BAB III
ANALIS STYLE FILM CHAERUL UMAM
III. 1.
Perjalanan Karir Sinema Chaerul Umam
Chaerul Umam lahir 4 April 1943, ia
dikenal sebagai sutradara film sekitar tahun 1970-an. Sebelumnya ia adalah
seorang aktor teater dan sempat bergabung di bengkel teater bersama Arifin C
Noer. Saat itu memang tercatat cukup banyak penggiat teater yang
memilih untuk berkarier di dunia perfilman, orang-orang film yang tadinya beraktifitas di teater dikenal sebagai generasi ekspansi Keterlibatannya dalam sinema
Indonesia diawali sebagai pengisi suara, asisten sutradara hingga kini menjadi
sutradara yang cukup diperhitungkan.
Film pertama yang digarapnya adalah Tiga Sekawan (1975), namun namanya mulai
diperhitungkan sejak berhasil menggarap film Al Kautsar (1977). Film Al Kautsar berhasil meraih beberapa
penghargaan bergensi FFA XXIII di Bangkok untuk tata
suara terbaik[1].
Al Kautsar sendiri awalnya diajukan
sebagai film remake Titian Serambut Dibelah Tudjuh rilis
tahun 1959 dan disutradarai oleh Asrul Sani. Namun keinginan tersebut ditolak
sebab Asrul Sani sebab hak cipta film tersebut sudah diberikan pada pihak lain.
Itulah sebabnya Al Kautsar memiliki
cerita yang mirip dengan Titian Serambut Dibelah
Tudjuh[2].
Tahun 1982 barulah Chaerul Umam
berhasil membuat remake film Titian Serambut Dibelah Tujuh dengan
judul yang sama namun beda pemain. Film ini merupakan satu dari lima judul film
yang dibiayai Dewan Film Nasional (DFN) 1981-1982[3],
dimana pada tahun yang sama Chaerul Umam juga merupakan anggota DFN.
Sukses film Al Kautsar dan Titian
Serambut Dibelah Tujuh membawa nama Chaerul Umam sebagai sutradara yang
dikenal lebih banyak menggarap film-film bernuansa Islami atau lebih dikenal
sebagai film religi dikekinian.
Diluar genre religi, film-filmnya juga
dikenal sopan meski ditengah maraknya film-film berbau horor seks dan komedi
seks di tahun 1980an. Bahkan ketika menyutradari film
Sama Juga Bohong (1986) yang dibintangi Warkop DKI, CU berhasil menyingkirkan
kesan Warkop sebelumnya dengan lebih menguatkan pada alur narasi dan
penceritaan dibanding menarik penonton dengan visual perempuan-perempuan seksi.
Hingga saat ini, setidaknya selama
tiga puluh tahun berkarir (1970an-2000an) tercatat 22 judul film telah
disutradarai Chaerul Umam. Film-film tersebut adalah :
1.
Tiga Sekawan (1975)
2.
Al Kautsar (1977)
3.
Cinta Putih (1977)
4.
Sepasang Merpati (1979)
5.
Betapa Damai Hati Kami (1981)
6.
Gadis Marathon (1981)
7.
Tiitian Serambut Dibelah Tujuh
(1982)
8.
Hati Yang Perawan (1984)
9.
Kejarlah Daku Kau Kutangkap
(1985)
10.
Bintang Kejora (1986)
11.
Sama Juga Bohong (1986)
12.
Terang Bulan Di Tengah Hari
(1988)
13.
Joe Turun Ke Desa (1989)
14.
Malioboro (1989)
15.
Boss Carmad (1990)
16.
Jangan Bilang Siapa-siapa
(1990)
17.
Om Pasikom (1990)
18.
Nada Dan Dakwah (1991)
19.
Ramadhan Dan Ramona (1992)
20.
Fatahillah (1997)
21.
Ketika Cinta Bertasbih I (2009)
22.
Ketika Cinta Bertasbih II (2010)
Saat perfilman Indonesia mengalami
kelesuan pada medio 1990an dikarenakan gempuran televisi swasta yang lebih
mudah diakses dibanding bioskop, Chaerul Umam juga sempat mengerjakan beberapa
judul sinetron yang ditayangkan di televisi saat itu. Beberapa judul sinetron
yang disutradarainya antara lain Jalan
Lain ke Sana, Jalan Takwa, Astagfirullah,
dan Maha Kasih[4].
Kesemua sinetronnya adalah sinetron religi yang ditayangkan tepat pada bulan
Ramdhan.
Menggarap sinema elektronik merupakan
pengalaman pertama Chaerul Umam menggunakan kamera video, sebelumnya kesemua
film yang dikerjakannya selama tiga puluh tahun selalu menggunakan kamera seluloid
35mm[5]. Berbeda
dalam semua film tersebut adalah proses cetaknya (post production). Ketika Cinta Bertasbih 1 proses cetak film melalui
celuloid ke digital lalu ke film positif. Sementara film-film sebelumnya proses
cetak melalui celuloid langsung ke film positif termasuk Ketika Cinta Bertasbih
2[6].
Gambar 1: Kamera film 35mm
merk ARRI
(sumber : http://www.traxvideo.net/2011/11/jenis-jenis-kamera-film.html)
|
Melihat perjalanan panjang karir
Chaerul Umam, bagaimana dengan style film yang disutradarainya? Adakah
perubahan signifikan selama tiga dekade ia berkarir sebagai sutradara? Beberapa
kritikan yang ditujukan kepadanya, terutama untuk dua film garapan terakhirnya
Ketika Cinta Bertasbih 1 dan 2 dikatakan mengalami kemunduran dibanding dua
karya emasnya Al Kautsar dan Titian Serambut Dibelah Tujuh. Benarkah
demikian? Tentu saja hal tersebut dapat dibuktikan dengan menghitung parameter
formal film-film sampel Caherul Umam menggunakan satatistik atau lebih dikenal
dengan Statistical Style Analisis
yang di perkenalkan oleh Barry Salt.
III. 2.
Analisis Statistik Film-Film Chaerul Umam
Setelah mengumpulkan film-film sampel
Chaerul Umam yang telah disepakati, yaitu Al
Kautsar, Titian Serambut Dibelah Tujuh, Nada dan Dakwah, serta Ketika Cinta Bertasbih 1. Penulis
melakukan penghitungan style
film-film tersebut dengan menggunakan pendekatan Statistical Style Analisis dan menemukan hasil sebagai berikut.
a. Average shot length/ASL (Panjang Rata-Rata Shot)
Setelah melakukan perhitungan terhadap jumlah shot dan durasi film dari ke empat film sampel Chaerul Umam penulis
menemukan hasil sebagaimana tampak pada tabel di bawah :
Judul Film
|
Tahun Rilis
|
Jumlah
Shot
|
Durasi
|
Al Kautsar
|
1977
|
779
|
97 menit
|
Titian Serambut Dibelah
Tujuh
|
1982
|
822
|
90 menit
|
Nada dan Dakwah
|
1991
|
732
|
90 menit
|
Ketika Cinta Bertasbih 1
|
2009
|
1290
|
115 menit
|
Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa jumlah shot film Ketika Cinta
Bertasbih merupakan film dengan shot
terbanyak (1290 shot) dan durasi terpenjang (115 menit) diantara film-film
Chaerul Umam lainnya yang rata-rata hanya berdurasi 90an menit dengan jumlah
shot 700an-800an shot. Selanjutnya untuk mendapatkan ASL atau panjang rata-rata shot,
maka jumlah shot akan di bagi dengan
durasi film masing-masing dan hasilnya dapat dilihat di bawah ini :
Al Kautsar :
779 shot / 97 menit
= 8,0 shot/menit
Titian Serambut Dibelah Tujuh : 822 shot /
90 menit = 9,1 shot/menit
Nada dan Dakwah : 732 shot / 90 menit =
8,1 shot/menit
Ketika Cinta Bertasbih I : 1290 shot
/ 115 menit =11,2 shot/menit
Jumlah ASL =
36,4 shot/menit
Dari hasil perhitungan ASL diatas ditemukan bahwa panjang rata-rata shot film-film Chaerul Umam memiliki
selisih antara 1-3shot/menit. Jika ASL keseluruhan film tersebut dijumlahkan
maka akan didapatkan hasil 9,1shot/menit. Hasil tersebut didapatkan dengan
menjumlah seluruh ASL film Chaerul Umam (8,0 + 9,1 + 8,1 + 11,2) dengan hasil
36,4. Hasil tersebut selanjutnya dibagi dengan jumlah film, maka didapatkan
hasil panjang rata-rata shot seluruh
film Chaerul Umam adalah 9,1 shot/menit.
b.
Camera Movement
Dalam statistical
analysis style, Barry Salt memasukkan Camera
Movement sebagai salah satu parameter formal sutradara. Meski secara teknis
dan kasat mata Camera Movement merupakan
otoritas DOP (director of Photpgraphy)
ataupun cameraman namun sesungguhnya
dalam produksi film, DOP tetap berada pada wilayah otoritas sutradara. Karena
itu muncul istila kamera adalah ‘mata’ sutradara bukan DOP maupun cameraman.
Hasil kerja Camera
Movement juga dapat dilihat secara
kasat mata pada sebuah film, karenanya ia masuk kedalam salah satu style film yang berada dalam kendali
sutradara. Pada film-film Chaerul Umam perhitungan Camera Movement ditunjukkan pada tabel di bawa ini :
Judul
|
Pan
|
Tilt
|
Zoom
|
Track
|
Hand Held
|
Crane
|
still
|
Jumlah
|
Al Kautsar
|
140
|
54
|
50
|
21
|
2
|
-
|
512
|
779
|
Titian Serambut Dibelah Tujuh
|
137
|
72
|
13
|
36
|
1
|
-
|
583
|
848
|
Nada dan Dakwah
|
152
|
30
|
64
|
12
|
-
|
-
|
501
|
759
|
Ketika Cinta Bertasbih I
|
186
|
46
|
1
|
68
|
5
|
8
|
945
|
1.259
|
Dari hasil diatasdapat dilihat keseluruhan film
Chaerul Umam di dominasi dengan Camera
Still. Perbedaan yang paling mencolok adalah penggunaan Crane pada film Ketika Cinta Bertasbih 1
dimana penggunaan crane belum pernah
di gunakan pada tiga film sebelumnya. Selain itu pada film yang sama juga
tampak penggunaan zoom yang drastis
berkurang dari 50 kali di film Al
Alkautsar, 13 kali di film Titian
Serambut Dibelah Tujuh, 64 kali di Nada
dan Dakwah dan hanya 1 kali dalam film Ketika
Cinta Bertasbih.
c.
Skala Shot Film-Film Chaerul Umam (per-500 shot)
Skala shot film-film Chaerul Umam dapat dilihat melalui diagram berikut
:
|
|
|
|
Dari diagram di atas tampak perbedaan yang signifikan dalam penggunaan Medium Close Up (MCU) dan Medium Shot (MS) film Ketika Cinta Bertasbih 1, dimana
film-film sebelumnya hanya menggunakan skala shot 100-an shot MCU dan
200-an shot MS.
Tampaknya panjang durasi pada film Ketika
Cinta bertasbih (115 menit) mempengaruhi peningkatan penggunaan MCU dan MS
antara 100 hingga 200an shot dibanding
film-film sebelumnya yang hanya berdurasi sekitar 90-an menit saja. Perubahan-perubahan
tersebut dapat dilihat lebih jelas melalui diagram berikut :
Pada diagram diatas tampak penggunaan BCU terbanyak digunakan pada film Al Kautsar. BCU pada style Chaerul Umam tampak mengalami
penurunan yang cukup signifikan pada film-film setelah Al Kautsar yaitu dari 15 shot
menjadi 3-4 shot saja. Sementara pada
style CUnya tampak sangat berbeda
tajam pada film ketika cinta bertasbih
dimana film sebelumnya menggunakan 90-100an shot
CU menjadi hanya 4 shot saja.
|
Gambar 2 : Penggunaan BCU
dalam salah satu adegan dalam film Al Kautsar
|
|
Gambar 3 : Penggunaan CU
dalam salah satu adegan dalam film Nada dan Dakwah
|
Penggunaan MCU pada style Chaerul
Umam terbanyak pada film Ketika Cinta
Bertasbih, dimana sebelumnya film-film Chaerul Umam hanya menggunakan 100an
shot MCU, kini berubah menjadi 300an
shot. Berbeda dengan penggunaan MS yang cenderung stabil pada ke empat film
sampel. Begitu juga dengan penggunaan MLS pada film-film Chaerul Umam.
|
Gambar 4 : Penggunaan LS
dalam salah satu adegan dalam film Titian Serambut Dibelah Tujuh
|
|
Gambar 5 : Penggunaan MCU
dalam salah satu adegan dalam film Ketika Cinta Bertasbih 1
|
Pada penggunaan LS pada film-film Chaerul Umam tampak lebih bervariasi,
sepertinya Chaerul Umam banyak mengeksplorasi style ini dibanding style
yang lainnya. Tampak pada diagram di atas penggunaan LS paling banyak pada film
awal dan akhir Chaeul Umam yaitu Al
Kautsar dan Ketika Cinta Bertasbih.
Sementara ditengah-tengah periode karirnya penggunaan LS lebih sedikit
dibanding film di awal dan akhir karirnya.
Perbedaan skala shot diatas
memperlihatkan kecenderungan style Chaerul
Umam, dimana penggunaan MCU dan MS menjadi dominan diantara skala shot yang lain. Namun skala shot diatas hanya menampilkan kecenderungan
style sutradara, belum menunjukkan
apakah style Chaerul Umam benar-benar
telah berubah atau tidak. Hal ini disebabkan penulis belum memasukkan faktor
durasi dalam perhitungan.
|
Gambar 6 : Penggunaan M LS
dalam salah satu adegan dalam film Nada dan Dakwah
|
|
Gambar 7 : Penggunaan MS
dalam salah satu adegan dalam film Al Kautsar
|
Dalam hal ini penulis merasa sangat penting memasukkan durasi dalam
perhitungan skala shot ini, sebab
banyaknya waktu yang disediakan akan memberi lebih banyak ruang untuk
mengekplorasi style apa yang akan
digunakan. Untuk itu penulis melakukan perhitungan persentase skala shot dengan membagi durasi dengan jumlah
skala shot masing-masing dan hasilnya
ditunjukkan sebagai berikut :
PERSENTASE SKALA SHOT
FILM-FILM CHAERUL UMAM
Judul Film BCU CU MCU MS MLS LS
Al Kautsar 1,9% 16,6% 20,4% 27,9% 14,1% 6,6%
Titian Serambut Dibelah Tujuh 0,3% 11,9% 18,2% 30,6% 15,2% 4,8%
Nada dan Dakwah 0,4% 20,4% 21,5% 28,2% 18,3% 2,7%
Ketika Cinta Bertasbih I 0,3% 14,8% 29,7% 30% 13,8% 4,1%
Setelah memasukkan durasi film sebagai faktor penentu penggunaan skala shot
dalam bentuk persentase diatas tampak bahwa style
Chaerul Umam tidak mengalami perubahan yang signifikan. Untuk lebih jelas dapat
dilihat melalui diagram berikut :
|
|
|
|
Dari diagram di atas nampak jelas bahwa dalam persentase skala shot, style Chaerul Umam tidak menagalami
perubahan yang signifikan. Dimana kita dalpat melihat persentase skala shot yang digunakan dari yang terbesar
hingga yang terkecil tampak sama. Ini membuktikan bahwa style Chaerul Umam dari tahun 1970-an hingga 2000-an cenderung
stabil.
Dengan menganalisa style Chaerul Umam dengan menggunakan statistical style analysis dapat
disimpulkan bahwa perubahan style Chaerul Umam tidak mencapai 10% atau dibawah
10%. Hal ini menandakan bahwa style
Chaerul Umam tidak terlalu mengalami perubahan bahkan dengan persentase
perubahan dibawah 10% dapat dikatakan stabil.
(Lampiran)
[5] 35mm diambil dari ukuran
diagonal pita seluloid, ukuran pita ini sama dengan pita seluloid yang
digunakan pada fotografi. Bedanaya, pada kamera foto posisi pita horizontal,
sedangkan pada pita kamera film posisi pita vertikal. Selain 35mm dikenal juga 8mm, 16mm, 65mm dan
70mm.
0 komentar:
Posting Komentar