Catatan
Seorang Demonstran adalah buku
karya seorang tokoh penting gerakan
mahasiswa tahun ’66, Soe Hok Gie. Buku ini berisi tentang
catatan-catatan harian dari mulai remaja sampai beberapa hari sebelum
meninggalnya tokoh tersebut yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1983 oleh
LP3ES. Sedangkan Gie adalah film
garapan sutradara Riri Riza, mengisahkan tokoh bernama Soe Hok Gie yang
diangkat dari buku berjudul Catatan Seorang Demonstran. Pendeknya film Gie
adalah adaptasi dari buku berjudul Catatan Seorang Demonstran.
Kalau dilihat dari judul diatas, kata ‘antara’
adalah dimaksudkan untuk mengisyaratkan perbedaan, ada kesan membandingkan
disini. Perbedaan antara buku Catatan Seorang Demonstran dengan film berjudul
Gie. Menurut pikiran paling bodoh kedua hal diatas sudah tentu berbeda sekali.
Tapi namanya juga adaptasi, pasti lebih banyak kesamaannya dibanding
perbedaannya, untuk film dan buku ini kesamaan terletak pada kisahnya. Permasalahannya
disini adalah buku yang menjadi acuan pembuatan film ini bukanlah novel atau
roman yang didalamnya jelas-jelas bercerita. Sedangkan film Gie yang menurut kaidah-kaidah
filmis adalah bercerita.
Kita menemukan satu kata yang menunjukan kesamaan
yaitu kisah, dan satu kata yang
menunjukan perbedaan yaitu becerita.
Pada akhirnya kedua kata yang dicetak tebal diatas bisa kita selaraskan menjadi
cerita. Karena buku Catatan Seorang
Demonstran yang bukan novel atau roman secara tidak langsung telah bercerita,
tentang Soe Hok Gie. Maka jelaslah tulisan ini akan membahas perbedaan dari
kesamaan antara buku berjudul Catatan Seorang Demonstran dengan film berjudul
Gie, yaitu dari unsur cerita.
Permasalahan lain adalah film Gie dibuat
berdasarkan buku Catatan Seorang Demonstran dan bukan sebaliknya, jadi bukunya
dulu ada baru keluar filmnya. Dan karena kuliah ini adalah belajar untuk yang
mana hasil akhirnya adalah film, sehingga untuk pembahasan cerita yang
digunakan dalam tulisan ini adalah unsur cerita dalam film yang sering disebut
sebagai naratif.
Struktur
Dalam bukunya, penulis mencatat kejadian-kejadian
yang dialami dan pikiran-pikirannya tanpa ada pola atau struktur di dalamnya.
Ia menulis tentang apapun yang ingin ia tulis sampai-sampai sesuatu yang tidak
penting dimasukkan disana. Hal ini dilakukan secara berkesinambungan dari kecil
hingga menjelang kematiannya. Sekali lagi tanpa pola ataupun struktur.
Begitu kita lihat hasil filmnya, tampak sekali
terdapat struktur dari awal sampai akhir film. Gie berstruktur tiga babak,
mulai dari opening yang berisi pengenalan karakter tokoh utama yaitu ketika Soe
Hok Gie kecil dilanjutkan dengan middle dimana mulai terlihat masalah-masalah
yang dihadapinya dan diakhiri dengan ending yaitu kematian sang tokoh.
Struktur film ini sangat terasa melalui opening
yang bergerak lambat dan bertensi rendah. Kemudian sedikit menanjak dalam
middle dimana digambarkan bagaimana sang tokoh mulai beranjak dewasa dengan
adegan-adegan yang mulai mencekam seperti demonstrasi dan suasana politik saat
peristiwa terjadi. Sampai akhirnya sang tokoh mati, adegan-adegan sebelum itu
mempunyai tensi yang tinggi yang membuat dramatik cerita sampai pada puncaknya.
Sedangkan untuk mencapai struktur dramatik yang
diinginkan, pembuat melakukan semacam penambahan pada tokoh-tokoh dalam film
yang di dalam buku tidak ada. Hal ini akan dijelaskan lebih rinci nanti.
Kemudian pada akhir film dimana terdapat adegan tokoh utama mati di gunung
Semeru. Adegan ini tentu saja tidak ada dalam buku. Pembuat menambahkan sebagai
penunjang kebutuhan struktur dramatik cerita.
Plot
Dalam plot terjadi pemilihan peristiwa dan
pengecualian peristiwa. Untuk kasus Gie, ada kebutuhan memfokuskan cerita
sehingga banyak fakta yang tertulis dalam buku acuan terpaksa tidak dipakai
dalam film. Lagipula adalah tidak mungkin memasukkan seluruh isi buku ke dalam
film. Seperti contohnya dalam buku terdapat sub bab dimana Soe Hok Gie masih
kecil. Disana ia menuliskan macam-macam dari buku apa yang telah dibacanya,
nilai-nilai yang diperolehnya, siang tadi ia kerumah siapa, dan hal-hal kecil
sehari-hari. Tetapi dalam film sub bab ini dipilih mana peristiwa yang menurut
pembuat paling penting.
Maka dalam film terdapat adegan Soe Hok Gie dan guru sastranya sedang berdebat mengenai
apakah Chairil Anwar pengarang atau penerjemah puisi-puisi Andre Gide. Kemudian
terdapat adegan ketika seorang
sahabatnya, Djin Han, mengalami kekerasan dari bibinya. Djin Han mengungsi di
rumah Soe Hok Gie akibat kekerasan tersebut. Ketika bibi Djin Han menyusul
bersama seorang hansip, Soe Hok Gie menghalangi sampai akhirnya ia ikut menjadi
korban kekerasan.
Saya sudah menyebutkan bahwa didalam buku terdapat
sub bab yang kemudian dipilih untuk dimasukkan kedalam film, tetapi pada sub
bab dalam buku yang sama sekali tidak ada dalam film. Yaitu ketika Soe Hok Gie
pergi ke Amerika.
Karakter
Tan Tjin Han, figur yang menjadi sahabat Soe Hok
Gie semasa kecil, adalah seorang tokoh fiktif yang diilhami oleh dua orang
sahabatnya yaitu Djin Hok dan Effendi. Dari buku memang tertulis seorang teman
kecil bernama Djin Hok yang menjadi korban kekerasan bibinya, tetapi di sub bab
ketika Soe Hok Gie dewasa namanya tak pernah lagi disebut-sebut. Teman Soe Hok
Gie yang menjadi korban razia PKI adalah Effendi.
Ira dan Sinta adalah dua perempuan yang mewakili
wanita-wanita dalam hidup Hok Gie. Meskipun Hok Gie memang pernah berpacaran
dengan beberapa gadis UI, Ira dan Sinta dalam film ini adalah tokoh-tokoh
fiktif. Dalam buku harian memang menyebutkan keterlibatannya dengan tiga
perempuan, tetapi kalimat “aku mencintai......” salah satu dari mereka tidak
ada.
Ira adalah seorang wanita muda yang cerdas dan
hidup dengan semangat pejuang untuk impian-impian idealistis yang juga dimiliki
Soe Hok Gie. Ira adalah sahabat dan pendukung Soe Hok Gie yang paling setia dan
selalu hadir, baik saat Gie sedang kerja maupun main. Sempat terlihat
tanda-tanda asmara antara Soe Hok Gie
dengan Ira, tetapi baru sekali kencan keduanya sudah tidak berani
melanjutkannya menjadi sebuah kisah cinta.
Selang beberapa tahun, muncullah seorang gadis
menawan bernama Sinta. Orangtua Sinta yang berada mengagumi karya-karya tulis Soe
Hok Gie. Jelas terlihat bahwa Soe Hok Gie dan Sinta secara fisik memang
tertarik satu sama lain, tetapi tidak berhasil menjalin hubungan hati-ke-hati
yang mantap. Kelihatannya Sinta sekadar suka ditemani Soe Hok Gie dan bangga
menjadi pacar seorang tokoh yang dihormati, tetapi sebenarnya tidak betul-betul
peduli dengan hal-hal yang menjadi obsesi hati Soe Hok Gie. Sebaliknya, Soe Hok
Gie tidak tahu bagaimana mengambil hati Sinta dan merasa tidak puas dengan
hubungan mereka.
Kisah cinta Soe Hok Gie dan Sinta mungkin diilhami
oleh pacar Soe Hok Gie yang terdekat. Pacar Soe Hok Gie adalah putri sebuah
pasangan kaya yang mengagumi karya-karyanya, dalam buku namanya adalah Maria.
Namun, begitu hubungan Soe Hok Gie dengan Maria semakin intim, orangtua si
gadis mulai membuat-buat dalih untuk menghalang-halangi putrinya dan Soe Hok
Gie untuk saling bertemu. Menurut orangtuanya, adalah terlalu riskan bila sang
putri menikahi seorang pria yang keuangannya sulit dan sering menjadi target
intimidasi dan macam-macam ancaman.
Yang membingungkan adalah ketika Ira mendapat
kabar kematian Soe Hok Gie berupa surat. Ketika membaca Ira menangis dan isi
surat itu adalah puisi tentang cinta yang sepertinya ditujukan terhadapnya.
Adegan ini tidak ada dalam buku.
Tokoh-tokoh tambahan lainnya antara lain Denny
(salah seorang sahabat Hok Gie yang periang, lucu, dan ramai), Jaka (tokoh
persatuan mahasiswa Katolik yang ternyata hanya memperalat politik untuk
kepentingan diri sendiri).
Daftar Pustaka,
Bordwell, D, and Kristin Thompson. Film Art: An Introduction, New
York: Mc Graww Hill, 1993
Gie, Soe Hok. Catatan Seorang
Demonstran. Jakarta; LP3ES. 2005.
Sasono, Eric. “Gie dan Problem Adaptasi” di Kompas, 6 Agustus 2005.
0 komentar:
Posting Komentar