IV.
Treatment
Teknik Visual
Konsep
visual berbicara tentang apa yang nantinya kita lihat lalu apa impact dari yang
kita lihat, dalam treatment sinematografi hal ini mengacu pada dua hal yakni
look dan mood..
Karakter
visual yang akan dijabarkan disini lebih mengacu pada aspek yang terlihat untuk
menciptakan look visual, penulis menjabarkan karakter visual ini kedalam
beberapa aspek, sehingga nantinya penggambaran visual ini akan menjadi patokan
atau acauan pada saat pengambilan gambar, dan aspek yang dimaksud antara lain:
A) WARNA
Warna yang digunakan dalam film ini akan
dikemas sesuai dengan corak karakter tokoh masing masing yang kami akan bagi
kedalam tiga bagian, yaitu
Tokoh
Rasa; Akan ditampilkan dengan warna hijau atau
bernuansa hijau, baik dari setting ruang, property hingga suhu warna yang kami
gunakan lebih mengarah pada area hijau. Yaitu sekitar 3700-4700 derajat Kelvin,
suhu warna ini bisa dibilang berada pada range pertengahan spektrum warna pada
gelombang cahaya yang dapat langsung dilihat oleh mata manusia. Penggunaan
hijau disini lebih mengartikan kebimbangan tokoh Rasa yang melihat realita yang
ada disekitarnya menjadi banyak pertanyaan dalam dirinya.
Disini kami menggunakan bahan baku jenis
Day light 5600 derajat Kelvin, dengan penggunaan lampu yang akan kami turunkan
suhu warnanya sehingga lampu daylight tersebut mengeluarkan suhu warna sekitar
3700-4700 derajat Kelvin. Dan untuk lebih menyolidkan lagi suhu warna yang kami
telah kami capai akan dilakukan pada tahap post grade.
Tokoh
Aisyah: Akan ditampilkan kedalam corak berwarna coklat, cenderung
sephia, yang menjabarkan sosok yang melankolis, introvert, dari penjabaran ini look yang ingin
ditampilkan agar sesuai dengan karakter tokoh
adalah warna warna dengan suhu
rendah, oleh karena secara psikologis suhu warna tersebut mampu menghantarkan
mood seperti pada karakter Siti.
Selain properti, setting ruang dan kostum, suhu
warna ini akan kami angkat dengan penggunaan bahan baku
Tungsten (3200 K) sehingga akan memudahkan kami mengangkat intensitas warna
coklat terebut. Karena intensitas warna coklat berada disekitar 2500-3500
derajat Kelvin maka intensitas warna dari lampu yang kami gunakan akan berada
diarea tersebut, agar gambar mentah yang kami buat sudah cukup solid sebelum
masuk pada tahap full grade.
Tokoh
Cut;
Akan ditampilkan kedalam corak Biru- Bluish. Tokoh Cut adalah karakter yang
rigid (kaku) trauma akan masa lalu, corak yang akan kami berikan pada karakter
ini adalah warna warna dingin, sehingga efek yang diberikan melalui look
semacam ini bisa sesuai dengan mood yang ingin dicapai.
Dalam pencapaiannya bahan baku yang digunakan
adalah Tungsen (3200 K) dengan diasimilasikan pada cahaya atau lampu dengan
suhu warna tinggi 5600 K, sehingga terjadi manipulasi warna yang tentunya telah
menjadi pencapaian kami. Hal yang sama juga bila adegan yang diambil adalah
interior dan adegan malam. Yang sedikit membedakan dengan phase (Rasa dan
Aisyah) sebelumnya adalah properti dan setting pada ruang karakter Cut
akan diberi sentuhan warna merah. Hal ini dimaksudkan untuk merlefsikan sesuatu
yang glamour seperti pada sense tokoh Cut.
Penting untuk diketahui bahwa ketiga corak warna
ini akan dimentahkan tingkat kesolidannya atau disaturated, yang kemudian
secara perlahan mengikuti alur film warna warna tersebut akan menjadi solid
kembali. Dengan bahasa teknisnya (scene 1-10 warna akan disaturated) dan (scene
11 – 16, warna akan berangsur angsur menjadi solid). Hal ini dimaksudkan atau
berkaitan erat pada teks film yang dituangkan, sebuah permasalahan diawal
sebaiknya memberikan pencerahan pada kesimpulannya.
B) GAYA PENCAHAYAAN
Secara umum gaya pencahayaan yang ingin dicapai ini
adalah graduted tonality yang kami artikan bahwa dalam satu frame area
gelap dan terang akan lebih berimbang dan pencapaian ini berarti nilai range
ekposure (exposure value) akan lebih bervariatif, hal ini dilakukan untuk
menciptakan kesan kedalaman ruang khususnya pada adegan malam hari dan adegan
didalam ruangan.
Pada siang hari,
sumber pencahayaan akan bersumber dari matahari dan bila adegan dalam ruangan bersumber dari jendela
ataupun pintu, dan untuk malam hari bersumber dari lampu ruangan, dan kesemua
aspek pencahayaan ini akan dikemas kedalam artificial
light.
Untuk mencapai
gaya pencahayaan tersebut maka lighting ratio yang dipergunakan dalam film ini
adalah, untuk adegan malam hari menggunakan rasio 1:4, dan disiang hari
menggunakan 1:3.
Dalam scene tertentu, gaya pencahayaan menggunakan
Low-Key seperti pada scene mimpi
C)
PEMILIHAN
KAMERA, LENSA, dan BAHAN BAKU
Kamera.
Secara garis besar film ini menggunakan dua
jenis kamera yaitu Digital SLR Canon 5D dan Arri 3, 35 mm.
penggunaan Digital SLR disini sebagai treatment
dari tokoh Rasa yang merupakan seorang fotografer. Sedangkan penggunaan 35 mm
bertujuan untuk menghasilkan kualitas warna dan detil secara maksimal, selain
sebagai pakem standard professional perfilman saat ini (meskipun saat ini,
pakem ini mulai bergeser) baik dari segi estetik, teknis dan teknologi belum
ada yang mampu menggeser kualitas dari celluloid 35 mm di era digital saat ini.
Lensa.
Pemilihan
lensa merupakan garda terdepan dalam menghasilkan sebuah image, untuk itu lensa
yang digunakan dalam film ini adalah lensa fix,
untuk menghasilkan persfektif, dan ruang tajam yang range lebih baik dibanding
lensa variable, untuk itu kami
memilih Ultra prime karena jenis lensa ini memiliki maksimal diafragma-t stop hingga 1.8. sehingga sangat membantu kami
ketika menggunakan ASA rendah.
Sedangkan
pada digital SLR kami menggunakan lensa L series, karena tipe lensa ini
memiliki bukaan difragma yang lebih besar meskipun dari jenis variable, dan
juga memiliki sensor kecepatan yang sangat baik dalam menangkap cahaya, t-stop
pada lensa jenis ini bisa mencapai 1.2. hal ini tentunya berpengaruh besar pada
persfektif dan ruang tajam bila dibandingkan dengan jenis lensa digital yang
lain.
Bahan Baku
Dalam pemilihan bahan baku, penulis membutuhkan bahan baku yang dengan suhu warna rendah (3200°K) untuk malam hari dan 5600°K untuk siang hari. Kinerja bahan baku disini akan didukung dengan pemilihan lampu yang sesuai dengan karakter dari suhu warna bahan baku yang akan digunakan. Penggunaan lampu day light untuk siang hari dan tungsten untuk malam hari, namun tidak beberapa adegan malam akan menggunakan lampu day light untuk memberi suasana berbeda.
Dalam pemilihan bahan baku, penulis membutuhkan bahan baku yang dengan suhu warna rendah (3200°K) untuk malam hari dan 5600°K untuk siang hari. Kinerja bahan baku disini akan didukung dengan pemilihan lampu yang sesuai dengan karakter dari suhu warna bahan baku yang akan digunakan. Penggunaan lampu day light untuk siang hari dan tungsten untuk malam hari, namun tidak beberapa adegan malam akan menggunakan lampu day light untuk memberi suasana berbeda.
Bahan baku yang akan kami gunakan adalah
ASA rendah (50 D) untuk siang untuk menghasilkan gambar yang clean dan ASA tinggi (320T) untuk malam hari agar detil cahaya mampu
terekam dengan baik dan area shadow
diminimalisir agar tetap pekat dan tidak terjadi grain. Oleh karena itu, dengan kriteria diatas penulis
menggunakan bahan baku dengan jenis Kodak Vision 3, 500T.
Pemilihan bahan baku ini dipilih karena karakter dari produk ini sangat baik merekam detail darkest dan brightest area. Exposed latitude yang tinggi dan detail warna yang pekat sangat menjaga skin tone tetap natural tanpa saturation contaminations.
Selain itu jenis Vision 3 ini dihadirkan oleh karena perkembangan proses digital-telecine, sebab film yang akan kami proses akan menuju pada proses data telecine, sehingga jenis ini dianggap mampu menghadirkan kualitasnya meskipun melewati proses digital, artinya dengan Vision 3 kemungkinan grainy pada film ASA tinggi mampu direduksi atau dinetralisirpada saat telecine, dan hal inilah yang kurang dimiliki pada jenis Vision 2, sehingga memunculkan Vision 3.
Pemilihan bahan baku ini dipilih karena karakter dari produk ini sangat baik merekam detail darkest dan brightest area. Exposed latitude yang tinggi dan detail warna yang pekat sangat menjaga skin tone tetap natural tanpa saturation contaminations.
Selain itu jenis Vision 3 ini dihadirkan oleh karena perkembangan proses digital-telecine, sebab film yang akan kami proses akan menuju pada proses data telecine, sehingga jenis ini dianggap mampu menghadirkan kualitasnya meskipun melewati proses digital, artinya dengan Vision 3 kemungkinan grainy pada film ASA tinggi mampu direduksi atau dinetralisirpada saat telecine, dan hal inilah yang kurang dimiliki pada jenis Vision 2, sehingga memunculkan Vision 3.
III.2. Komposisi
Fungsi komposisi dalam film adalah bagaimana menempatkan setiap elemen dari mise en scene sesuai dengan porsi atau kebutuhan elemen tersebut dalam area frame, yang pastinya akan berhubungan dengan alur penceritaan. Oleh karena wujudnya termasuk unapear maka komposisi dalam hal ini akan sangat menunjang pembentukan mood didalam film. Berikut beberapa penjabaran penulis dalam menata komposisi didalam film ini;
A)Komposisi Kamera.
Komposisi kamera akan selalu menjaga keseimbangan freme agar selalu terlihat sesuai dengan elemen elemen lain yang ada dalam freme. Komposisi akan menempatkan subyek pada interaksinya terhadap ruang gerak, memperlihatkan ruang, waktu dan peristiwa. Position on center akan sebisa mungkin dihindari dengan penempatan rule of third.
Fungsi komposisi dalam film adalah bagaimana menempatkan setiap elemen dari mise en scene sesuai dengan porsi atau kebutuhan elemen tersebut dalam area frame, yang pastinya akan berhubungan dengan alur penceritaan. Oleh karena wujudnya termasuk unapear maka komposisi dalam hal ini akan sangat menunjang pembentukan mood didalam film. Berikut beberapa penjabaran penulis dalam menata komposisi didalam film ini;
A)Komposisi Kamera.
Komposisi kamera akan selalu menjaga keseimbangan freme agar selalu terlihat sesuai dengan elemen elemen lain yang ada dalam freme. Komposisi akan menempatkan subyek pada interaksinya terhadap ruang gerak, memperlihatkan ruang, waktu dan peristiwa. Position on center akan sebisa mungkin dihindari dengan penempatan rule of third.
B) Aspek ratio
Film ini menggunakan format 1 : 1.85. Seiring perkembangan teknologi release akhir dari film ini akan diproyeksikan ke format full HD, sehingga tidak terjadi reduksi gambar.
C) Type of Shot
Tipe shot yang dipakai disini berperan sebagai penjalin sebuah adegan sertauntuk menciptakan dinamisasi. Penggunaan close-up akan mendominasi dibanding tipe shot yang lain, oleh karena dengan close-up penonton akan diarahkan langsung pada inti dari permasalahan setiap karakter. Close up disini juga berperan sebagai keterbatasan ruang dari permasalahan karakter.
D) Angle
Pengambilan eye level lebih banyak dipergunakan untuk lebih menampilkan kesan kesamaan tidak ada yang lebih mendominasi, selain penggunaan high angle lebih untuk menyampaikan ketidakberdayaan tokoh .
E) Gerak Kamera
NOTE:::: kalo ada yang kurang atau lebih.. silahkan
dirubah…..
namanya juga planning
0 komentar:
Posting Komentar