Teori Film

Senin, 06 November 2017

Meramal Pemenang Piala Citra Kategori FILM TERBAIK

-->
Tahuuuuu bullet di goreng dadakan...

ditulisnya cepat semoga tak menyesatkan.



Meramal  Pemenang Piala Citra Kategori FILM TERBAIK

Berdasar pada segala sesuatu bisa diprediksi kemungkinannya, maka saya tertarik ‘meramal’ siapa kira2 pemenang piala Citra di kategori film Terbaik di tahun 2017. Tetapi tentunya bukan dengan metode penerawangan atau pun metafisik, karna tulisan ini sangat spontan jadi saya belum tau nama metode yang digunakan dalam memprediksi film apakah yang terbaik di tahun ini. Lalu seperti apa metode ramalan ini?

Singkatnya saya mencoba melihat dari sinopsis dan cuplikan film  yang beredar didunia maya sebagai data utama, sementara pendapat pribadi setelah nonton   film nya sebagai data sekundernya saja, maka dari itu judul  tulisan ini menggunakan kata ‘meramal’.

 So mari kita bahas jo.

Panitia FFI memutuskan ada lima film berhasil masuk nominasi penjurian kategori Film Terbaik 

1.     Cek Toko Sebelah,

Sutradara: Ernest Prakasa, Produksi Starvision.



2.     Kartini

Sutradara: Hanung Bramantyo, Produksi Legacy Pictures, Screenplay films.



3.     Night Bus

Sutradara: Emil Heradi. Produksi  Kaninga Pictures.



4.     Pengabdi Setan

Sutradara: Joko Anwar. Produksi  Rapi Film.



5.     Posesif

Sutradara: Edwin. Produksi Palari Film.





-->#1
Okey, Data Pertama tentang pemegang hak cipta film ini alias Rumah Produksi (bukan reproduksi yah,)  tempat si Film lahir. Sering pula disebut Production House atau PH

Dari lima film, tiga diantaranya adalah Rumah Produksi yang bisa dibilang Besar,  sangat mapan dan menghasilkan ratusan hingga ribuan  karya film ataupun sinetron


Cek Toko Sebelah               Produksi  Starvision.

Kartini                                  Produksi  Legacy Pictures, Screenplay films.

Pengabdi Setan                  Produksi  Rapi Film.

-->
Starvision, Screenplay dan Rapi Film bisa di sebut TOP TEN Rumah Produksi yang ada di Indonesia. Sementara Kaniga Pictures yang memproduksi Night Bus dan Palari Film yang meproduksi Posesif, bisa diposisikan sebagai PH  yang sedang berkembang jika tak mau disebut ‘Rumah Kecil’. Parameternya sederhana yaitu usia dan jumlah produksi.


Urgensinya apa? Umumnya PH besar memproduksi karya karya yang bertema ‘besar’, bisa jadi tolak ukurnya ada dua: pertama, tema besar yang menampilkan cerita yang sangat dibutuhkan, kehadirannya sangat dinantikan, urgency bahwa Indonesia  harus menampilkan sebuah karya tertentu  sebagai apresiasi terhadap sebuah sejarah atau kejadian biasa saja bahkan cerita fiktif yang mengispiratif. 


Film Kartini bisa mewakilkan sebuah tema besar mengingat untuk membuat ceritanya saja dibutuhkan riset yang tidak dangkal, lalu factor  kedua adalah financial, saya tak punya banyak data untuk diceritakan di faktor financial ini, yang muncul hanya asumsi saja,  tidak bisa di pungkiri (meski hanya asumsi) bahwa Starvision, Screenplay dan Rapi Film sepertinya  lebih mapan secara system, manajemen dll dibanding Palari film dan Kaniga Pictures.


Namun persfektif (siapa yang memproduksi)  ini sepertinya mentah dimata juri  untuk jadikan pegangan siapa film terbaik. Karna konon,  ada juga loh factor PH siapa yang membuat film itu yang menang. Tapi sepertinya pada Citra kali ini, tidak akan berpengaruh sama sekali.

Jadi? Kita lanjut  analisa kedua



 
-->
Genre dan Tema

Menarik untuk melihat persfektif ini, dari kelima film bisa mewakili genre yang berbeda pula:

Genre bermakna jenis, awalnya penggunaan genre ini adalah untuk memudahkan penonton mendefinisikan film apa yang mereka akan tonton. Jadi semacam  ‘kesepakatan’ penonton dalam menentukan jenis film apa yang telah mereka tonton, (dalam hal ini penonton yang sering menulis/ kritikus). Seiring  waktu, penggunaan genre di gunakan oleh produser film sebagai salah satu taktik dagang untuk melihat pasar, dsb.



 Cek Toko Sebelah, mewakili genre  drama komedi dan berbicara banyak tentnag  Pluralisme di perkotaan
Kartini,  film biopic alias biografi motion picture berlatar kehidupan R.A Kartini berbicara banyak tentang kesetaraan gender dijaman kolonial

Night Bus,  sebuah road movie berbicara tentang perdamaian melalui perjalanan sebuah bus didaerah konflik

Pengabdi Setan: bergenre Horor berkisah tentang sisi  kelam manusia dalam sebuah keluarga



Posesif: film bergenre drama remaja, bercerita tentang kisah remaja pada umumnya, namun latar psikologi sangat lekat di film ini.



Dari kelima film tersebut menghasilkan  genre dan tema  yang beragam. Nah, untuk ‘meramal’  dari persfektif ini ada baiknya kita review ffilm film apa saja  yang terhadulu menyandang film terbaik:

Kita lihat 12 film  sebelumnya, dimana FFI mulai aktif kembali setelah vakum sejak 1992.

 
-->
2004: Arisan

2005: Gie

2006: -

2007: Nagabonar jadi 2

2008: Fiksi

2009: Identitas

2010: 3 Hati, Dua Dunia, Satu Cinta

2011: Sang Penari

2012: Tanah Surga… Katanya

2013: Sang Kyai

2014: Cahaya Dari Timur: Beta Maluku

2015: Siti

2016: Athirah

2017: ???



-->
opini saya dari 12 film tersebut terbagi atas  kelompok tema besar



Gie, Sang Kyai, dan Athirah merupakan film biografi

Gie, Nagabonar jadi 2, Tanah Surga Katanya, Sang Kyai, Cahaya Dari Timur, sedikit banyak berbicara Nasioanlisme dari berbagai sudut pandang.



Arisan, Siti, Athirah menurutku berbicara gender

Sementara Fiksi, Identitas,  3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, berbicara psikologi, kritik sosial, dan perbedaan.









Dari pembagian Tematik diatas mampu  menggambarkan  seperti apa Tematik yang menggambarkan Indonesia dari sudut pandang perfilman. Artinya Festival Film Indonesia adalah representasi Indonesia masyarakat dan jamannya  melalui sudut pandang karya film.

Bila melihat statiistik Tematik tersebut, film yang menghadirkan tema Nasionalisme (dari sudut pandang masing2)  lebih  sering  mendapatkan penghargaan sebagai film  terbaik. Gie, Sang Kyai, Cahaya Dari Timur,  Nagabonar jadi 2,   dan Tanah Surga Katanya mewakili tema besar Nasionalisme.  5 dari 12 film sampel bisa dikatakan sebagai Mayoritas.  Tiga film Biografi, Tiga Film berbicara  gender, dan tiga  lainnya memiliki tema beragam.

 
-->Asumsi saya, Juri FFI setidaknya menggunakan persfektif ini, seberapa Indonesia kah? Tema film yang diangkat. Dengan  menggaris bawahi sekali lagi ajang ini adalah  Festifal Film Indonesia, seberapa urgent kah tema, konflik, pesan bahkan kritik untuk dihadirkan di masarakat Indonesia saat ini.
Nah, dari kelima finalis di tahun (2017) ini, film kita coba petakan berdasar pada  statistik genre dan tematik.




-->
Kartini:

Seperti judulnya, film ini mengangkat biografi, tiga film pemenang FFI sebelumnya pun mengangkat biografi.



Tema besar  yang diusung adalah gender, meski tema nasionalis cukup kental di film ini, sekedar mengingatkan pemenang FFI tahun 2016 Athirah juga mengangkat biografi yang menceritakan perjuangan ibunda Jusuf Kalla dalam membangun keluarganya.

Artinya jika formula yang diterapkan adalah statistik, maka film Kartini punya kans besar untuk menyabet gelar bergengsi FFI, tetapi saya rasa juri tidak akan melihat kesitu. Memang ada banyak hal yang perlu diperhitungkan selain tema saja, film punya durasi  yang bisa menjadi penilaian apakah layak film ini menang atau tidak.

Lagi lagi asumsi saja, film ini tidak cukup kuat untuk meraih Citra, alasannya? Ada issue yang lebih menarik di tahun 2017 ini  dari issue yang diangkat di film Kartini, dan itu terlihat di film yang lain.

-->
Faktor representasi jaman (issue yang diangkat difilm apakah merepresentasikan kondisi Indonesia saat ini)  mungkin menjadi  salah satu faktor yang menentukan, jika Juri kebingungan untuk menentukan film yang berhak menang, karna so pasti ke-5 film ini prima  secara kualitas

Lalu bagaimana jika Kartini menang? Sederhana, Film biopic semakin merajai,  secara tidak langsung terlihat formula FFI (sekali lagi asumsi sajah)






  Cek Toko Sebelah

Sebelumnya saya sebutkan ‘Ada issue yang lebih menarik di tahun 2017 ini  dari issue yang diangkat di film Kartini, dan itu terlihat di film yang lain’ . Cek Toko Sebelah.

Film ini sarat akan  Pluralisme, dikemas dalam bentuk drama komedi dan  bertutur sangat popular, serta sukses dalam penjualan tiket, dari puluhan film bergenre komedi  yang diproduksi di tahun 2017, film Cek Toko Sebelah mewakili genre ini. Jika melirik kebelakang, tidak mudah film bergenre komedi masuk dalam nominasi film terbaik  FFI, terahir drama  komedi meraih Citra 10 tahun lalu:  Nagabonar jadi 2 ditahun 2007.

Kedua film ini memiliki beberapa  kesamaan: nuansa komedi cuukup kental, sukses dipasar film bioskop,  dan di produksi dari PH yang mapan, dan bisa jadi keduanya menyandang predikat Film terbaik di eranya masing2.

Sedikit yang membedakannya mungkin dari tematik, Cek Toko Sebelah lebih kuat berbicara Pluralisme sedangkan Nagabonar Jadi 2 menyerukan Nasionalisme, tetapi kedua tematik ini baik Nasionalisme ataupun Pluralisme bisa dikatakan berada pada benang yang sama ketika kita berbicara sebagai Indonesia.


 
-->Namun ada kecenderungan film yang berpredikat Citra di FFI tidak laku dipasar bioskop, bisa dikatakan setelah Nagabonar Jadi 2 ditahun 2007, film terbaik masuk kategoiri tidak laku dibioskop (silahkan cek daftar pemenang Citra kategori film Terbaik).
Tetapi menurutku, film ini adalah kandidat terkuat untuk memenagi Citra di tahun ini,  kenapa? Tema yang diangkat film ini sangat merepresntasikan kondisi masarakat Indonesia 2017, apa contohnya? Lihat saja kondisi Jakarta dan perpolitikannya  menjelang pemilu daerah (okey skip, saya nggak bahas itu)

Jadi kalo seandainya film ini menang ada siklus 1 dekade film komedi berkualitas, laku dipasaran dan menang diperhelatan. Terlepas dari itu Tema film ini memang sesuai dengan konteks  jaman now.

-->
Night Bus

Bergenre  road movie, sebuah genre dalam film yang jarang digunakan oleh pembuat film. Film ini berbicara kompleks mengenai konflik  dan ‘senjata’ berlatar sebuah perjalanan bus kesuatu tempat, tak banyak film seperti ini  bisa sampai ke nomine film terbaik, dan mungkin belum ada jika kita melihat tema tema yang disusung pada nominasi  FFI sebelumnya. Indonesia sempat akrab dengan situasi seperti ini di awal 2000an. Jika film ini menang,  akan menjadi sebuah persfektif baru dalam jajaran pemenangnya.




 
-->
Pengabdi Setan

Dijaman now, film ini seakan menyihir para pencinta dan bukan pencinta film horor. Dengan mengadaptasi film sebelumnya di era 80, Pengabdi Setan mampu menunjukkan kelasnya dengan 13 nominasi, belum lagi  film ini bakal menembus 3 juta penonton. Dibalik ramainya film2 drama, film ini punya kekuatan yang berbeda untuk bisa menang di FFI. Dan jika film ini menang, sejarah film Indonesia akan terukir. Film horor pertama yang meraih FFI.



Posesif

Dari kelima nomine, film ini menjadi wakil anak jaman now (persfektif film ya), cerita yang mengangkat kehidupan anak sekolah, cinta dan problemnya. Namun jangan berharap film ini seperti drama remaja pada umumnya, karena kamu akan dihadirkan permasalahan yang kompleks pada remaja (perkotaan).

Saya teringat Ekskul film yang menang FFI 2006 (lalu dicabut).  Ekskul dan Posesif berangkat dari permasalahan remaja, khususnya anak SMU diperkotaan. Tokoh remaja SMU sangat mendominasi di banyak karya film Indonesia, namun belum ada yang meraih FFI secara mutlak, nah kalo film ini menang berarti representasi anak muda indonesia di tahun 2017 adalah hal yang serius bagi juri FFI. Dan seperti fiilm Night Bus, Pengabdi Setan, dan Posesif, jika salah satu film ini menang berarti ada paradigma baru dalam FFI tahun ini.




-->
Jadi, siapa yang menang Citra tahun ini???

Ini ngayal saja seandainya saya juri dan disuruh meilih: film Cek Toko Sebelah  sebagai kandidat terkuat (49,9%), 
Sekedar pengingat, hampir semua film pemenang FFI sejak 2004 kurang laku dipasaran bioskop, mungkin hanya Arisan (2004), dana Nagabonar  Jadi 2 (2007)  yang masuk kategori box office dieranya lalu menang di FFI. Akankah Cek Toko Sebelah mengikuti Nagabonar Jadi 2, satu dekade yang lalu?



Yang Kedua saya menjagokan, Night Bus dan Pengabdi Setan (49,8%). Kedua jenis film ini memberi warna yang berbeda di FFI kali ini.



Kalau Film Posesif, sepertinya menang di Sutradara Terbaik kalo nggak sutradara Night Bus (asumsi maning), sementara film Kartini telah cukup panjang lebar dibahas sebelumnya.


-->

Turah

Oh iya, catatan terakhir nih., mungkin lebih  pertanyaan. Ada satu film yang menurut asumsiku  sangat pantas masuk di ajang FFI yaitu film Turah, film ini menjadi wakil Indonesia di ajang Academy Oscar kategori film berbahasa asing. Turah terpilih oleh para panitia yang diwakili dari  pelaku perfilman.











 
-->
Menariknya bahwa dalam lima tahun terakhir, mayoritas film yang mewakili Indonesia ke Oscar paling tidak masuk nomine FFI,  beberapa bahkan menyabet film Terbaik FFI seperti Sang Kyai, Sang Penari, Surat dari Praha, Soekarno sebelum Turah mewakili di tahuan 2017. 

Apakah mungkin masalah administrasi ataupun dokumen atau  mungkin memang gak didaftarkan, kita perlu tanya langsung ke produser atau ke sutradaranya…

okey sekian dulu, maaf sebelumnya kalau ada data dan penulisan yang keliru. Kita lihat film siapa yang menang… caw…

-->
Sumber:

beberapa foto dari google

Wikipedia  Katalog peraih Citra  FFI










0 komentar:

Posting Komentar