shot/menit.

b.        Camera Movement
Dalam statistical analysis style, Barry Salt memasukkan Camera Movement sebagai salah satu parameter formal sutradara. Meski secara teknis dan kasat mata Camera Movement merupakan otoritas DOP (director of Photpgraphy) ataupun cameraman namun sesungguhnya dalam produksi film, DOP tetap berada pada wilayah otoritas sutradara. Karena itu muncul istila kamera adalah ‘mata’ sutradara bukan DOP maupun cameraman.
Hasil kerja Camera Movement  juga dapat dilihat secara kasat mata pada sebuah film, karenanya ia masuk kedalam salah satu style film yang berada dalam kendali sutradara. Pada film-film Chaerul Umam perhitungan Camera Movement ditunjukkan pada tabel di bawa ini :

Judul
Pan
Tilt
Zoom
Track
Hand Held
Crane
still
Jumlah

Al Kautsar


140


54


50


21


2


-

512


779


Titian Serambut Dibelah Tujuh


137


72


13


36


1


-

583


848


Nada dan Dakwah


152


30


64


12


-


-

501


759


Ketika Cinta Bertasbih I


186

46


1


68


5


8

945


1.259

Dari hasil diatasdapat dilihat keseluruhan film Chaerul Umam di dominasi dengan Camera Still. Perbedaan yang paling mencolok adalah penggunaan Crane pada film Ketika Cinta Bertasbih 1 dimana penggunaan crane belum pernah di gunakan pada tiga film sebelumnya. Selain itu pada film yang sama juga tampak penggunaan zoom yang drastis berkurang dari 50 kali di film Al Alkautsar, 13 kali di film Titian Serambut Dibelah Tujuh, 64 kali di Nada dan Dakwah dan hanya 1 kali dalam film Ketika Cinta Bertasbih.

c.         Skala Shot Film-Film Chaerul Umam (per-500 shot)
Skala shot film-film Chaerul Umam dapat dilihat melalui diagram berikut :        
 














Dari diagram di atas tampak perbedaan yang signifikan dalam penggunaan Medium Close Up (MCU) dan Medium Shot (MS) film Ketika Cinta Bertasbih 1, dimana film-film sebelumnya hanya menggunakan skala shot 100-an shot MCU dan 200-an shot MS.
Tampaknya panjang durasi pada film Ketika Cinta bertasbih (115 menit) mempengaruhi peningkatan penggunaan MCU dan MS antara 100 hingga 200an shot dibanding film-film sebelumnya yang hanya berdurasi sekitar 90-an menit saja. Perubahan-perubahan tersebut dapat dilihat lebih jelas melalui diagram berikut :






Pada diagram diatas tampak penggunaan BCU terbanyak digunakan pada film Al Kautsar. BCU pada style Chaerul Umam tampak mengalami penurunan yang cukup signifikan pada film-film setelah Al Kautsar yaitu dari 15 shot menjadi 3-4 shot saja. Sementara pada style CUnya tampak sangat berbeda tajam pada film ketika cinta bertasbih dimana film sebelumnya menggunakan 90-100an shot CU menjadi hanya 4 shot saja.
Gambar 2 : Penggunaan BCU dalam salah satu adegan dalam film Al Kautsar
Gambar 3 : Penggunaan CU dalam salah satu adegan dalam film Nada dan Dakwah
 










Penggunaan MCU pada style Chaerul Umam terbanyak pada film Ketika Cinta Bertasbih, dimana sebelumnya film-film Chaerul Umam hanya menggunakan 100an shot MCU, kini berubah menjadi 300an shot. Berbeda dengan penggunaan MS yang cenderung stabil pada ke empat film sampel. Begitu juga dengan penggunaan MLS pada film-film Chaerul Umam.
Gambar 4 : Penggunaan LS dalam salah satu adegan dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh
Gambar 5 : Penggunaan MCU dalam salah satu adegan dalam film Ketika Cinta Bertasbih 1
 









Pada penggunaan LS pada film-film Chaerul Umam tampak lebih bervariasi, sepertinya Chaerul Umam banyak mengeksplorasi style ini dibanding style yang lainnya. Tampak pada diagram di atas penggunaan LS paling banyak pada film awal dan akhir Chaeul Umam yaitu Al Kautsar dan Ketika Cinta Bertasbih. Sementara ditengah-tengah periode karirnya penggunaan LS lebih sedikit dibanding film di awal dan akhir karirnya.
Perbedaan skala shot diatas memperlihatkan kecenderungan style Chaerul Umam, dimana penggunaan MCU dan MS menjadi dominan diantara skala shot yang lain. Namun skala shot diatas hanya menampilkan kecenderungan style sutradara, belum menunjukkan apakah style Chaerul Umam benar-benar telah berubah atau tidak. Hal ini disebabkan penulis belum memasukkan faktor durasi dalam perhitungan.

Gambar 6 : Penggunaan M LS dalam salah satu adegan dalam film Nada dan Dakwah
Gambar 7 : Penggunaan MS dalam salah satu adegan dalam film Al Kautsar
 









Dalam hal ini penulis merasa sangat penting memasukkan durasi dalam perhitungan skala shot ini, sebab banyaknya waktu yang disediakan akan memberi lebih banyak ruang untuk mengekplorasi style apa yang akan digunakan. Untuk itu penulis melakukan perhitungan persentase skala shot dengan membagi durasi dengan jumlah skala shot masing-masing dan hasilnya ditunjukkan sebagai berikut :

PERSENTASE SKALA SHOT FILM-FILM CHAERUL UMAM

Judul Film                                    BCU          CU           MCU       MS           MLS          LS
Al Kautsar                                     1,9%           16,6%      20,4%      27,9%      14,1%         6,6%
Titian Serambut Dibelah Tujuh     0,3%           11,9%      18,2%      30,6%      15,2%         4,8%
Nada dan Dakwah                        0,4%           20,4%      21,5%      28,2%      18,3%         2,7%
Ketika Cinta Bertasbih I               0,3%           14,8%      29,7%      30%         13,8%         4,1%

Setelah memasukkan durasi film sebagai faktor penentu penggunaan skala shot dalam bentuk persentase diatas tampak bahwa style Chaerul Umam tidak mengalami perubahan yang signifikan. Untuk lebih jelas dapat dilihat melalui diagram berikut :
 
















Dari diagram di atas nampak jelas bahwa dalam persentase skala shot, style Chaerul Umam tidak menagalami perubahan yang signifikan. Dimana kita dalpat melihat persentase skala shot yang digunakan dari yang terbesar hingga yang terkecil tampak sama. Ini membuktikan bahwa style Chaerul Umam dari tahun 1970-an hingga 2000-an cenderung stabil.
Dengan menganalisa style Chaerul Umam dengan menggunakan statistical style analysis dapat disimpulkan bahwa perubahan style Chaerul Umam tidak mencapai 10% atau dibawah 10%.  Hal ini menandakan bahwa style Chaerul Umam tidak terlalu mengalami perubahan bahkan dengan persentase perubahan dibawah 10% dapat dikatakan stabil.



[1] Katalog film Indonesia 1926-2005, JB Kristanto, penerbit Nalar 2005 (hal. 145)
[2] Hasil wawancara penulis kepada Chaerul Umam, Jakarta 12 Oktober 2011
 (Lampiran)
[3] Ibid 1 (hal 236)
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Chaerul_Umam dan telah dikonfirmasi ulang oleh penulis.
[5] 35mm diambil dari ukuran diagonal pita seluloid, ukuran pita ini sama dengan pita seluloid yang digunakan pada fotografi. Bedanaya, pada kamera foto posisi pita horizontal, sedangkan pada pita kamera film posisi pita vertikal. Selain 35mm dikenal juga 8mm, 16mm, 65mm dan 70mm.
[6] Ibid2

0 komentar:

Posting Komentar