Teori Film

Selasa, 28 Desember 2021

ANALISIS GENERASI X DALAM FILM TURAH (teori Generasi Stillman)

tulisan in telah dipublikasikan pada Jurnal Capture (ISI Solo) https://jurnal.isi-ska.ac.id/index.php/capture/article/view/2197 ABSTRAK Film adalah salah satu media yang bisa menggambarkan sebuah generasi berbicara dalam suatu jaman. Kegagapan generasi tua sering digambarkan sebagai pelaku berpikiran konservatif menghadapi perubahan zaman. Disisi lain kegamangan generasi muda menghadapi zamannya sendiri dihadapkan pada -nilai warisan selalu bertentangan dengan prinsip hidup modern. Tulisan ini menganalisa bagaimana generasi-generasi tersebut dipresentasikan kedalam film. Mengambil film Turah sebagai bahan penelitian, penulis menganalisa lebih jauh bagaimana karakter tokoh dalam film tersebut mewakili generasinya. Penulis menggunakan dua perangkat analisis yaitu teori generasi David dan Jonah Stillman untuk mengidentifikasi generasi dan karakteristiknya. Kedua, analisis shot Christian Metz untuk mengkaji relasi generasi dalam film Turah. Turah adalah tokoh utama dalam film mewakili generasi x (paruh baya). Generasi x memiliki peran sebagai penjembatan antara generasi diatasnya dengan generasi dibawahnya (millenial). Kemampuan generasi x dalam menyerap nilai-nilai pendahulunya untuk diwariskan ke generasi milenial akan membentuk karakter generasi z, generasi terjauh dari para pendahulunya. Kata kunci: film, turah, generasi, generasi x, milenial.
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam siklus generasi, warisan bukan sekedar benda atau materi yang diberikan secara turun temurun, warisan merupakan simbol yang menjembatani masa lalu dan masa kini beserta nilai-nilai dan kenangan yang terkandung di dalamnya. Seperti toko kaset peninggalan ayah Galih dalam film Galih dan Ratna (2017) yang menjembatani dua generasi yang berbeda antara ayah dan anak. Warisan bisa juga berupa nasehat tentang nilai-nilai kehidupan seperti yang ditunjukkan pada rekaman-rekaman video yang dibuat bapak sebelum meninggal kepada kedua putranya dalam film Sabtu Bersama Bapak (2016). Atau tugas dan tanggung jawab berupa keterampilan maupun profesi yang diturunkan dari generasi ke generasi seperti dalam film Cek Toko Sebelah (2016). Film tidak seluruhnya menampilkan hubungan antar generasi secara jelas dan terbuka seperti film-film berlatar konflik keluarga. Beberapa film memperlihatkan konflik yang lebih luas dengan narasi yang jauh berkembang. Masyarakat merupakan kumpulan individu-individu yang saling berinteraksi memiliki potensi konflik menarik yang kerap diangkat kedalam film. Konflik dalam masyarakat tidak semata-mata hanya dapat dilihat sebagai konflik sosial atau antar kelas ala marxisme, jika kita melihat lebih jauh disana terdapat benturan nilai yang dianut oleh generasi-generasi yang berbeda di dalamnya. Konflik antar generasi yang berkembang dalam masyarakat termasuk dalam persoalan ‘warisan’ tidak lagi membahas tentang hubungan darah dan kekerabatan. ‘Warisan’ lebih jauh dipahami tentang kesinambungan peran-peran sosial dalam masyarakat (pemimpin, pekerja, dll). Meski terkesan sepela namun peran-peran sosial dalam masyarakat inilah yang akan menjaga suatu peradaban (civilitation) dapat terus berlangsung. Tulisan ini bertujuan menganalisa relasi serta konflik antar generasi yang terjadi dalam masyarakat pada film Turah, bagaimana karakter tokoh-tokoh dalam film tersebut mewakili generasinya masing-masing. Film Turah sendiri dipilih sebagai wakil film Indonesia dalam Oscar Academy Award 2018 ini dirasa tepat mewakili karakter generasi Indonesia yang hidup di daerah terpinggirkan. Meski kecenderungan kajian tentang generasi mengambil sampel kehidupan diperkotaan, dari sini kita dapat melihat bahwa setiap generasi memiliki persamaan karakter secara umum baik mereka yang tumbuh di perkotaan maupun di kampung dan daerah-daerah pinggiran sekalipun.
(Sutradara film Turah, sumber: Kumparan) 2. TINJAUAN PUSTAKA Generasi tidak memiliki defenisi yang pasti, karena tokoh yang mempelajari generasi tidak hanya Strauss dan Howe. Bagi mereka generasi adalah agregat dari semua orang yang lahir selama rentang waktu dua puluh tahun. Generasi dalam kamus bahasa Indonesia merujuk pada (1) sekalian orang yang kira-kira sama waktu hidupnya; angkatan; turunan; (2) masa orang-orang satu angkatan hidup. Secara umum generasi dapat dijadikan ukuran atau satuan waktu yang berhubungan dengan waktu silam, kini atau yang akan datang. Dalam pengertian yang lebih sempit, generasi dalam keluarga merupakan kelompok keturunan. William Strauss dan Neil Howe dalam bukunya Generation mendefinisikan generasi sebagai agregat dari semua orang yang lahir dalam rentang waktu sekitar dua puluh tahun atau sekitar panjang fase dari masa kanak-kanak, remaja, paruh baya dan usia tua. Setiap satu generasi akan berbagi pengalaman, peristiwa sejarah, dan trend sosial bersamaan. Hal inilah yang menyebabkan suatu generasi akan berbagi beberapa kepercayaan dan perilaku yang sama. Sebuah generasi memiliki kecenderungan mengidentifikasi dirinya berbeda dengan generasi lainnya.(Strauss and Howe 1991:60) Ibnu Khaldun (1332-1406) dalam bukunya berjudul Muqaddimah mencetuskan istilah Ashabiyyah (Esposito, 2001:198) atau lebih dikenal sebagai teori siklus peradaban. Teori ini menyebut suatu kekuasaan hanya berumur satu generasi hidup dimana umur satu generasi disebutkan tidak akan melebihi usia hidup manusia antara empat puluh hingga enam puluh tahun. Kekuasaan dengan sistem yang stabil akan bertahan selama beberapa generasi membentuk suatu negara atau peradaban. Dalam teorinya, Ibnu Khaldun menyebut timbul tenggelamnya suatu peradaban (negara) melalui 5 tahapan: (Raliby, 1963:242) 1. Tahap sukses, dimana otoritas negara (penguasa) didukung oleh masyarakat (ashabiyyah) yang berhasil menggulingkan kedaulatan dan dinasti sebelumnya. 2. Tahap tirani, dimana penguasa berbuat sekehendaknya pada rakyatnya. Nafsu menguasai tidak terkendali. 3. Tahap sejahtera, ketika kedaulatan telah dinikmati. Segala perhatian penguasa tercurah pada usaha membangun negara. 4. Tahap tenteram dan damai, dimana penguasa dan masyarakat merasa puas dengan segala sesuatu yang telah dibangun para pendahulunya. 5. Tahap kemewahan, dimana penguasa menjadi perusak warisan pendahunya, pemuas nafsu dan kesenangan Proses pembentukan suatu peradaban akan memunculkan tiga generasi dengan ciri-ciri berikut : 1. Generasi pembangun dengan ciri kesederhanaan dan solidaritas yang tunduk pada otoritas kekuasaan yang didukungnya. 2. Generasi penikmat yang diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam system kekuasaan yang stabil. Generasi ini memiliki ciri tidak peka terhadap kondisi masyarakat dan cenderung individualistic. 3. Generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosional dengan masyarakat/negaranya. Melanggengkan segala bentuk kebudayaan baik berupa materi, norma/nilai, maupun keterampilan harus selama mungkin melalui pewarisan dari generasi ke generasi merupakan bentuk mempertahankan peradaban itu sendiri. Meski pada akhirnya pewarisan tersebut terlihat lebih sebagai bentuk hegemoni kekuasaan masa lalu terhadap masa kini dan masa depan. Merujuk pada pengelompokan generasi menurut Strauss dan Howe menyebutkan satu generasi merupakan semua orang yang lahir dalam rentang waktu sekitar dua puluh tahun atau sekitar panjang fase dari masa kanak-kanak, remaja, paruh baya dan usia tua. Setiap generasi setidaknya memiliki selisih usia 20-15 tahun. David dan Jonathan Stillman membagi tiap generasi yang ada saat ini ke dalam kolom sebagai berikut:(Stillman and Stillman 2018:1) Tabel 1. Pembagian generasi yang ada saat ini. Generasi Tahun lahir (rentang usia) Traditionalist Pra-1946 (+72 tahun) Baby boomer 1946-1964 (72-54 tahun) Generasi x 1965-1979 (53-39 tahun) Milenial 1980-1994 (38-24 tahun) Generasi z 1995-2012 (23-6 tahun) Setiap generasi telah berbagi peristiwa, trend dan isu yang sama menjadikan setiap generasi memiliki karakter yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Sementara generasi yang ada secara alamiah menjadi ‘pengasuh’ bagi generasi selanjutnya.
3. METODE Kekuatan sinematik dan naratif membuka ruang untuk kita mampu melihat sebuah generasi yang ditampilkan dalam film. Sebagai contoh, ketika sebuah generasi menjadi oposisi bagi generasi lainnya maka membangun konflik dalam persefektif naratif film akan sangat menyenangkan bagi sutradara untuk menampilkan makna bagi penontonnya. Film, sebagai penggambaran atas realita sosial pada masanya selalu menampilan perbedaan perspektif terhadap nilai-nilai tersebut. Konflik seringkali terbangun sebab tidak adanya pihak atau gagalnya para generasi pendahulu menjembatani nilai-nilai kearifan tersebut kepada generasi selanjutnya. Untuk memahami bagaimana film menggambarkan karakter dan hubungan antar generasi diperlukan sebuah perangkat analisis sendiri terlepas dari teori tentang generasi itu sendiri. Tulisan ini menggunakan pendekatan analisis shot Christian Metz untuk menemukan relasi antar generasi dalam film Turah. Pemaknaan relasi tersebut ditampilkan melalui interpretasi terhadap pola pengambilan gambar (shot). Relasi antar generasi yang terlihat dalam shot-shot film Turah merupakan gambaran kontekstual kondisi masyarakat dalam sebuah peradaban. Christian Metz dalam Film Language: A semiotics of the Cinema mengemukakan tujuan utama film adalah makna. Bagi Metz penelusuran makna dalam film memiliki dua perangkat yang mirip seperti bahasa yaitu penanda dan petanda. Namun dalam film, hubungan antara penanda dan petanda dinyatakan sebagai imaji. Bagi Metz film merupakan sebuah kesatuan sensori teknis yang dapat memberi pengalaman inderawi. Metz, dalam analisis filmnya menyebutkan bahwa shot (satuan terkecil dalam film) merupakan sebuah pernyataan (statements) yang memiliki kemungkinan yang tidak terbatas. Dalam shot terdapat montage, pergerakan kamera, efek optic, interaksi antar visual dan audio, kesemuanya bekerja dengan motivasi dan ikonik karena itu film sarat akan makna khusus.Shot dapat memberi informasi dan menjadi unit yang teraktualisasikan. Perhatian utama analisis film Metz adalah bagaimana makna dibangkitkan dan disampaikan melalui analisa unsur denotatif film. Unsur denotatif ini membangun, mengorganisir, dan mengkode (melakukan proses signifikansi) tanda-tanda yang terlihat dalam layar. (Metz 1990:70-72). Disinilah proses pemaknaan dalam film berlangsung.
SIMPULAN Hidup merupakan siklus perpindahan dari generasi ke generasi nilai-nilai tentang manusia dan kehidupan. Semakin lama nilai-nilai ini mengalami degradasi. semakin sulit sebuah generasi menjaga kemurnian sebuah nilai, karena itu harapan memiliki keturunan merupakan upaya menjaga kemurnian nilai-nilai tersebut Jika kampung Tirang merupakan simbolisasi sebuah peradaban, maka peradaban itu sedang berada pada masa krisis. Ia berada pada tahap akhir dari proses timbul tenggelamnya sebuah peradaban menurut Ibnu Khaldun, yang membuat penguasa menjadi perusak warisan pendahulunya. Konflik yang terjadi antara Jadag-Pakel, jika dilihat sebagai konflik generasi maka hal ini terjadi sebab perbedaan nilai yang dianut antara generasi tua (Jadag) dan generasi dewasa (Pakel) serta kegagalan Turah menjembatani keduanya. Turah berasal dari generasi tengah (paruh baya) yang berada diantara Jadag dan Pakel digambarnya menyerah dengan meninggalkan kampung Tirang paska kematian Jadag. Kepergian Roji meninggalkan kampung Tirang setelah menyaksikan kematian ayahnya pada scene akhir merupakan tanda lahirnya generasi yang tidak lagi memiliki hubungan emosional dengan masyarakat/negaranya. Gerakan kamera diakhir film yang menunduk merupakan simbol dari kepasrahan, kelesuan, dan keputus-asaan untuk terus mempertahankan generasi terakhir kampung Tirang (Roji) agar tetap berada dalam frame. Film Turah merupakan gambaran bagaimana suatu generasi bertahan dengan susah payah dan akhirnya kehilangan eksistensi. Film dalam banyak hal merupakan gambaran realitas yang terikat waktu pada masa film tersebut dibuat. Keterikatannya pada realitas dan waktu tersebut menjadikan film menarik sebagai bahan penelitian sosial. Film merepresentasikan zamannya, ia mewakili sebuah generasi dengan berbagai kompleksitasnya. Karenanya film menjadi salah satu rujukan untuk mengetahui karakter suatu masyarakat. Memahami karakter suatu generasi dapat menjadi landasan prediksi terhadap kondisi masyarakat kedepan. Dalam kondisi pragmatisnya, analisis karakter suatu generasi saat ini banyak digunakan dalam pemetaan minat, baik itu dalam pemasaran produk, kampanye politik, pendidikan, dll. Pada akhirnya film Turah (2016), seperti halnya film-film yang memperlihatkan kesenjangan nilai antar generasi, seharusnya menjadi peringatan bagi kita khususnya yang segenerasi dengan Turah (generasi x rentang usia 39-53 tahun) untuk segera mengambil langkah sebagai penjembatan antara generasi tua dan milenial. Generasi inilah yang menjadi ujung tombak peradaban agar menjaga nilai-nilai kearifan orang tua dan nilai-nilai kemodernan milenial menjadi sinergis sehingga generasi selanjutnya (generasi z dalam hal ini diwakili karakter Roji ) tetap memiliki ikatan emosional terhadap masyarakat dan negaranya

0 komentar:

Posting Komentar