Terminologi sederhana dari kata Sinematografer
adalah kepala bagian yang meliputi departemen kamera, departemen
pencahayaan dan Grip (peralatan
penunjang; ditambahkan penulis ) untuk
itulah Sinematogrefer sering juga disebut sebagai Director of Photography atau
disingkat menjadi DoP. (sumber wikipedia)
Dibawah
ini beberapa kutipan pasal dalam ART-SI, yang sekiranya perlu diketahui;
-Organisasi ini bernama ‘Sinematografer
Indonesia’ disingkat SI dan juga disebut
SI/IC (See, I See)
-‘Sinematografer
Indonesia’ (SI) bukan Serikat Pekerja
melainkan Organisasi profesional
berbasis pendidikan, budaya dan disiplin Seni.
Sinematografer Indonesia berlandaskan;
Undang
Undang Nomor 23 tahun 2009 Tentang Perfilman
2. Undang
Undang Nomor 29 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
3. Undang
undang / peraturan pemerintah./ Kepres/ Perda yang berlaku di Indonesia.
Keputusan
Musayawarah Organisasi
Tepat tanggal 7 Januari 2014, yang bertempat di PPHUI atau Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, dikawasan Kuningan Jakarta, sejak pagi didatangi kurang lebih 100 undangan Sinematografer Indonesia, baik pemula, senior, dan legend. Dalam rangka Rapat Umum Anggot (RUA) dan mungkin pertama kalinya diselenggarakan untuk memilih Dewan Presidium serta membahas dan mengesahkan Anggaran Rumah Tangga (ART) Sinematografer Indonesia (SI)
Diskursus
atau wacana Organisasi ini
(Sinematografer Indonesia) telah diperbincangkan diawal tahun 2000-an. Pada tahun
2007, tepatnya di Kine-forum, para Sinematografer Indonesia sempat berkumpul untuk
membahas perlu tidaknya Organisasi Sinematografer Indonesia berdiri sendiri
secara Independen. Pertemuan tersebut
cukup alot dan bisa dibilang tidak
menghasilkan apa2, selain wacana (itu
yang saya tau). Meski demikian wacana tersebut semakin berkembang
terus oleh para pioner berdirinya organisasi ini, hinggga pembentukan
ADRT (anggaran Dasar Rumah Tangga) telah rampung di 2013.
suasana PPHUI
Tepat jam 9.30. Pagi, seluruh undangan telah berada di Cinema Hall PPHUI. Acara dibuka dengan mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serentak para Sinematografer Indonesia ini menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Setalah menyanyikan Lagu kebangsaan, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Doa dipimpin oleh penata Sinematografi Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Doa yang sangat sederhana dan khusyu’, kami (SI) bersyukur dalam niatan baik telah berkumpul bersama di tempat ini (PPHUI), dan memohon kepada Yang Kuasa agar apa yang kami (SI) kerjakan hari ini berguna bagi banyak orang dimasa kelak.
Tepat jam 9.30. Pagi, seluruh undangan telah berada di Cinema Hall PPHUI. Acara dibuka dengan mengumandangkan lagu Indonesia Raya, serentak para Sinematografer Indonesia ini menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Setalah menyanyikan Lagu kebangsaan, kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa. Doa dipimpin oleh penata Sinematografi Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Doa yang sangat sederhana dan khusyu’, kami (SI) bersyukur dalam niatan baik telah berkumpul bersama di tempat ini (PPHUI), dan memohon kepada Yang Kuasa agar apa yang kami (SI) kerjakan hari ini berguna bagi banyak orang dimasa kelak.
Setelah
itu ada kata sambutan Ketua Panitia RUA-SI (Rapat Umum Anggota, Sinematografer
Indonesia), pidato ketua panitia yang
juga penata sinematografi film Ada Apa Dengan
Cinta , menandai RUA-SI, resmi dibuka, dengan tema Dari
Kita, Oleh Kita Untuk Kita. Dapat bocoran kalo pidatonya beberapa kali
diedit karena terlalu panjang, dan sengaja diketik dan dibaca teks aga tidak berkesan curhat,
ada dua keyword yang menarik dari pidato pembuka RUA tersebut, yaknu; Evolusi
Tanpa Revolusi dan Ilmiah tanpa Korupsi.
Acara kemudian yaitu
presentatsi materi tentang peta perfilman Indonesia Pembawa materi
(seorang praktisi, akademisi S-3 FT-UI dan juga Sekjen KFT saat ini). Materi
ini sangat menarik, kita dihadapkan pososi perfilman kita saat ini, pointnya
adalah Indonesia harus bisa bersaing
dengan dengan pasar bebas., mengapa??? Pasar bebas berarti perekonomian, Perfilman kita berada dalam naungan Kementrian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, menghadapi pasar
bebas tidak mungkin sendiri, butuh
kerjasama dan kebersamaan agar kita mengerti dan mengetahui dimana posisi kita
dan apa saja kekurangan kita (S.I). Kita butuh kompetensi untuk bisa bersaing,
kita butuh kompetensi untuk bisa dipercaya, dan kompetensi itu lahir dari
saripati kolaborasi akan sikap, keterampilan pengetahuan, dan atitude. Lahirnya
SI diharapkan sebagai triger dan tempat berintropeksi.
Sebagai
studi kasus adalah perfilman Korea Selatan, dikemukakan bahwa RUA semacam ini
pernah sebelumnya diadakan tahun 2007 di Grand Kemang (kalo gak salah),
diantara peserta yang hadir ada beberapa
dari negeri tetangga termasuk Korea. Hasil dari Rapat tersebut dikembangkan
atau di tindak lanjuti di Korea, sehingga mereka (Sinematografer Korea) memliki
Organisasi mereka sendiri. Dan kita baru memulainya sekarang, 2014. Sebagai studi banding gak usah jauh jauh ke Amerika, cukup negara tetangga kita aja
yang bisa dibilang kualitas dan kuantitas perfilman kita lebih baik dari
mereka, dan seharusnyalah kita bisa lebih terorganisir.
Satu
hal lagi yang saya ingat, (mudah2an gak salah nafsir) yaitu perbedaan Penata Kamera Film dan Penata
Kamera broadcast terletak pada esensi
pekerjaannya, (diperlihatkan bagan/diagram secara terpisah ) antara Film,
dokumenter, dan TV, Radio broadcast,
Esensi
dari seorang/ kerja penata kamera adalah ia memberi konten pada hasil
karya-kerjanya, bukan menyiarkan seperti
pada dunia broadcast, sehingga
diagram yang dimaksud dibuat terpisah.
Sampi
disini saya skip karena ada orderan untuk mindahin Spanduk (maklum panitia
seksi sibuk).
salah satu Dewan Presidium (skali-kali didepan kamera ya Bung..)
Setelah makan siang acara dilanjutkan dengan agenda sidang pembahasan Anggaran Rumah Tangga (ART), sidang ini di bagi menjadi dua komisi dengan membahas setiap pasal dan ayat secara detil, akurat dan bertanggung jawab.
Setelah makan siang acara dilanjutkan dengan agenda sidang pembahasan Anggaran Rumah Tangga (ART), sidang ini di bagi menjadi dua komisi dengan membahas setiap pasal dan ayat secara detil, akurat dan bertanggung jawab.
Setelah
pembahasan ART yang melibatkan seluruh anggota, acara yang dinanti pun tiba,
yaitu pemilihan Dewan Presidium Sinematografer Indonesia, kandidatnya ada 21 orang. Dua diantaranya dinyatakan
gugur karena berhalangan hadir, dan disetujui
oleh seluruh peserta sidang, sisa 19
calon, yang kemudian akan dipilih 7 suara terbanyak untuk menjadi dewan
presidum.
Setelah
dilakukan pemungutan suara, suara terbanyak posisi ke-7 memiliki suara yang sama, yakni penata kamera Sagarmatha dan penata kamera Sokola
Rimba mengantongi suara yang sama sehingga Dewan Sidang yang dipimpin oleh
Tino Saroengallo memutuskan untuk voting
untuk menetapkan Presidium yang ke-7. Hasilnya 40-30 suara untuk residium ke-7.
Dan berikut ke-7 Dewan Presidium Sinematografer Indonesia 2014
1. Agni
Aryatama
2. Surajudin
Datau
3. Arief Pribadi
4. Roy
Lolang
5. Arya
Tedja
6. Sidi
Saleh
7. Gunnar
Nimpuno
Diakhir
acara ada penyematan penghargaan seumur
hidup kepada tiga orang sinematografer yang telah mendedikasikan lebih dari 25
tahun karirnya untuk perfilman nasional
Yaitu;
Sri
Atmo, salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Naga Bonar 1987
M.
Soleh Ruslani peraih Citra sinematografi tahun 1987 dan 1991
Setelah
penyematan penghargaan dilanjutkan dengan foto bersama, bukti nyata untuk
generasi mendatang, tentang lahirnya
sebuah sejarah diera terbaik para Sinematografer Indonesia, yang mereka (SI)
perjuangkan secara bersama sama untuk
berdiri dan berkembang, yang mungkin hasilnya belum bisa dinikmati saat ini, mengutip
perkataan Bung siperaih citra 2004, 2007 dan 2009. ‘Ini bukan untuk kita tetapi
untuk anak cucu kita’
Sejenak
terdengar ringan, namun kalau ditranslet bisa jadi seperti ini. Kami tak menanti eksekutif untuk berjalan,
kami berbuat bukan untuk hari ini.
###
###
Dan saya ingin
menulis apa saja hari ini sebagai
salah satu saksi sejarah dan terlibat langsung dari pada lowong tapi enggan.
Ada
stigma yang mengatakan bahwa pekerja film lepas (freelancer) itu sulit berorganisasi.
Alasan pertama adalah ‘tidak terikat’ dan
telah ada organisasi yang memayungi
perfilman atau KFT.
Menurut http://kftina.blogspot.com/2012/01/kft-persatuan-karyawan-film-dan.html#
KFT (Karyawan Film dan Televisi)
KFT adalah sebuah organisasi
Persatuan Karyawan Film dan Televisi Indonesia,atau Indonesian Film Makers
Association.Organisasi ini beranggotakan para pembuat film di Indonesia yang
meliputi : Penulis Skenario, Sutradra,Penata Kamera,Penata Cahaya, Penata
Artistik,Penata Suara,Penata Musik, Editor, Produser,Manager Produksi,dan
profesi lainya yang masih terkait dengan industri film.Anggota KFT adalah para
sineas Indonesia yang sudah memiliki kemampuan dan hasil karya,baik didalam
negeri maupun internasional.
KFT sebagai organisasi banyak memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan dan memajukan perfilman Indonesia.KFT sebagai organisasi Film Maker banyak mencetuskan ide dan gagasan ,memprakarsai dan memberi inspirasi juga memberi dukungan berbagai aktifitas kehidupan perfilman Indonesia.Pra tokohnya banyak yang menjadi pemimpin,pemikir dan figure inovatif bagi perfilman Indonesia secara nyata. Terselenggaranya Festival Film Indonesia (FFI) adalah salah satu bukti nyata keikut sertaan orang penting KFT.Bahkan Piala Citra menjadi lambang supremasi peralihan pencapaian prestasi tertinggi di bidang perfilman Indonesia adalah dibuat oleh insan KFT.
KFT sebagai organisasi banyak memiliki kontribusi besar terhadap pertumbuhan dan memajukan perfilman Indonesia.KFT sebagai organisasi Film Maker banyak mencetuskan ide dan gagasan ,memprakarsai dan memberi inspirasi juga memberi dukungan berbagai aktifitas kehidupan perfilman Indonesia.Pra tokohnya banyak yang menjadi pemimpin,pemikir dan figure inovatif bagi perfilman Indonesia secara nyata. Terselenggaranya Festival Film Indonesia (FFI) adalah salah satu bukti nyata keikut sertaan orang penting KFT.Bahkan Piala Citra menjadi lambang supremasi peralihan pencapaian prestasi tertinggi di bidang perfilman Indonesia adalah dibuat oleh insan KFT.
KFT dideklarasikan pada tanggal 22
Maret 1964, pukul 19.45 WIB di gedung Pola jl. Pegangsaan Timur 56. Dengan
Deklaratornya antara lain : Asrul Sani, Soemardjono, D. Djajakusuma, MD Aliff,
H Amura, Max Tera, Sujudi, R. Sutrisno, SK Sjamsuri, HT Djamil, HME Zainuddin,
Soetomo, J. Marzuki, Chalid Arifin, Rachmad Ramali, Lie Gie San, Trisno Juwono,
Pitradjaja Burnama.
Stigma diatas cukup beralasan jika
melihat perkembangan perfilman dan pertelevisian saat ini tak lagi dikuasai
oleh negara alias Departemen Penerangan, sehingga wajar jika ada pendapat ‘Apa
yang diberikan negara saat ini untuk perfilman? Dalam kurun 1 dekade saja
pemerintahan sepertinya bingung menempatkan film dibawah naungan departemen
apa. Namun untuk mensterilisasi stigma
tersebut dibutuhkan cukup pengetahuan sejarah
film berikut tokoh tokoh dan
perkemabangannya. Sayangnya (dulu) kita
lemah dalam hal sejarah.
Setiap
seniman adalah visioner, oleh karena film adalah seni kolaboratif, maka
satukanlah visi tujuan bersama yang
lebih baik
Sebagai
makhluk kreatif, manusia punya kebebasan mengembara dengan daya imajinasi ke
ruang-ruang yang jauh, selain itu juga punya kemampuan estetik, dan lebih dari
itu adalah visi yang jauh ke depan. Jika tak mampu untuk sendiri marilah
bekerja sama, karena ia adalah salah satu semangat hidup. Kita hidup dalam
kesadaran kemanusiaan dan kebersamaan. Gairah hidup itu saling memantul antara
nurani manusia yang satu dengan nurani-nurani yang lain.
Munculnya
sikap “visioner” pada seniman itu berasal dari ketajaman daya pikir yang cerdas
di dalam mengkaji situasi dan tanda-tanda zamannya .
Meskipun
imaginasi kita lebih banyak teruji, tapak kaki kita masih membumi dan
membutuhkan silaturahim, berkumpul, dan berdialog .
Krisis
multidimensi tidak bisa diselesaikan sendiri. Kita harus bahu-membahu dengan
persaudaraan yang intens. Ilmu apa saja, tanpa mewujudkan kebersamaan dan
persaudaraan, sulit untuk menyelesaikan krisis.
Sebagai closure bahwa
organisasi ini adalah “himpunan akal sehat” yang ingin memperjelas fungsi dan
peran para seniman visual dalam
perjalanan kebudayaan.
Namun sebuah perjalanan tak akan berarti untuk masa mendatang jika tidak ada yang menulis, seburuk apapun tulisan itu. Serikat Islam (SI) tidak akan berkembang jika tidak ada orang-orang (SI) itu sendiri yang menulis perjalannnya.
Namun sebuah perjalanan tak akan berarti untuk masa mendatang jika tidak ada yang menulis, seburuk apapun tulisan itu. Serikat Islam (SI) tidak akan berkembang jika tidak ada orang-orang (SI) itu sendiri yang menulis perjalannnya.
Sumber
lain
beberapa koleksi foto @right Umar Setyadi Q
note; Maaf kalau ada salah tafsir, nama, gambar, dan pikiran
0 komentar:
Posting Komentar