Teori Film

Selasa, 18 Januari 2011

Film Theory dari Seorang penari Balet dan Fisikawan

Intermezzo
Saya pribadi menganalogikan hal ini tak berbeda jauh dari statistik sebuah pertandingan bola, bahwa sepak bola bukan hanya berbicara mengenai taktik, pelatih dan pemain. Tetapi apa yang sesungguhnya terjadi dilapangan. Dengan membuat statistik maka akan terlihat apakah taktik seorang pelatih (sutradara) terbukti berjalan dilapangan hijau. Dan bila kita melihat kelapangan hijau maka akan ada, shot, passing, pelanggaran, dsb. Sama halnya dalam film didalamnya terdapat, durasi, tipe shot, suara dsb.


Statistical Style Analysis of Motion Picture.( Barry Salt, kanan)




Dalam film studi, kita mengenal berbagai macam cara untuk menganalisa sebuah film seperti analisa strukturalis, psikoanalisa, formalisme ataupun semiotic, teori ini berkembang sejak era 60an. Lebih kurang dua dekade lebih muncul metode analisis yang bertolak belakang dengan teori teori sebelumnya, metode yang mengesampingkan estetika, subjektifitas, dan lebih mengutamakan sisi ilmiah, sebuah objektifitas lahir yang dibentuk dari sebuah analisis data secara statitistik.

Melalui buku yang ditulisnya ‘Film Style and Technology’ (1983; second edition 1992) Ia berbicara rekonstruksi rasional untuk merumuskan dan mengevalusai masalah konseptual yang berpuncak pada review dari makalah statistik kedalam film.

Ia adalah seorang penari balet berkebangsaan inggris, Fisikawan bergelar PhD dan juga seorang Filmaker dan pengajar di London Film School, essainya yang berjudul Statistical Style Analysis of Motion Picture menarik minat saya untuk menjelajahi pemikirannya.



Barry Salt
Barry Salt memperkenalkan sebuah meode yang cukup asing dalam film study, yakni statistik ‘Statistical Style Analysis of Motion picture’, yang mungkin bisa memberikan manfaat terhadap perkembangan metode analisa film. Metode ini mengesampingkan permasalahan estetika, dan yang bernuansa fenomenological, karena menurutnya sebuah teks hanya merupakan seperangkat strategi wacana-diskursif, dalam rangka mengeksplorasi produksi makna. Pendekat Salt bisa dibilang cukup ‘kasar’ ia mempraktikkan metodenya melalui pembedahan elemen style dalam film; durasi shot (avarege shot length), gerak kamera (camera movement) dan tipe shot (type of shot). Hal ini mendorong kita untuk menguji kembali hal hal yang fundamental dalam cinema studies khususnya gaya penyutradaraan.



(insert: otto Preminger)

Salt memiliki dua kecenderungan sebelum membuat evaluasi dalam setiap analisisnya, yaitu Pembuktian/ ingin membuktikan design-pola yang diterapkan sutradara dan komparasi sebagai studi kasus. Salah satu metode statistiknya; Average Shot Length ia mengevaluasi film film Otto Preminger yang dicompare dengan film film Jean Renoir (sutradara yang besar dimana suara telah masuk kedalam film)

dan menurutnya: tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dalam hal ini, berbeda halnya jika film film tersebut di compare dengan film film Eisentein (sutrada film bisu), maka akan terlihat perbedaan yang jelas hanya dengan menganalisis rata rata durasi shot.





(insert Jean Renoir)












Kritik Salt
Banyak analisa film yang tidak mengacu pada hal hal seperti yang dicontohkan Salt, seperti; montage, deep focus, camera movement, dan type shot. Dalam banyak hal, kategori-kategori ini memiliki originalitas dalam film, akan sangat naif jika melihat film hanya melibatkan perkembangan teknologi sebagai praktek industri, bukankah itu terlalu kaku dan amatiran dalam sinema studies.

Hal ini adalah sebuah pergeseran perhatian tentang praktek industri, level ekonomi, hingga pada skala besarnya wacana estetika ataupun ideologi seiring munculya warna dan suara dalam cinema.

Hal semacam ini hanya akan menjadikan esensi film dan individualitas filmaker bukan pada posisi premier, menurutnya faktor industri dan invasi ekonomilah yang menyebabkan pergeseran esensi cinema, yang menempatkan film dan filmaker pada posisi sekunder.


Salt menanggapi hal ini dengan menggiring pemahaman kita kembali kepada materi film itu sendiri, dengan mengingatkan betapa luarbiasa sulitnya hal ini, membangun sebuah studi tentang karakteristik individu film (a study of the characteristics of individual films) dan studi tentang kecenderungan budaya umum (a study of general cultural tendencies) dengan mengandalkan analitis tunggal.



Tujuan Salt

Ide dasar dibalik metode ini adalah analisis gaya statistik, bahwa setiap bentuk film terasa berbeda dari satu ke yang lain, metode semacam ini memberikan berbagai dinamika variable yang berfungsi untuk mendeteksi atau membuktikan apakah konsep yang ada dalam pembuat film benar benar dituangkan kedalam filmnya. Artinya semua bentuk didalam film adalah design. Selain hal tersebut metode ini bertujuan sebagai komparasi terhadap satu film dengan film lainnya. Menurutnya, film tidak hanya terpaku pada persoalan naratif, karena ada bagian bagian yang jelas lebih konkrit yang bisa dijadikan ‘barang bukti’ untuk menginterpretasikan sebuah pemahaman akan makna film.


(insert Howard Hawk)


Dalam prakteknya, Salt juga merujuk sebuah batasan dalam analisis statistik, ia tidak mengumbar bahwa gerak kamera film si A lebih fluidity dari film si B dengan hanya melihat cutting-editing yang cepat ataupun dialog yang saling beradu ataupun mengamati gerak kamera melalui beberapa segmen saja dalam film tersebut, frekuensi gerakan kamera tidak selalu menerjemahkan ketidakstabilan fluidity, (disini Salt mengkritik pendapat Andrew Sarris tentang film ‘His Girl Friends’ tahun 1940 by Howard Hawk’s dan film ‘The Front Page’ tahun 1931 by lewis Milestone).



(insert Lewis milestone)



Oleh karena film adalah sebuah struktur yang harus dianalitis secara terperinci, dan dengan sendirinya jawaban itu muncul yang terkadang berbeda dengan asumsi awal yang kamu prediksikan. Dan analisis statistik pun tidak menjamin menyelesaikan semua masalah dalam sinema studies, tapi setidaknya metode ini membawa khasanah baru, memberikan sedikit sentuhan yang berbeda dari teori yang telah ada, khususnya semiotika, bahwa analitis secara objectif dan ilmiah akan selalu ada, dan untuk itu kita harus melakukan banyak hal baik untuk mendukung ataupun untuk mengkritik teori teori yang telah ada.



Dan untuk membuktikan hal tersebut, Barry Salt, membedah elemen yang dimaksud adalah Style film sebagai barang bukti yang paling ampuh untuk bisa menterjemahkan design sutradara melalui data-materi film. Dan elemen elemen yang menjadi kunci Salt dalam menerapkan metodenya antara lain:


Averege Shot Length.
Seperti dalam salah satu studi kasusnya, Barry Salt mengkomparasikan antara Film Bersuara dan film Bisu melalui analisis durasi shot, dalam hal ini ia ingin memberikan tanggapan mengenai wacana yang berkembang ‘apakah film bersuara merupakan era kemunduran dari sejarah cinema dan apakah layak film bisu dianggap sebagai puncak dari sejarah film sebagai seni ketujuh. Dalam penuturannya, akan sangat berbeda durasi shot dalam film bisu dan film bersuara, contoh kecil adalah: pengaruh fps (16fps untuk film bisu dan 24 fps untuk film bersuara) dari kedua bentuk film yang jelas berbeda memberikan esensi kode sinematik yang berbeda pula. Bahwa, dari statistik durasi, film bisu lebih pendek dari film bersuara, dan dari data semacam ini, barulah kita bisa membuat sebuah tanggapan mengenai hal tersebut.

Type Shot
Tidak bisa dipungkiri bahwa tipe shot dalam film merupakan kunci utama dan sangat complicated dari penuturan naratif sebuah film, sehingga wajar jika tidak ada penetapan yang tetap secara deskriptif tentang tipe tipe shot ini, oleh karena tidak adanya batasan batasan tertentu dari tiap tipe shot, semisal, apakah ada ketentuan secara deskriptif tentang ukuran Cu (Close Up) ujung rambut sampai ke dagu atau sampai leher, atau bahu?. Dengan demikian setiap design sutradara akan terlihat dari rentetan shot dalam filmnya dimana ketentuan dari tipe shot tersebut ia posisiskan. Meskipun gamblang, tipe shot ini dapat disepakati secara umum, antara lain BCU (Big Close-Up) hingga VLS (Very Long Shot).

Camera Movement

Peran camera movement sangat central karena ia memiliki variable (tabulasi) tersendiri hingga pada pembentukan komposisi shot. Panning, crane, track in-out, hingga zoom in-out, dsb, jelas memberikan pengaruh pada design setiap sutradara dalam menterjemahklan narative. Dengan kata lain kamera movement memberikan clue adanya pemikiran dibalik kamera dari seorang kreator.

Elemen elemen diatas merupakan titik utama Barry Salt dalam memahami film dilihat dari Analisa Statistik, selain beberapa elemen lain seperti, deep focus, montage dan lighting, dan kita bisa bilang bahwa semua yang dimaksud diatas tersebut dalah elemen dari Style Film-Mise en Scene




Resume

Metode Barry Salt bisa dibilang cukup unik melalui paradigmanya yang berbasis material statistik, menurutnya materi dalam film seperti durasi, gerak kamera,dsb, adalah hal paling original jika kita ingin memahami sebuah film, ‘mengutip Eisenstein (kalo gak salah)’ kita tidak mungkin memahami film tanpa memahami atau mengevaluasi materi dari isi film itu sendiri, artinya mau tidak mau elemen style - mise en scene lah yang sangat berperan dalam film bukan diluar itu (praktek industri, wacana estetika, dsb.) karena mise en secene lah yang mendeskripsikan style sebelum kita mengevaluasinya, dan penggerak dari mise en scene disini adalah sutradara, dengan demikian jangan sekali kali menomorduakan sutradara dalam urusan sebuah film.

(insert: Sergei Eisenstein)


Melalui metode ini jelas Barry Salt punya tujuan penting, tujuan awalnya adalah: Ia ingin membuktikan dan memberikan bukti bahwa Film adalah sebuah design, design yang sangat terpola dari sutradara. Dengan membongkar materi film, apakah betul design yang diinginkan sutradara tertuang kedalam materi film, sangat amatiran rasanya jika seorang sutradara membeberkan designnya secara gamblang-verbal, dan saya rasa itu adalah peran seorang penonton, analitis atau kritikus.


Tujuan selanjutnya adalah, sebagai comparasi-perbandingan. Artinya metode ini semakin berkembang dan menarik. Karena bisa jadi, tidak semua evaluasi ataupun analisa berujung pada kesamaan pandangan, sehingga perlu adanya komparasi terhadap satu film dengan yang lainnya terhadap satu sutradara dengan yang lainnya sehingga pemaknaan didalam film semakin kaya, dan itu adalah peran masing masing analitis untuk bisa memaknai hal tersebut. Karena terkadang dengan sendirinya jawaban itu muncul yang mungkin berbeda dengan asumsi awal yang kamu prediksikan, itulah fungsi dari komparasi dalam hal ini.


Dalam studi kasusnya Salt ingin membuktikan terhadap wacana yang selalu muncul dalam film studies ‘apakah film bersuara merupakan era kemunduran dari sejarah cinema dan apakah layak film bisu dianggap sebagai puncak dari sejarah film’, Ia ingin mengevaluasi hal tersebut melalui metodenya yang sangat ilmiah. Barry Salt mengungkapkan jika kita ingin kritis terhadap sejarah sinema, kita seharusnya tidak terpaku pada satu paradigma yang selalu dianggap benar, dengan demikian menyebut metodenya ini sebagai another tool to our critical-historical. Dengan landasan semacam ini Salt selalu bertujuan untuk mengkomparasi beberapa film yang dianalisanya, dan tak heran jika selama 30 tahun lebih ia hanya bergelut pada komparasi antara silent movies dengan film film bersuara, yang kemudian berkembang lagi kepada film film modern, sehingga salah satu teknik dari metodenya ini adalah komparasi satu film dengan yang lainnya untuk menghasilkan pembelajaran yang evaluatif.



Pada intinya Salt sangat tertarik pada Style sebuah film, berbicara Style dalam film kita tak bisa terlepas dari mise en secene. Salt sangat meyakini Style dalam sebuah film merupakan sebuah design teknik yang bisa diukur dan diprediksi untuk memahami makna serta tujuannya, kekuatan Style inilah yang menjadi barometer akan kemaestroan seorang sutradara, terlepas kita berbicara estetika dan praktek industri.
Analisis Statistik ini seakan ingin mengumandangkan bahwa analitis secara objectif dan ilmiah akan selalu ada, meskipun tidak menjamin sebuah penyelesaian yang benar benar komprehensif, tapi setidaknya memberikan sentuhan baru dan kritik dari apa yang telah ada.

0 komentar:

Posting Komentar