Teori Film

Minggu, 11 November 2018

Sastra dan Film Rashomon-1950. (Akutagawa & Kurasawa)



Sebuah sejarah

Rashomon adalah sebuah bangunan yang di Jepang  didirikan pada tahun 789 SM yang dulunya berfungsi sebagai gerbang benteng didaerah Kyoto, gerbang yang menjadi lambang keagungan dan kebanggaan selama kekaisaran Heian, sebelum akhirnya hancur akibat perang di abad ke -12. sehingga sekian lama tempat tersebut menjadi tempat para pelarian , persembunyian , tempat pembuangan mayat yang tak dikenal hingga bayi bayi yang tak dikehendaki orang tuanya menjadikan reputasi buruk gerbang Rashomon.bahkan menurut legenda orang orang jepang Rashomon dihuni oleh setan Ibaraki. Yang kemudian tempat tersebut di alih fungsikan menjadi taman .Hingga saat ini Rashomon hanya menyisakan sebuah tugu yang menandakan tempat tersebut pernah ada dan menjadi cerita tersendiri bagi orang orang Jepang.
Namun Ryunosuke Akutagawa lah  yang membuat Rashomon dilirik di dunia luar, melalui dua cerita pendek yang ia tulis di tahun 1915 dan 1921 , menurutnya Gerbang Rasho adalah sebuah simbol akan sebuah kebebasan, terlepas dari citra buruknya di mata masarakat Jepang saat itu ,gerbang yang dianggap  mewakili kebusukan pisik dan moral dari peradaban Jepang selepas kekaisaran Heian.




Sebuah adaptasi
Film Rashomon merupakan adaptasi dari dua cerita pendek yang di tulis Ryunosuke Akutagawa di tahun 1915 ( Rashomon ),sebuah  format dari prosa naratif khayal pendek . Cerita-cerita pendek yang cenderung untuk lebih ringkas serta cerita beralur langsung, tentang sebuah masa dari cerita terdahulu akan keagungan Gerbang Rasho yang hancur oleh sebuah peradaban manusia yang kemudian menjadi citra buruk dimasa selanjutnya . sebuah cerita yang diceritakan kembali oleh seorang cerewet kepada seorang pelayan didalam Gerbang Rashomon yang telah rusak dan hancur , sebuah tempat pembuangan mayat dan bayi yang tak di inginkan..
Serta cerita akan keresahan keresahan Akutagawa di tahun 1921 “In a Grove “( di sebuah hutan kecil)  keresahan akan dampak kemerosotan moral manusia akibat perang, Yang melahirkan berbagai tindak kejahatan, seperti pencurian sebuah kimono , dan diskusi  kerancuan moral tentang pencurian dilakukan sebagai sebuah survive untuk bisa bertahan hidup. Sehingga lahirlah film Roshomon di tahun 1950 sebagai bentuk adaptasi dari kedua cerita Ryunosuke akutagawa.








Cerita-cerita pendek terkadang bermuara pada  satu situasi yang datang dengan cepat sampai pada sebuah titik akhir dengan kemasan yang sedehana , didalam Rashomon cerita dibentuk menjadi parallel, dan berceritera tentang sebuah tradisi/kulture. Dan merupakan sebuah cerita tentang peradaban sebuah daerah, seperti dalam Rashomon cerita cerita mengenai kehancuran gerbang Rasho di daerah Kyoto merupakan cerita / dongeng dongeng lisan yang turun temurun setelah abad ke 12.

Cerita yang merebak tentang kelaparan yang mengakibatkan kematian , sehingga untuk bisa bertahan hidup salah satu jalannya dengan mencuri, kebanyakan dari mereka yang  mencuri adalah perempuan, curian mereka tak lain adalah mencuri rambut dari mayat mayat yang kemudian rambut tersebut ditenun untuk dijadikan rambut palsu. Sedangkan perempuan yang lebih tua usianya berprofesi sebagai penipu dengan menjual daging ular dan mengatakan kalau daging yang dijualnya adalah daging ikan yang harganya lebih mahal. Para Laki lakinya  sendiri berprofesi sebagai perampok yang diselingi pemerkosaan  dan berkeliaran ditengah malam. Sebuah cerita untuk bisa survive dengan menggadaikan nilai moral dan etika orang orang Jepang saat itu.

Cerita pendek  yang kemudian dikembangkan kedalam film layer lebar , penceritaan hanya berpusat  pada satu peristiwa yaitu kasus pembunuhan, dengan jangka waktu dalam penceritaan yang minim, dimana kejadian real (film time) nya hanya berselang setengah hari, dengan menampilkan flashback kejadian tiga jam sebelumnya (waktu dipersidangan) serta flashback tiga hari sebelumnya (kejadian pembunuhan dan perkosaan)

Sama halnya pada cerita pendek, pada media film panjang, unsur unsur fiksi  dari inti cerita telah terstruktur secara dramatis  yang telah diolah oleh sutradara / penulis scenario seperti, pengenalan tentang situasi, karakter utama , perkenalan konflik, serta solusi ,yang dibuat lebih rinci dan detil agar informasi yang didapatkan tidak membingungkan penonton.



Sebuah adaptasi
Film Rashomon merupakan adaptasi dari dua cerita pendek yang di tulis Ryunosuke Akutagawa di tahun 1915 ( Rashomon ),sebuah  format dari prosa naratif khayal pendek . Cerita-cerita pendek yang cenderung untuk lebih ringkas serta cerita beralur langsung, tentang sebuah masa dari cerita terdahulu akan keagungan Gerbang Rasho yang hancur oleh sebuah peradaban manusia yang kemudian menjadi citra buruk dimasa selanjutnya . sebuah cerita yang diceritakan kembali oleh seorang cerewet kepada seorang pelayan didalam Gerbang Rashomon yang telah rusak dan hancur , sebuah tempat pembuangan mayat dan bayi yang tak di inginkan..
Serta cerita akan keresahan keresahan Akutagawa di tahun 1921 “In a Grove “( di sebuah hutan kecil)  keresahan akan dampak kemerosotan moral manusia akibat perang, Yang melahirkan berbagai tindak kejahatan, seperti pencurian sebuah kimono , dan diskusi  kerancuan moral tentang pencurian dilakukan sebagai sebuah survive untuk bisa bertahan hidup. Sehingga lahirlah film Roshomon di tahun 1950 sebagai bentuk adaptasi dari kedua cerita Ryunosuke akutagawa.
Sebuah Story, beragam simbol

Film Rashomon (1950) mempunyai  sebuah struktur naratif yang dianggap tidak biasa pada umumnya dari film –film yang beredar pada saat itu, apalagi dengan mengangkat cerita “Rashomon” ,yang oleh masyarakat Jepang , Rashomon adalah bangunan yang meninggalkan citra buruk, sejarah yang kelam dan merupakan cerita yang turun temurun hingga saat itu. Namun ditangan Akira Kurasawa menjadikan film ini meraih banyak pengghargaan di tingkat internasional,   sebuah mahakarya yang patut untuk dipelajari.
Gerbang Rasho adalah sebuah simbol akan sebuah kebebasan, terlepas dari citra buruknya di mata masarakat Jepang saat itu ,gerbang yang dianggap  mewakili kebusukan pisik dan moral dari peradaban Jepang


Roshomon mempunyai enam bagian penceritaan , merupakan cerita yang sangat kompleks dan simbolis, sederhana namun bukan cerita yang dangkal ,empat bagian didalamnya adalah benang merah dari bentuk penuturan cerita.

Cerita pertama adalah seorang pencari kayu, yang kedua adalah seorang saksi, yang ketiga seorang Biksu, keempat, cerita sipenjahat /Tojamaru. Yang kelima adalah istri si Samurai /Masago dan yang ke enam adalah arwah dari si Samurai /Takehiro.  Kesemua cerita berpusat pada satu masalah yaitu satu mayat yang ditemukan didalam hutan dengan sebuah pedang samurai menancap didada mayat. Cerita diatas begitu kompleks  namun sederhana dalam penyampaian pesannya.


Namun muncul pertanyaan sebagai bentuk identifikasi penonton terhadap cerita, antara lain,  siapakah korban ? siapakah yang membunuh? Mengapa dan bagaimana ia dibunuh?
Didalam film ini mencoba untuk memberikan jawaban atas pertanyaan – pertanyaan tersebut, namun tidak ada jawaban yang secara jelas dan kongkrit yang disuguhkan kedalam film, semua asumsi dibuat menjadi kabur. Mengapa ? hal ini bisa jadi disebabkan oleh tema dan pesan yang coba dituturkan oleh pembuat , dimana hampir semua tokoh tokoh didalam film ini dibentuk sedemikian bobrok, mencoba menampilkan moral moral yang idealis dan individual masing masing tanpa pertanggung jawaban  sebagai bentuk survive  akan kondisi masyarakat Jepang pada saat itu sehingga menghasilkan  keserakahan, tipu daya, saling mencurigai, krisis moral dan kepercayaan yang merupakan sisi sisi gelap karakter manusia.

Roshomon diawali oleh perbincangan dua orang yang sedang berteduh disebuah reruntuhan kuil dari derasnya angin dan hujan . kedua orang tersebut  adalah seorang Biksu dan seorang pencari kayu yang sebelumnya keduanya bertemu di persidangan  sebagai saksi atas kasus pembunuhan seorang samurai, awalnya pembicaraan mereka hanya sebatas ketidak percayaan mereka atas kasus kematian yang menyebabkan tiap tiap tokoh yang terlibat pada kasus tersebut  menghandalkan kebohongan demi kepentingan masing masing. Tak lama kemudian muncul sosok lain  dari gerbang Rasho menuju kuil untuk berteduh. Masih tentang kasus penbunuhan Pembicaraan pun semakin panjang.


Dalam melihat scene ini ada dua kolaborasi gambaran yang coba dijelaskan Kurasawa, yaitu gambaran Eksternal dan Internal. Kedalam sebuah pembentukan mise en scene didalam bahasa film.
Pertama gambaran eksternal , kita dapat melihat visual semacam hujan deras, reruntuhan gerbang, puing puing kuil , orang yang berlari kearah kuil untuk berteduh dari terpaan hujan merupakan konotasi lain akan kehancuran sebuah jaman, ketidak stabilan social dengan munculnya pelanggaran hukum, perkosaan, pembunuhan, pencurian dll. Merupakan bentuk luar yang coba dimasukkan kedalam bentuk yang kedua yaitu gambaran internal , seperti  ketakutan si Biksu akan hancurnya moral khusunya kaum lelaki , keresahan si pencari kayu bakar akan ketidak jujuran dirinya dan orang orang yang terlibat didalam persidangan.Kurasawa menampilkan bentuk bentuk kehancuran jaman , ketidak stabilan social , serta kejahatan yang terjadi adalah bentuk perumpamaan alami  untuk memancing dan menimbulkan  kepembentukan emosi dan suasana hati manusia yang internal dalam menyikapi pesan yang dituturkan pada film ini. yang secara positif memberikan gambaran sebuah dari persfektif yang berbeda.

Masing masing karakter memeberikan alasan masing masing, kita melihat ada Bandit, Wanita dan Suami ,tapi tak terlihat satu kebulatan suara yang jelas , masing masing berdiri pada sebuah egoisme. Apa yang membuat si  Bandit  untuk menyerang dan  memeperkosa si Perempuan?  Bagaimana reaksi Perempuan saat menerima sergapan. Bagaimana reaksi suami korban saat diperkosa, terlihat perbedaan poin – point dari satu masalah , perbedaan yang muncul didalam diri manusia, didalam motivasi manusia,didalam nada emosional ,  bahkan diurutan dari kejadian, semua hal  bisa dimanipulasi, setiap tokoh berbicara tentang kebenaran , tentang siapa yang berbicara paling benar, apakah kebenaran mempunyai satu wajah dan satu suara, hal ini menjadikan sebuah presentasi sinematik  yang besar dalam memperlihatkan relatifitas dan subjektifitas akan sebuah kebenaran yang   benar. Saya merasa bentuk bentuk ini yang digunakan Kurasawa sebagai sutradara untuk mengendalikan Tema dari gaya penulisan Ryunosuke Akutagawa.


setelah ke Tiga versi diatas , ada satu versi dari si Pencari kayu, orang yang menemukan mayat didalam hutan , dan mengaku sebagai saksi  yang mengetahui segala hal yang dilihat dari matanya, ia menegaskan bahwa ketiga versi sebelumnya adalah kebohongan, tokoh inilah yang menjadi kunci dari tema cerita yang diangkat , dari sudut objektifitas ,penonton seolah olah diyakinkan kalau ia lah sosok yang paling benar, namun yang terlihat adalah sebuah keragu raguan, tokoh ini mengetahui adanya ketidak benaran dalam sebuah pengadilan , namun tidak berani mengungkapkan kebenaran tersebut di depan pengadilan, hal yang dilakukan untuk menutupi sebuah kesalahannya. Versinya menyajikan Bandit, Istri dan Suami, sama bodohnya, dan lebih pengecut untuk menutupi kelemahan mereka masing masing dari apa yang di ungkapkan ketiganya. Hingga memunculkan sebuah implicit baru, apakah si  pencari kayu dapat dipercaya, apakah persepsinya bisa dibenarkan  dengan sikap keragu raguannya?  Dengan jelas Kurasawa memperkenalkan disini sebuah kerancuan.


Kerancuan yang menjadi arah dari awal hingga akhir film, satu usaha dari filmaker  untuk menyajikan satu pandangan yang lebih positif dari hidup, satu bentuk usaha untuk menyatukan versi versi yang berlawanan dari  empat tokoh si pembawa cerita , melalui satu adegan akhir yang  memperlihatkan tindakan manusia yang positif, sebuah pencerahan merupakan solusi yang diperlihatkan , mencoba untuk keluar dari keterpurukan , serta kesalahan yang telah terjadi , sisi baik dari manusia untuk  menyadari sebuah kesalahan. Dimana pada akhir film si pencari kayu meyakinkan pada biksu untuk bisa merawat bayi yang di tinggalkan orang tuanya di Kuil tersebut, redanya hujan memperkuat suasana dilematis yang terjadi, sosok orang tua yang menggendong bayi keluar dari gerbang Rasho yang telah hancur dan hanya berisi puing puing reruntuhan. Diperlihatkan sebuah semangat untuk mengusung hidup yang baru, lebih baik dari masa sebelumnya.

Penebang kayu, biksu,dan Gelandangan mendengar tangisan anak bayi. Seorang bayi telah ditinggalkan oleh orang tuanya di  musim hujan dan badai. Dialog dialog yang ironis pun keluar dari kalimat pembicaraan mereka .penebang kayu menginginkan untuk mengadopsi Walaupun ia telah mempunyai enam anak, satu pun diantaranya tidak membuat perbedaan.. Penebang kayu mengambil anak baru nya dalam pelukannya dan berjalan  menjauh dari Gerbang Rashomon.   ia meninggalkan puing Gerbang di belakang nya  ,dan akhirnya kita diperlihatkan matahari yang telah bersinar dengan kilauannya menghiasi langit di balik kuil yang telah hancur di dalam Gerbang Rasho. Disini Akutagawa menciptakan satu karakter untuk tidak bisa menyerah pada sebuah kepalsuan melalui sebuah medium yang hidup.

Dengan adanya penjelasan yang mengangkat sisi baik seorang manusia seakan akan sisi sisi gelap manusia yang sebelumnya terus menerus disajikan di buat sirna  peristiwa pembunuhan didalam hutan, pemerkosaan, konflik antara Bandit, istri dan suami, kebohongan yang menghiasi pengadilan adalah pengungkapan sisi gelap dari manusia, sebuah pemandangan hitam dengan hasil pemandangan putih yang coba diuraikan oleh Akira Kurasawa melalui puing puing dari legenda Gerbang Rasho.
Manusia tidak mampu untuk jujur dengan diri mereka sendiri, mereka tidak bisa memperbincangkan diri mereka tanpa sebuah “hiasan’. Catatan yang di siratkan Akutagawa yang divisualkan oleh Kurasawa dalam Rashomon, catatan yang melukiskan manusia tidak bisa survive tanpa kepalsuan untuk sebuah rasa menjadi lebih baik dengan sesama mereka . kebutuhan yang dipenuhi egoisme merayu lahirnya sebuah kebohongan , meskipun Egoisme dipandang sebagai sebuah dosa manusia yang dibawa sejak lahir yang sulit untuk di tolerir.

Sebuah pandangan

Menurut saya sebagai penonton film “Roshomon” yang ditulis Ryunosuke Akutagawa  adalah sebuah bentuk lain akan Instropeksi diri ketika sebagai manusia,terkadang banyak  hal akan persepsi persepsi akan kebenaran, namun pertanyaan yang muncul adalah apakah persepsi yang kita anggap sebuah kebenaran adalah sebuah “kebenaran”. Pesan ini yang saya anggap sebagai kegelisahan – kegeklisahan penulis yang dilontarkan kepada kita sebagai pembaca/ penonton.
Akutagawa memberikan sebuah pengertian yang mendalam dan kritis terhadap kompleksifitas dari kondisi manusia serta dimensi dimensi yang lebih gelap akan karakter manusia . sebuah cerita tentang pembunuhan.seorang samurai, perkosaan seorang wanita , serta pengakuan  seorang bandit. Cerita yang menyelidiki dan menampilkan kekurangan kekurangan manusia dengan tema tema yang universal seperti , nafsu , ketamakan , kesombongan , kejujuran , dan kepengecutan. Yang menjadi sisi gelap karakter manusia.

Cerita berlangsung di gerbang Rasho yang hancur akibat peperangan, beberapa orang mencari tempat perlindungan dari hujan , sambil menanti hujan sesorang memulai percakapan akan sebuah kejahatan yang telah terjadi.. cerita yang akhirnya berkembang menjadi sebuah kebenaran disatu sisi dan menjadi kebohongan  serta omong kosong di sisi lain . Cerita memperlihatkan bahwa fakta fakta bisa mempunyai banyak perihal yang bisa dimanipulasi yang diwakili oleh niat  dan persepsi persepsi  tiap individu, seperti pada satu segi cerita dengan menampilkan  kesaksian dari semua saksi termasuk roh samurai yang terbunuh.

*Rashomon adalah sebuah prestasi Sinematik besar dalam mengangkat dan memperlihatkan relatifitas sujektif akan sebuah arti  kebenaran dibawah kendali dari tema adaptasi yang menjadi gaya penulisan Kurasawa dalam Rashomon.
Film ini seperti satu gulungan gambar yang asing dan kemudian melahirkan beberapa gulungan yang lain yang di hasilkan dari Ego yang seperti berkembang biak.
Alur cerita diuraikan secara singkat , sebuah kejahatan yang berakibat pertanggung jawaban dari tiap tiap pandangan yang berbeda, sehingga muncul anggapan  didalam cerita ini, manusia melupakan berbagai hal yang tidak enak , mereka hanya mengingat apa yang mereka inginkan untuk di ingat, jelas sebuah pendapat yang menafsirkan sebuah keegoisan .
Separuh cerita di dalam Rashomon merupakan bentuk penceritaan kembali dari  tokoh, terasa penuturan diluar kebiasaan  yang  bersifat uji coba dalam sebuah karya tulis (cerita di dalam cerita) namun didalam film Kurasawa membuat sebuah dimensi yang memberikan jembatan yang lebih kongkrit untuk bisa melihat sebuah cerita didalam cerita. Rashomon  merupakan sebuah cerita pendek yang sederhana , namun bukan cerita yang dangkal untuk bisa menjajal pesan didalamnya. Poin- poin yang berbeda dari tiap persfektif dan memori- memori yang selektif adalah sebuah pertimbangan pertimbangan dalam menilai cerita ini.
Bila menengok sejarah jepang kedalam sebuah kaitan dengan adanya penekanan pada kesubyektipan kebenaran dan ketidak-pastian dari ketelitian berdasar fakta, Rashomon telah menjadi dan dianggap oleh sebagian orang sebagai suatu alegori kekalahan dari Jepang pada ujung Perang Dunia II .Memori dari Kekalahan di dalam sejarah Jepang: merupakan  sebuah Penilaian kembali dari Rashomon . Di sini, film dilihat sebagai suatu alegori kekalahan Jepang oleh tragedy bom atom. Yang berpengaruh pada kejadian kejadian yang berkembang setelah perang
Keresahan – keresahan Kurasawa dalam melihat hancurnya kehidupan dan moral masyarakat Jepang dalam memvisualkan film Roshomon  , sama seperti apa  keresahan yang  telah ditulis sebelumnya oleh Ryunusuke Akutagawa adalah, sebuah adaptasi akan kekhawatiran yang sama dalam melihat dampak sebuah peperangan. Perbedaannya pada novel Rashomon menceritakan kondisi dan dampak peperangan di abad ke -12. sedangkan pada film Rashomon sebuah penafsiran dimata sutradara dalam memvisualkan kondisi masarakat saat itu yang sedang terpuruk olah alegori kekalahan perang kedalam sebuah tema yang sama.
Film Rashomon yang disutradarai oleh Akira Kurasawa adalah salah satu film jepang yang dibuat pada tahun 1950 , yang secara tidak langsung memperlihatkan kondisi  masa dimana Jepang tengah terpuruk setelah kalah dalam perang dunia kedua saat tragedy bom atom dijatuhkan di Negara tersebut di tahun 1945 ,film ini memang tidak menampilkan secara gamblang dramatic sebuah peperangan,  sutradara lebih melihat dampak dari kondisi keterpurukan saat itu , untuk bagaiamana sebisa mungkin untuk kembali mengangkat moral dan kehidupan masyarakat Jepang  yang  boleh terbilang hancur  melebihi dampak dari sebuah peperangan , bahkan ketakutan yang melebihi bencana alam sekalipun, ketakutan serta keresahan yang coba di  divisualkan oleh filmaker akan hancurnya moral manusia  karena sebuah egoisme. Sebuah dampak yang akan menghasilkan kehancuran kehancuran yang lain, bila moral si manusianya telah hancur.
Visusalisasi Kurasawa dalam  menampilkan mise en scene dari Roshomon ditafsirkan  sebagai sebuah bentuk simbolis. Inilah yang menjadi ciri film film yang digarap sebelumnya oleh Kurasawa, menurut dia, munculnya film talkies diawal 1930 an, adalah sebuah kerugian estetika dalam dunia sinema . namun bukan berarti munculnya talkies berarti estetika sebuah film  menjadi pudar ,  Rashomon merupakan sebuah ujian baginya  tempat dimana ia bisa menerapkan gagasan gagasan baru dan kecenderungan meninggalkan riset / referensi film bisu. Dengan menampilkan bentuk bentuk yang simbolis, (dalam mise en scene seperti Gerbang yang hancur, reruntuhan kuil, puing – puing, hujan deras, anak bayi, hutan, belati dengan mutiara dll) Cerita yang berusaha membedah kerendahan hati manusia , membuka rahasia kompleksitas gelapnya
Seperti pada tulisan Akutagawa “ Dalam sebuah Hutan” membuat Kurasawa tertarik lebih jauh. Cerita tentang Hutan mewakili akan sebuah tempat yang berbahaya dan gelap , mampu menyesatkan, tempat yang terpencil. Seseorang yang keluar dari jalur akan menjadikannya tersesat, sehingga mereka akan mengembara lebih jauh lagi tanpa tentu arah kedalam belantara yang lebih luas. Sebuah penggambaran dari sikap egoisme manusia yang tidak bertanggung jawab akan mengakibatkan dampak  kehancuran yang lebih luas. Visual lain ,seperti puing gerbang Rasho ( gerbang yang begitu di agungkan dan dihormati di Jepang) yang telah hancur , reruntuhan kuil sebagai tempat berteduh. Cuaca yang tidak bersahabat merupakan satu peringatan dari kemerosotan moral. Sebuah bentuk pesan melalui sebuah symbol membentuk keindahan estetik dalam sinema ,adalah sebuah kelebihan menuturkan pesan yang terjalin didalam film.
Melihat plot dari cerita film ada beberapa tokoh karakter yang terlihat yang saya anggap mewakili kompleksivitas dari kararakter manusia itu sendiri . Ada tokoh yang bercerita  kepada beberapa orang  sebagai pendengar, tokoh yang bercerita saya anggap sebagai tokoh yang mengetahui dan yang mendengar adalah tokoh yang tidak mengetahui. seorang biksu, dan  seorang pencari kayu yang bercerita kepada seorang gelandangan, tentang kejadian dipersidangan yang melibatkan mereka sebagai saksi atas pembunuhan seorang samurai.
Yang kedua adalah munculnya tokoh tokoh yang lain hasil dari penceritaan awal dari tokoh yang mengetahui cerita, antara lain adalah sang Bandit “Tojamaru” sosok yang dianggap meresahkan masyarakat dalam keseharian, ia sebagai tertuduh,pelaku pembunuhan dan pemerkosaan, namun ia tetap memberikan kesaksian kalau hal yang dilakukannya adalah sesuatu yang bersifat gentlemen dan pemberani , disini diperlihatkan seorang bandit yang bersikap ksatria, seorang bandit terpedaya oleh asmara, seorang bandit yang terkena hasutan , seorang bandit yang tertipu oleh rayuan wanita. Namun apapun sanggahannya , image buruk tetap berlaku pada karakter seperti ini.
Tokoh lain adalah seorang Samurai “Takehiro” sosok ksatria yang selalu berwibawa , mapan dan kaya yang menyebabkan timbulnya kecemburuan oleh Bandit dan petani pencari kayu,sehingga ia menjadi korban pembunuhan, mungkin akan lain ceritanya bila yang menjadi korban adalah rakyat kecil /orang miskin, kematian seorang Samurai menjadi sangat penting dan berpengaruh, dimana seorang samurai adalah orang yang berpengaruh dalam tradisi Jepang .meskipun telah menjadi arwah ia tetap melakukan penyangkalan bahwa ia mati  bunuh diri (harakiri) sebagai seorang samurai sejati ia menceritakan kematian  harakirinya dengan begitu semangat layaknya seorang samurai, akan  merupakan kenistaan baginya  bila  seorang samurai mati ditangan penjahat.



Awal seluruh permasalahan dalam film Roshomon  disebabkan oleh satu karakter wanita yaitu, Masako istri dari Takehiro, yang diperkosa oleh Tojamaru, hingga menimbulkan banyak konflik yang berujung kematian Takehiro, karakternya banyak diisi oleh ratapan dan tangisan, didalam masyarakat Jepang wanita tak punya hak untuk bicara, dalam Roshomon ia menuturkan kebohongan kalau ia pingsan setelah kejadian yang menimpanya. dibalik karakternya sebagai salah satu korban penyelewengan,sosok yang tidak bersalah dan dizalimi, terlihat sifat sifat lain dari persfekti – persfektif yang berbeda  seorang wanita, ia menjadi sosok yang memalukan  , menggairahkan ,dapat mencuri simpatik. mampu mengadu domba dua sosok lelaki hingga keduanya saling bunuh. Penekanan disini wanita hanya menggunakan air mata untuk mengelabuhi orang banyak, bahkan mengelabuhi dirinya sendiri.
Sosok yang paling vital dalam mengungkap misteri  pembunuhan adalah si pencari kayu, ia lah yang mengetahui semua kejadian yang sebenarnya, ia pula yang meyakinkan biksu dan si gelandangan kalau apa yang dikatakan, penjahat Tojamaru, Takehiro wanita yang jadi korban serta arwah si samurai Takehiro pada pengadilan adalah bohong, meskipun ia tak ketahuan berbohong di pengadilan, kedoknya tetap tak bisa disembunyikan didepan biksu dan gelandangan bahwa membuat cerita sendiri agar kejahatannya mengambil belati yang bertabur berlian tidak terungkap. Sehingga memunculkan ketidak percayaan satu sama lain.
Hal yang menyebabkan karakter dan Plot pada Roshomon menjadi berubah ubah adalah pemecahan konflik yang menghadirkan sudut pandang yang berbeda beda. Setiap tokoh akan terlihat lain bila melihat sudut pandang subjek yang diangkat.  Sehingga tema yang diangkat dalam Rashomon menjadi jelas dengan menampilkan  bentuk  bentuk  semacam ini, ketidak percayaan satu sama lain, kebohongan tiap individu atas suatu nama baik menjadi benang merah bila melihat setting penceritaan dimana kondisi moral masarakat jepang menjadi ambruk pasca perang , bencana yang terjadi ,criminal terjadi, kondisi yang tak kunjung membaik ,sampai pada krisis moral akan kepercayaan melanda tiap individu.

Namun bukan berarti film ini hanya menampilkan masalah tanpa sebuah penyelesaian.  meskipun kurang kongkrit jalan keluar tetap ada dalam setiap permasalahan, seperti dalam film ini ,penafsiran Kurasawa dalam menjelaskan sebuah solusi yang terjadi ditafsirkan kedalam bentuk bentuk Simbol simbol. Seperti pada Adegan bayi yang menangis memecah suasana percakapan ketiga tokoh yang satu sama lain telah  muncul rasa curiga, hingga memperlihatkan sifat asli mereka, pendeta semakin tak percaya lagi akan sosok orang yang jujur , si gelandangan menjadi serakah melihat kalung dan kimono bayi yang ditinggalkan di kuil , si pencari kayu terungkap kalau ia adalah tak lebih dari seorang pencuri. 

Dari permasalahan ini sutradara menampilkan sosok Seorang bayi sebagai  symbol awal dari sebuah kepolosan dan kejujuran menuju sebuah cita cita, menjadi anti klimaks dari film ini.
Terlihat pula dari awal hingga akhir scene , hujan terus mengguyur kuil yang telah hancur tempat ketiga orang tersebut berteduh, sebuah penggambaran mikrokosme yang begitu simbolis, dimana rakyat Jepang membutuhkan naungan akibat peperangan. Didalam film ini nuansa peperangan tidak begitu terlihat secara visual melainkan penggambaran puing puing reruntuhan , gerbang yang telah hancur, bangunan yang tak lagi utuh serta hujan yang terus mengguyur merupakan visual terhadap kondisi pasca perang pada saat itu, meskipun terlihat perbedaan sutradara dalam menyadur dan memvisualkan  kondisi setelah perang  dari tulisan novel Roshomon, seperti Ryunosuke menulis tentang  seorang “cerewet” sedang berbicara kepada seorang lainnya yang sedang menenun rambut palsu , dimana  rambut rambut tersebut didapatkan dari mayat mayat yang dikumpulkan setelah perang di abad ke-12. hal ini dianggap sebagai bentuk survivalism pada masarakat , sebuah idealisme untuk berusaha bertahan hidup meskipun kepalsuan , kebohongan ,menjadi bagian didalamnya. Sedangkan pada visual yang dibentuk oleh Akira Kurasawa, tampilan ini menjadi sebuah mikrokosme awal, dengan diperlihatkan Gerbang Rasho yang telah hancur, kuil yang tak ubahnya sebuah reruntuhan bangunan, hujan yang tak reda reda,serta di perkuat oleh dialog Biksu , si pencari kayu dan  si gelandangan akan ketakutan segala hal yang tak terselesaikan.



Halaman tempat terjadinya siding perkara tak memperlihatkan sosok Hakim,penuntut, ataupun anggota persidangan. Muncul anggapan keadilan saat itu adalah sesuatu yang tidak terasa kahadirannya, kebenaran seolah olah diperlihatkan dari sudut pandang seorang pemimpin pengadilan.disini Kurasawa melibatkan ,menjadikan penonton sebagai Hakim untuk bisa melihat dan mempertimbangkan sebuah kebenaran di matanya melalui kebenaran kebenaran yang diberikan dari persepsi yang lain
Efek yang muncul dari cerita Rashomon melahirkan sebuah subjektifitas persepsi pada relokasi , dimana peninjauan peninjauan dari suatu peristiwa bisa menghasilkan hakekat yang berbeda.

Seorang penulis.

Ryunosuke Akutagawa, lahir, 1 maret 1892  di sebuah daerah  multi cultural di Jepang,  orang tuanya  fuku Nihara  dan Binzo shinhara adalah seorang pedagang susu memberi nama kecil padanya  yaitu Nihara Ryunosuke nama ini adalah bentuk penghormatan kepada leluhur ibunya yang berasal dari keturunan keluarga samurai.


Ibunya yang memiliki keterbelakangan mental tidak mampu untuk mendidiknya, ia kemudian diasuh oleh paman dari ibunya Michiki Akutagawa, hingga nama Akutagawa melekat  akrab padanya .
Masa lalu Ibunya membuat tekanan mental hingga ia beranjak dewasa  , ia menjadi karakter yang pendiam dan sulit untuk berteman ,hanya buku buku yang selalu menemaninya yang dianggap sebagai teman , hingga ia banyak menyerap karakter karakter khayal yang  ada pada buku cerita Jepang.
Beranjak dewasa Akutagawa  banyak terinspirasi oleh terjemahan terjemahan buku luar seperti karya karya Anatole France dan Heinrich Ibsen
Saat berumur 21 tahun , Akutagawa  masuk Imperial Universitas Tokyo dengan berkonsentrasi pada literature bahasa Inggris. Dua tahun sebelum ia lulus , Akutagawa, Kikuchi kan dan Kume masao membuat jurnal yang berkait dengan sastra dengan judul “Shin Shico” (pemikiran Baru) , bentuk penulisan  inilah yang nantinya di terapkan  Akutagawa dalam menulis karya karyanya termasuk Roshomon. Bentuk “Shin Shico” berkembang dikalangan sastrawan Jepang pada saat itu.
Penerbitan Jurnal  “ Shin Shico  “oleh Akutagawa dan rekannya   merupakan terjemahan satra karya karya Anatole France dan Yohanes Keats. Berisi pemikiran pemikiran estetika Barat dalam bertutur , pemikiran inilah yang dianggap sebagai pemikiran baru yang kemudian disadur oleh kekentalan tradisionalisme Jepang
Cerita legenda legenda Jepang banyak ia sadur  kedalam bentuk tulisannya , ia memasukkan pembaharuan terminology psikologis didalamnya  dimana sentuhan Naturalistic menjadi inti pada setiap karyanya. Merupakan penulis berbakat dengan memproduksi 150 cerita pendek ,sederhana, cerita akan perjuangan perjuangan  dan dilema manusia dari suara hatinya  dengan kegelapan gotik sebagai bentuk ketertekanan mentalnya dalam mengisyaratkan masa kecilnya. Kemunduran mental yang begitu cepat hingga ia melakukan bunuh diri sebagai bentuk mistiknya  pada usia 35 tahun,  ia meninggal pada tahun 1927.
Salah satu maha karyanya yang membuat ia dikenal dan dikenang oleh pemikiran barat adalah “Roshomon” ( Gerbang Rasho) ditulis pada tahun 1915, saat Akutagawa masih berumur 23 tahun, dalam novel ini bercerita  tentang reruntuhan gerban Rashomon yang pernah di agungkan. sebuah cerita pendek , dimana kondisi dan moral orang jepang menjadi bobrok pasca perang,  seseorang cerewet yang bercerita  kepada seseorang lainnya yang sedang menenun rambut palsu  dari mayat mayat yang terkumpul, tindakan yang melukiskan survivalism setelah perang. Kekuasaan yang diperoleh dari kemiskinan yang tersebarluas.  bentuk dari pembelaan diri  dalam mempertahankan sebuah kesusilaan jangka pendek.
“Orang orang Jepang mendapatkan martabat dan susilanya karena  sebuah perjuangan” merupakan sindiran yang coba diangkat Akutagawa dalam cerita ini.
Seperti yang diuraikan sejarawan sastra Shuici Kato dalam bukunya “sebuah cerita dari literature Jepang” (1983) . ia menyebutkan dalam Roshomon ,Akutagawa mengembangkan rasa rasa yang berkaitan  akan Filosofi tradisi Shogunate dan Samurai di abad 16. dari tradisi ini mulai diungkapkan bentuk bentuk peremehan / ketidak sopanan, sebuah rasa hormat yang berlebihan bukan lah suatu hal yang penting dalam mengangkat martabat dan kesusilaan orang Jepang, melainkan sebuah pengetahuan yang luas dan bertanggung jawab jauh lebih beradab. Pemikiran Akutagawa ini banyak diilhami dari bentuk pemikiran  sastra barat dimana ia sangat fasih menterjemahkan sastra sastra yang berbahasa Inggris. dengan beranggapan bahasa miliknya adalah sebuah alat untuk mengamati negerinya kedalam pengertian yang lebih mendalam . sehingga dengan memahami bahasa Inggris ia bisa mengamati negerinya kedalam pengertian pandangan luar.


Cerita Roshomon (1915) menjadi terkenal dan tersebar dan dimuat di surat kabar nasional Jepang “Asahi” hingga mengangkat nama Ryunosuke Akutagawa. Ia sempat vakum menulis  yang kemudian mengabdikan dirinya sebagai pengajar bahasa Inggris di universitas kelautan di yokosuka. Ia menikah di usia 26 tahun dengan Tsukamoto Fumi  yang memberikannya tiga orang putra. Untuk menghidup keluarganya ia bekerja pada terbitan surat kabar,ia ditugaskan sampai ke Korea dan China, namun karena fisik dan mentalnya yang lemah ia berhenti dan menyebabkan kemiskinan. Ia kembali mengabdikan sisa hidupnya  dengan menulis ,esai dan cerita pendek. Namanya sempat meredup seiring dengan  kematiannya . hingga muncul sosok Akira Kurasawa yang mengangkat kembali cerita “ Roshomon “ kedalam film Layar lebar.


Mengapa Kurasawa mengangkat Roshomon ? pertanyaan yang banyak diajukan oleh filmaker dan sastrawan Jepang saat Kurasawa membuat film ini, menurutnya Akutagawa membentengi  Roshomon dengan banyak sindiran sindiran sampai literature yang paling klasik, keterpurukan Jepang, keserakahan manusia, hingga khayalan khayalan ia mengimpikan kematian begitu lekat di hampir setiap bentuk tulisannyaAntara terjemahan terjemahan luar yang mempengaruhinya hingga kedalam esai esai kritis yang merupakan bentuk idealisnya menjadi penyokong utama  menjadikan Roshomon sebagai prosa Jepang . ia menginvestasikan  tulisan tulisan kedalam cerita sebagai bentuk ketidak puasan pribadi yang mendalam. pengasingan (merasa terasing karena tekanan mental, adalah sebua aib pada jaman itu dimana seorang kelurga Samurai  /ibunya menderita keterbelakangan mental ) keterasingan  serta ketidak puasan yang menggodanya dan menjadikan Ryunosuke Akutagawa menjadi seorang penulis.
Keinginan Akutagawa untuk mengakhiri hidupnya telah diisyaratkan  didalam tulisan cerita pendeknya ,isyarat itu telah ada pada cerita Roshomon cerita tentang seorang Samurai yang mengaku bunuh diri untuk sebuah nama baik bila dibanding ia mati ditangan seorang penjahat . dimana pengungkapan sebuah misteri kematian dilihat dari sudut pandang yang berbeda, meskipun dibuat agak redup/samar. Yang kemudian disusul cerita pendek  “Niwa” (1917) yang merupakan bentuk pernyataan pengakuan dosa dosanya “ Niwa” (kebun)  yang menceritakan sebuah keluarga gagal , karena sang anak memiliki penyakit dan berniat memugar kembali sebuah kebun yang indah , Bentuk penulisan yang menampilkan sisi pribadinya diangkat dengan tulisan simbolis sebagai seni .
Selama bertahun tahun  Akutagawa menderita halusinasi – halusinasi visual , keterasingan adalah bentuk pencarian jati diri yang berkembang pada dirinya , dimana ia merasa mewarisi penyakit gila dari Ibunya. Keresahan keresahan  akan masa depan dari karya seninya menjadi bentuk esai yang ia tulis dan bersifat  ramalan ramalan “ Apa itu Literatur Proletar (1927) , adalah bentuk kegelisahannya . hingga ia menulis karya terahirnya “ satu catatan untuk seorang teman tua” sesaat sebelum ia menenggak racun yang mengakhiri karya karyanya ditahun 1927.

Sebuah kritikan dan pujian

Kebanyakan kritikus – kritikus di Jepang menilai film Rashomon adalah sebuah kegagalan dalam mengadopsi certa cerita fiksi khas Jepang , film ini dinilai terlalu mempersulit cerita aslinya, terlalu berulang ulang . mengada ada  ,sulit untuk dicerna secara langsung, serta beberapa bentuk “makian”sindiran yang tidak diperlukan, sehingga Kurasawa mengungkapkan kritikus Jepang  berpikir terlalu sempit terhadap apa yang telah dimiliki oleh sineas sineas Jepang.  tanggapan tanggapan positif dari orang barat menampik kritikan kritikan tersebut sebuah karya yang menampilka eksotika sinema di jaman film talkies yang patut dihormati. Dimana Kurasawa menampilkan unsure film bisu kedalam bentuk seni modern ,dapat dilihat dengan set film yang minimalist dimana salah satu teknik seni modern adalah penyederhanaan mise en scene . sebuah visualisasi dari Rashomon dengan tampilan senyap dan kusam.
Di dalam esei nya" Rashomon",  kritikus Jepang Tadao Sato menyatakan bahwa film tidak biasa dengan cahaya matahari untuk menandakan kejahatan/ malapetaka dan dosa di dalam film,  anggapan  itu berdasar bantahan adegan ,bahwa isteri samurai menyerah  dengan keinginan-keinginan bandit bila dia melihat matahari.
Bantahan muncul dari kritikus lain  Keiko Mc Donald menurutnya ,Dialektis dari kegelapan dan cahaya dalam Rashomon merupakan konvensional sebuah film , dengan demikian cahaya digunakan sebagai semiotic , cahaya sebagai penandaan baik, dan gelap sebagai penandaan tidak baik ataupun  sebuah keinginan hati yang kelam,  Mc Donald juga mengungkapkan bahwa Kurasawa menantikan Awan yang cerah setelah hujan yang nampak diatas gerbang Rashomon sebagai peristiwa akhir dimana si pencari kayu menggendong bayi keluar meninggalkan gerbang Rashomon. Sebuah pesan melalui mise en scene (pencahayaan)   untuk beranjak dari keterpurukan ke kehidupan dan masa depan yang lebih cerah.
Penghargaanpun berdatangan di film ini, Golden lion prize di vanesia, Oscar academy Foreign movie award, best screenplay dan art direction di tahun 1951.merupakan pengghargaan bergengsi yang pernah diraihnya
Film yang awalnya kesulitan dana diawal produksi ini menjadi pusat perhatian di industri  film Amerika, film Rashomon di produksi oleh Daiei sebuah peruasahaan yang tidak memahami bagaimana membuat sebuah film, sehingga mereka hanya mendapatkan budget yang terbatas. Kurasawa menanggapi Film ini menampilkan cerita sederhana dan tidak memerlukan  dana yang besar, namun bukan berarti dengan  cerita dan budget yang sederhana menampilkan pesan yang dangkal. Berawal dari inilah Rashomon menjadi citra yang luar biasa. Sebuah kesederhanaan ditampilkan dalam mise en scene ,dengan mengkolaborasikan estetika film bisu yang dipugar oleh sebuah sentuhan seni modern menghasilkan satu kompleksitas film, ada tiga bagian yang menjadi pokok menanggapi kesederhanaan yang di tuangkan dalam film ini adalah sebuah hutan , sebuah gerbang , dan sebuah halaman (tempat pengadilan)  yang semuanya didominasi oleh bangunan dari kayu, yang semuanya menggambarkan sebuah adaptasi  dari kesederhanaan.
Kesederhanaan dari seni modern film film Jepang ini membuat mereka sineas sineas Jepang dilirik oleh banyak kalangan, termasuk orang orang Amerika , cerita seperti Seven Samurai , Yojimbo dan Rashomoh dibuat dalam gaya film Amerika , melalui Rashomon cerita Akutagawa  kembali diadaptasi , kali ini melalui sutradara Martin Ritt yang menampilkan Roshomon ala Amerika (the Outrage, tahun 1964) , adegan tembak-tembakan disiang hari, dengan menonjolkan kekuatan masing masing tokoh menjadi bagian dalam film  ini. cerita tetap berputar oleh konflik suatu pembunuhan, melalui empat yang menceritakan sudut pandang masing masing atas sebuah pembunuhan yang sama, seorang bandit mexico  Juan Carascao mambuntuti sepasang suami istri yang melakukan perjalanan keluar negeri. Aksi pembunuhan pun terjadi hingga kesaksian berlanjut di pengadilan.
Secara tidak langsung ,Film Rashomon ini menjadikan sebuah jalan bagi sineas Jepang  / cara untuk mengkritik atas film film film  eropa dan amerika yang dinilai tidak mandiri pada sebuah realisme yang berkembang sebagai suatu objektifitas.

Sebuah evaluasi

Film ini menampilkan satu struktur naratif yang tidak biasa yang mencerminkan ketidak pastian tentang sebuah kebenaran ,di mana kebenaran dari suatu peristiwa sulit untuk diidentifikasi , bila dilihat dari sudut yang berbeda beda.  Penambahan unsure psikologis dan filosofis dengan memperlihatkan empat saksi termasuk pelaku dari sebuah kasus perkosaan dan pembunuhan. Rekonstruksi cerita  kejahatan disebuah hutan yang dituturkan melalui empat karakter. Rekonstruksi kejadian disini berfungsi sebagai flashback didalam flashback. Masing masing cerita menimbulkan kontradiktori pada penonton untuk menentukan dan melihat dari sudut pandang manakah yang paling benar?
*Si Pencari kayu di persidangan.
Tiga hari sebelumnya seorang pencari kayu yang tak dikenal , menemukan mayat seorang samurai didalam hutan, ia menemukan beberapa bukti – bukti sebelum menemukan mayat , dan kemudian berlari untuk melaporkan kejadian ke pihak berwajib: adalah alasan  mengapa si pencari kayu menjadi saksi dipersidangan.
Dari sini penonton mulai mengidentifikasi cerita melalui persepsi tokoh,seolah olah adegan ini adalah sebuah rekonstruksi yang sebenarnya terhadap apa yang terjadi sesungguhnya., kecenderungan penoton diawal untuk lebih terpaku pada cerita si pencari kayu menjadi sirna setelah sipencari kayu tidak memberikan informasi yang lengkap di pengadilan tentang apa yang ditemukannya di hutan, (cadar penutup muka si istri, konde rambut si samurai ,sebuah kotak jimat)  adalah sebuah belati yang bertabur mutiara tidak ia jelaskan, meskipun ada informasi visual ia melihatnya, penonton yang awalnya percaya, berubah persepsi dan muncul anggapan menuduh tokoh sebagai pencuri belati.
 *Biksu dipersidangan
Seorang Biksu mengaku berpapasan dengan si Samurai bersama istrinya pada hari kejadian peristiwa.
Kurasawa tetap memperlihatkan satu karakter yang jujur didalam film yang penuh dengan karakter pembohong, seorang Biksu sebuah karakter yang putih diantara karakter yang hitam, dengan kewibaan dan kejujurannya si biksu memberikan penyaksian di pengadilan , meskipun dengan kejujuran si Biksu,permasalahan tetap tidak dapat terselesaikan . Kejadian kejadian yang mempengaruhi sifat sifat untuk saling percaya terhadap sesama manusia.
*Si Bandit Tojamaru dipersidangan
Tojamaru seorang perampok terkenal mengaku bertemu si Samurai dan istrinya , berpura pura untuk negoisasi dengan senjata kepunyaanya , dengan licik ia mengikat si Samurai ,lalu memperkosa istrinya tanpa ada niat membunuh sang suami, si istri yang telah malu  memohon padanya untuk berduel dengan suaminya dansi pemenang akan berhak memilikinya. Hingga mereka berduel secara ksatria, yang mengakibatkan si samurai tewas, namun setelah pertarungan si istri keburu melarikan diri, tanpa sempat mengingat akan sebuah belati yang bertahtakan mutiara milik istri si samurai tertinggal ditempat tersebut.
 Karakter ini memunculkan anggapan penonton bahwa masalah ini semua berasal darinya, sehingga penonton ataupun setiap tokoh didalam film merasa curiga terhadap karakter ini, sosok seorang penjahat tetap akan dijadikan  kambing hitam dimata penonton apapun pembelaannya. Anggapan bahwa masalah akan semakin jelas dengan di tangkapnya penjahat ini justru semakin rancu dengan pengakuan pengakuannya dipersidangan. Ia mengaku membunuh si samurai secara ksatria  dengan bertarung secara jantan dan berani. Ia mengakui membunuh dengan menggunakan sebilah pedang atas perintah dari istri si samurai. Namun tak pernah terlintas dipikirannya untuk berniat membunuh si samurai bila tak termakan hasutan istri si Samurai, sedangkan belati yang berlapis mutiara adalah satu hal  yang diselipkan oleh sutradara ,benda kecil yang sebelumnya tak terpikirkan sebelumnya menjadi kunci utama dalam mengungkap rahasia besar dibalik kebohongan – kebohongan yang terjadi.
Kurasawa beranggapan belati disini merupakan sebuah pisau bedah yang akan membedah hati manusia untuk bisa melihat sisi mulia dan sisi kelam seseorang.
*Masago / istri si Samurai dipersidangaan
Masago mengaku kalau ia telah diperkosa oleh Tojamaru, dia memohon kepada suami untuk memaafkannya, suami hanya menatap sinis tanpa belas kasihan, ia kembali memohon untuk dibunuh  oleh suami yang kemudian pingsan setelahnya, saat sadar ia menemukan suaminya telah tewas oleh sebuah belati miliknya.
Karakter istri yang awalnya begitu pendiam ,sosok yang harus dilindungi dan disayangi berubah menjadi cerewet, penghasut, yang membuat dua lelaki saling membunuh ,menjadikan air mata untuk mengelabuhi kebohongan yang ia ciptakan.
*Takehiro/  Samurai dipersidangan
Arwah takehiro mengaku setelah Tojamaru memperkosa istrinya ,kemudian merayu untuk dijadikan sebagai istri, Takehiro yang telah cemburu melihat istinya dirayu menaruh dendam pada istrinya, sang istri minta untuk menghakimi Tojamaru atas apa yang telah diperbuat padanya, yang kemudian sang istri mengadu domba keduanya, Takehiro menolak untuk bertarung begitu pula dengan Tojamaru bahkan bandit Tojamaru merasa jengkel akan kelakuan Masago dan memberi pilihan pada si samurai, membiarkan si istri pergi atau membunuhnya, namun hal itu urung dilakukan , karena si istri kabur terlebih dahulu, hingga Tojamaru meninggalkan Takehiro sendiri. Yang kemudian bunuh diri dengan  belati yang berlapis mutiara kepunyaan istrinya. Namun sesaat sebelum ajal ia merasakan ada seseorang yang mengambil belati tersebut dari dadanya. Setelah flashback adegan ini, penebang kayu terkejut dan berusaha meyakinkan biksu kalau ia melihat si samurai Takehiro terbunuh oleh sebilah pedang bukan  dengan sebuah belati.
karakter yang menciptakan kebohongan untuk menutupi jiwa kepengecutan seorang Samurai, ia mengaku bunuh diri adalah sebuah kehormatan bila dibandingkan tewas ditangan seorang penjahat, sosok yang diperlihatkan tidak mampu melindungi istrinya melebihi kapasitasnya sebagai seorang Samurai.
*Si pencari kayu di kuil
Penebang kayu kembali bercerita , bahwa apa yang  di ucapkannya di pengadilan adalah kebohongan, sebab tak berani menjadi saksi  dalam kasus tersebut. Ia mengatakan bahwa yang sesungguhnya terjadi adalah , setelah memperkosa istri samurai , Tojamaru memohon untuk menjadi istrinya, si istri  menganggap Tojamaru tak lebih dari  suaminya yang tak mampu  berbuat apa apa, si istri menghasut agar keduanya bertarung dan harus ada yang mati dan si pemenang akan berhak menjadi miliknya , si samurai pun enggan untuk mati karena seorang wanita sepertinya  kedua  lelaki tersebut ketakutan satu sama lain untuk saling bunuh, hingga Tojamaru mampu membunuh si samurai. Meskipun menang ia merasa tertipu oleh si perempuan yang telah lebih dulu kabur dari tempat tersebut. Si pencari kayu meyakinkan si Biksu dan si Gelandangan bahwa ketiga cerita yang lainnya dipersidangan adalah bohong selain cerita yang baru di ungkapkannya.
Meskipun pada akhirnya cerita yang baru ia ceritakan  tetap sebuah kebohongan, si gelandangan mengetahui kebenaran dibalik cerita si pencari kayu kalau ia berbohong untuk menutupi  jejaknya, bahwa ia lah yang mencuri belati yang bertahtakan perhiasan tersebut. Kebohongan dan kepalsuan ini semakin menggoyahkan si biksu akan sosok kejujuran tidak lagi terlihat pada diri manusia.

Sebuah kesimpulan dari Rashomon.

Pada dasarnya setiap persepsi yang ditampilkan tiap tokoh melahirkan beberapa konstruksi yang disusun oleh penonton,  yang kemudian konstruksi konstruksi yang mulai disusun tersebut dibuyarkan oleh filmmaker  dengan menampilkan persepsi masing  masing tokoh , sehingga penonton mau tak mau kembali merekonstruksi dengan melihat dan menilai konstruksi manakah yang bisa disusun kembali untuk mendapatkan sebuah konstruksi yang benar , Untuk bisa menetukan pesan yang dituturkan didalam film


*Sebuah tugas ujian akhir semester :paper 21 halaman berisi analisa *

                                
                                                                        

                                                 


0 komentar:

Posting Komentar