Teori Film

Selasa, 18 Oktober 2011

maaf, tulisan anda saya TOLAK !!!



I.I. Latar Belakang
“ Hal yang paling empiris dalam film adalah style terutama yang berada dalam kendali sutradara[1]
(Eisentein dalam mise en shot[2])
Film style dikenal sebagai teknik film maker atau sutradara dalam memberi makna atau nilai tertentu dalam filmnya. Hal ini dapat mencakup semua aspek dalam membuat film: sound, mise-en-scene, dialog, sinematografi, ekspresi, dll.  Banyak teknik yang dapat digunakan seiring majunya teknologi pembuatan film berimplikasi pada tidak pernahnya suatu film menggunakan satu teknik tunggal.
Namun kondisi historis membatasi sutradara  secara teknis, seperti yang terjadi pada era film bisu dimana sutradara kesulitan mensinkronkan dialog pada film hingga ditemukannya teknologi film bersuara pada 1920an.  Sebelum tahun 1950an, film hanya hitam putih kini sutradara memiliki lebih banyak pilihan shoot dalam hitam putih ataupun berwarna.
Otoritas sutradara dalam menentukan teknik  mana yang digunakan menyebabkan style film berbeda. Sependapat dengan Eisentein,  Jhon Gibbs menyatakan bahwa salah satu yang paling  jelas terlihat dalam style sebuah film adalah  mise en scene yang secara harfiah dijelaskan olehnya  sebagai segala sesuatu yang terlihat dalam scene (layar). [3] Inilah yang menyebabkan film tampak berbeda meski berasal dari satu naskah yang sama.
Pada perkembangannya penelitian tentang style film menghadirkan klasifikasi style yang  menjadi identitas komunal para film maker dari satu daerah  dalam  jangka waktu tertentu. Seperti Ekspresionisme Jerman, Neorealisme Italia, dan Montage di Uni Soviet.
Klasifikasi ini merupakan  hasil  penelitian film dengan menggunakan analisis style yang merupakan pendekatan  kualitataif, seperti analisis style menggunakan teori semiotika, naratif, psikoanalisa, dll.
Di Indonesia, setidaknya hingga memasuki tahun 2000an, pendekatan kualitatif masih mendominasi penelitian film. Padahal, sebagai sebuah disiplin ilmu  analisis/kajian film dapat menerapkan dua pendekatan penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif.
Penelitian kualitatif dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala atau fenomena secara kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
Karena menempatkan penulis/peneliti sebagai instrumen utama, maka penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Sayangnya hasil penelitian kualitatif tidak dapat diterapkan secara holistik (menyeluruh) atau tidak dapat digeneralisir untuk kepentingan penelitian yang lainnya sebab metode ini tidak bertitik tolak dari sampel. 

 
Kurangnya minat menggunakan pendekatan kuantitatif dipengaruhi oleh stigma dehumanisasi yang dilakukan pada metode tersebut. Stigma ini hadir dikarenakan metode penelitian kuantitatif mereduksi pengalaman-pengalaman  manusia kedalam angka-angka statistik  semata tanpa melihat keunikan manusia sebagai individu yang memiliki perbedaan satu sama lain.
Namun menurut Barry Salt, idealnya penelitian film harus menempatkan film sebagai mana film adanya. Bukan melakukan manipulasi verbal terhadap hasil penelitian film tersebut. Hasil penelitian dengan pendekatan kualitatuf seperti , semiotik,  linguistik ataupun psikoanalisis  menurut Barry hanya menggambarkan dunia sebatas kata-kata sedangkan kata sendiri memiliki banyak keterbatasan[4]. Kita tentu tidak dapat menyamakan ‘cantik’ di tahun 1980an dan ‘cantik’ di tahun 2000.
Barry juga menolak teori-teori film yang berkembang ditahun 1960-an yang cenderung melihat film secara kontekstual dan mencari-cari kaitannya dengan realitas di luar dirinya. Baginya film itu sendiri merupakan satu realitas.
Ia juga menganggap teori-teori film yang berkembang saat ini berusaha membongkar sisi bawah sadar sutradara dalam membuat film seperti ideologi dan psikis sang sutradara. Baginya analisis style tidak hadir untuk menghakimi siapa dan apa yang ada dibalik sebuah film sebab style merupakan unsur empiris dalam film yang dapat dihitung secara matematis dan sistematis tanpa melakukan manipulasi baik verbal maupun psikis pada hasil akhirnya
Barry juga menyatakan bahwa sesuatu yang ilmiah haruslah logis (masuk akal), rasional (terukur) dan objektif. Meski dianggap melakukan dehumanisasi, penelitian film tidaklah semudah sekedar menonton film lalu memindahkan pengalaman tersebut dengan dukungan teori-teori manipulatif.
Merujuk pernyataan Eisentein tentang style yang merupakan sesuatu  yang paling mudah diidentifikasi dalam film. Maka Style film sendiri dapat diukur melalui parameter shot dimana metode pengukuran style ini dikenal sebagai stylometry atau  lebih akrab disebut Statistical Style Anlysis.
Fungsi dasar statistik adalah mengukur atau menjumlah data kemudian merepresentasikan data tersebut sebagai aturan dasar yang bersifat tetap atau final. Dalam analisis style, statistik digunakan menganalisa atau lebih tepatnya  mengukur-style.
Pendekatan statistik dalam penelitian film  memberikan hasil secara visual angka-angka yang lebih jelas dan sistematis, dalam hal ini Barry Salt dengan berani menyebut metode penelitian film dengan pendekatan statistik merupakan  Scientific realism[5]
Statistical style analysis sendiri secara spesifik memiliki 3 tujuan standar, yaitu :
1.      Menawarkan analisis style dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
2.      Menghindari sengketa teks yang berkaitan dengan atribut kepenulisan
3.      Untuk mengidentifikasi kronologis film ketika adegan atau urutan komposisi tidak jelas atau tidak runut.
Dalam teorinya, Barry merujuk style kepada satu set pola terukur yang signifikan dan menyimpang dari norma-norma kontekstual. Ia menggambarkan style seorang sutradara merupakan parameter formal mereka yang tersistematis dalam filmnya. Ia kemudian merepresentasekan parameter formal ini ke dalam grafik batang dan persentase.[6]
Secara umum  teori Barry menggunakan unsur Mise-en-scene dalam  hubungannya antara style dan tema sebuah film. Teori ini juga membantah asumsi bahwa tampilan scene dalam sebuah film (gerakan kamera, tata cahaya, dll) hanya keperluan estetika semata.. Simbolisme dalam sebuah adegan menjadi penting, disadari atau tidak oleh penonton simbolisme ini menjadi pengikat tiap-tiap scene dan menghubungkannya menjadi suatu cerita yang utuh.
Tujuannya adalah mengindetifikasi style individu sutradara dengan mengumpulkan data parameter formal secara sistematis terutama yang berada dalam kendali langsung sutradara seperti :
Duration of the shot (termasuk  Average shot length, atau  ASL);
Shot scale
Camera movement.

Dalam bukunya Film Style and Technolog, Barry  menyebut bahwa sejarah (historis) dan teknologi merupakan unsur yang mempengaruhi style dalam  film. Tentu kita dapat melihat perbedaan signifikan terhadap film-film era Stalin dan Bush. Atau pada film-film beraliran realisme dan ekspresionisme seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Namun secara garis besar teknologi dan taste sutradara yang paling besar mempengaruhi style sebuah film. Seperti dalam salah satu penelitian yang dilakukannya dalam menghitung  Average Shot Length (ASL) film-film Otto Preminger yang dibandingkan dengan film-film Jean Renoir – dimana keduanya merupakan sutradara film bersuara (1930an).
Hasilnya ternyata tidak ditemukannya perbedaan signifikan dalam film keduanya. Berbeda halnya jika film film tersebut dibandingkan dengan film film Eisentein – sutradara film bisu – maka akan terlihat perbedaan yang jelas, hanya  dengan menganalisis rata-rata durasi shot.
Lalu bagaimana bila metode yang diperkenalkan Barry Salt diimplementasikan ke film-film Indonesia. Setidaknya, penulis  membutuhkan film-film yang berasal dari era/zaman berbeda agar memudahkan penulis mengidentifikasi film secara historis dan teknologi yang digunakan.
Selain itu, film-film tersebut merupakan hasil karya satu sutradara agar memudahkan penulis untuk mengumpulkan parameter formal yang menjadi data primer yang akan diukur. Untuk itu penulis mengambil film-film yang disutradarai oleh Chaerul Umam sebagai objek penilitian.
Chaerul Umam  sendiri memulai kariernya sebagai sutradara pada tahun 1975 dengan film perdananya berjudul tiga sekawan. Hingga kini sudah 15 film yang telah ditetaskannya, terakhir film ketika cinta bertasbih I & II diputar pada tahun 2009 dan 2010, hal ini yang tidak penulis temukan pada sutradara seangkatan dengannya – tetap berkarya (secara komersil) – paska perfilman Indonesia dinyatakan mati suri di tahun 1990-an. Untuk itu penulis mengajukan penelitian ini dengan judul :
“Analisis Style Chaerul Umam Melalui Pendekatan Statistik Barry Salt”

I.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1.      Bagaimanakah style Chaerul Umam secara statistik dalam film-filmnya pada  filmnya di tahun 1970-an?
2.      Bagaimanakah style Chaerul Umam secara statistik dalam film-filmnya pada  filmnya di tahun 2000-an?
3.      Adakah  perbedaan yang cukup signifikan pada style film Chaerul Umam baik dari mise-en-scene maupun secara statistik di tahun 1970-an dengan film di tahun 2000-an?
4.      Bagaimana transformasi style Chaerul Umam pada filmnya.

I.3. Signifikansi Penelitian
Maraknya penelitian film dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dan subjektif, membawa penelitian film semakin jauh dari sains/ilmiah. Dimana selama ini sains dalam film selalu dikaitkan dengan teknologi-teknologi yang digunakan dalam membuat film yang merupakan disiplin ilmu yang berbeda dengan disiplin analisis/kajian film seperti fisika dan kimia.
 Padahal sebagai disiplin ilmu, analisis/kajian film seharusnya dapat memberikan sesuatu yang lebih ilmiah, objektif dan terukur. Penelitian ini merupakan  upaya mengembalikan kajian film sebagai sains murni, bukan sebagai kontruksi manipulatif yang selalu mangkait-kaitkan konteks film dengan realitas diluar dirinya yang merupakan hasil pengalaman subjektif peneliti sebelumnya.
Dengan demikian kita dapat memberikan alternatif lain dalam penelitian film sekaligus menempatkan bidang kajian film setara dengan disiplin ilmu sains seperti fisika, biologi, kimia dan mate-matika.

I.4. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini penulis ingin menyajikan style film  Chaerul Umam  pada awal kariernya sebagai sutradara sejak tahun 1970-an. Style  ini didapatkan dari pengambilan dan penghitungan elemen mise-en-scene dalam film sampel yang penulis ambil pada film pertama dan terakhir yang diproduksi Chaerul Umam.
Selanjutnya hasil-hasil tersebut akan dipersentasekan untuk lebih lanjut digeneralisir sebagai style atau karakter film Chaerul Umam. Perbedaan yang terdapat pada style filmnya dapat disimpulkan sebagai bagian dari transformasi style Chaerul Umam selama lebih 30 tahun masa kariernya.

I.5. Metode Penelitian
A. Rancangan penelitian
Untuk mengetahui style Chaerul Umam dalam film-filmnya, penulis melakukan penelitian dengan cara mencari literatur film-film Chairul Umam pada periode tahun 1977-2009. Setelah itu penulis mengumpulkan artikel-artikel yang membahas tentang film karya Chaerul Umam.
 Selanjutnya data-data tersebut tersebut penulis pisahkan  dan mengambil dua judul masing-masing film yang diproduksi pada awal kariernya ditahun 1970-an dan produksi terakhirnya di tahun 2000-an sebagai bahan/sampel yang akan penulis bongkar dan sesuaikan dengan hipotesa yang telah terkumpul.
B. Subjek Penelitian (Populasi dan Sampel)
Populasi merupakan keseluruh elemen, atau unit elementer, atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pengertian populasi tidak hanya berkenaan dengan ”siapa” tetapi juga berkenaan dengan apa. Istilah elemen, unit elementer, unit penelitian, atau unit analisis yang terdapat pada batasan populasi di atas merujuk pada ”siapa” yang akan diteliti atau unit di mana pengukuran  dan inferensi akan dilakukan (individu, kelompok, atau organisasi), sedang penggunaan kata karakteristik merujuk pada ”apa” yang akan diteliti. ”Apa” yang diteliti tidak hanya merujuk pada isi, yaitu ”data apa” tetapi juga merujuk pada cakupan (scope) dan juga waktu.[7]
Berdasarkan penelusuran telah dilakukan, dalam Katalog Film indonesia 1926-2005 penulis menemukan 13 film karya Chaerul Umam yang dibuat pada periode 1970-1980an. Penulis juga menemukan 2 film yang diproduksi periode tahun 1990-2000an jadi total film Chaerul yang telah diproduksi adalah 15 film. Maka 15 film ini selanjutnya akan disebut  sebagai populasi dalam penelitian ini. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah :
1.      Tiga Sekawan (1975)
2.      Al Kautsar (1977)
3.      Cinta Putih {1977)
4.      Sepasang Merpati (1979)
5.      Fatahillah (1997)
6.      Titian Serambut Dibelah Tujuh (1982)
7.      Hati yang Perawan (1984)
8.      Kejarlah Daku Kau Kutangkap (1986)
9.      Bintang Kejora (1986)
10.  Joe Turun ke Desa (1989)
11.  Nada dan Dakwah (1992)
12.  Ramadhan dan Ramona (1992)
13.  Keluarga Markum
14.  Ketika Cinta Bertasbih I (2009)
15.  Ketika Cinta Bertasbih II (2010)
Selanjutnya, dari ke-15 populasi yang telah ditemukan selanjutnya penulis menentukan sampel yang akan digunakan sebagai objek penelitian yaitu film  yang memiliki rentang masa terjauh yaitu Al Kautsar (1977) dan Ketika Cinta Bertasbih II (2009).
Kedua film tersebut juga menggunakan teknologi yang berbeda, dimana Al Kautsar masih menggunakan kamera celluloid  sementara Ketika Cinta Bertasbih sudah menggunakan teknologi digital. Hal ini menurut asumsi awal penulis akan memberi efek yang cukup signifikan terhadap film-film yang dihasilkannya.


C. Pengumpulan Data
Penelitian ini akan memakan waktu sekitar empat  hingga enam  bulan untuk merampungkan data serta menganalisis data-data yang telah dikumpulkan.
            D. Analisis Data
Adapun analisis data yang digunakan akan menggunakan Statistical Style Analysis yang diperkenalkan oleh Barry salt. Ide dasar dibalik metode ini adalah analisis gaya statistik, bahwa setiap bentuk film terasa berbeda dari satu ke yang lain, metode semacam ini memberikan berbagai dinamika variabel   yang berfungsi  untuk mendeteksi atau membuktikan apakah konsep yang ada dalam pembuat film benar-benar dituangkan kedalam filmnya. Artinya semua bentuk didalam film adalah design.
Selain hal tersebut metode ini bertujuan sebagai komparasi terhadap satu film dengan film lainnya.  Menurutnya,  film tidak hanya terpaku pada persoalan  naratif,  karena ada bagian-bagian yang jelas lebih konkrit yang bisa dijadikan ‘barang bukti’ untuk menginterpretasikan sebuah pemahaman akan makna film.

1.6. Sistematika Penulisan
Skripsi ini akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
-          Judul Skripsi
-          Lembar Pengesahan
-          Prakata
-          Daftar Isi
BAB I. PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang persoalan, rumusan masalah, signifikansi, tujuan, metode penelitian dan sistematika penelitian. Dalam bab ini pula dibahas tentang informasi-informasi dasar tentang Statistical style analysis  serta objek penelitian yang diambil dalam skripsi ini.
BAB II. BIOGRAFI BARRY SALT & CHAERUL UMAM
Bab ini akan membahas tentang biografi Barry Salt sebagai orang yang memperkenalkan metode penelitan yang akan digunakan dalam skripsi ini. Bab ini juga membahas tentang latar belakang Chaerul Umam dan secara historis elemen-elemen apa saja yang kemungkinan mempengaruhi style dalam film-filmnya.
BAB III. ANALIS STYLE  FILM CHAERUL UMAM
Bab ini akan berkonsentrasi pada analisis style film-film Chaerul Umam melalui unsur-unsur Mise-en-scene antara lain Shot Length, Komposisi, Camera Movement, dan Durasi masing-masing film sampel.

BAB IV. STYLE FILM CHAERUL UMAM
Bab ini akan membahas lebih lanjut hasil-hasil analisis bab sebelumnya serta melakukan interpretasi terhadap data-data yang telah dihasilkan dari penelitian sebelumnya.
BAB V. KESIMPULAN
Kesimpulan akan berisi hal-hal yang dianggap penting yang telah menjadi hasil dari penelitian ini.  Selain itu, bab ini juga akan mencakup pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab melalui penelitian yang dilakukan dan yang akan menjadi sarana bagi penelitian-penelitian baru dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA













DAFTAR PUSTAKA

Salt, Barry, Film Style and Technology : History and Analysis, London: Starword Publishing, 2003
Salt, Barry, Moving Into Pictures. London : Starword Publishing, 2006
Thomas Elsaesser & Warren Buckland, Studying Contemporary American Film, London : rnoldpublishers, 2002
Kristanto, JB, Katalog Film Indonesia 1926-2005, Jakarta : Penerbit Nalar, 2005
David Bordwell & Kristin thompson, Film Art : An Introduction. Mc Graw-Hill: 1993 Fourth edition.
Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006
Gibbs, John. Mise-en-scène. United Kingdom: Wallflower Press, 2002.
Arikunto, Suharsimi,  Manajemen Penelitian, Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2009
Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana,2010
Surakhmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research; Pengantar Metodologi Ilmiah,  Bandung : Tarsito, 1978
Jurnal ‘Jejak Film Bihari’, Bandung : PPDP-FFI 2008
Biran, H. Misbach Yusa, Apa-Siapa Orang Film Indonesia, Jakarta : Depertemen Penerangan Republik Indonesia & Sinematek, 1979
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional & Balai Pustaka, 2005






[1] Studying Contemporary American Film, 2002
[2] mise en shot  merujuk pada ‘kekhasan’ yang berkaitan dengan mise en scene dalam  sinematografi
[3] John Gibbs. Mise-en-scène. United Kingdom: Wallflower Press, 2002.
[4] Film Style and Technology : History and Analysis, Barry Salt, London: Starword Publishing, 2003
[5] Scientific realism merujuk pada pengertian Stanley Kubric; sesuatu yang di dalamnya benar-benar terdapat sesuatu yang bisa diteliti/diukur.
[6] Thomas Elsaesser & Warren Buckland. Studying Contemporary American Film. Oxford University Press Inc : 2002
[7] Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana,2010

0 komentar:

Posting Komentar