cukup sulit untuk menempatakan analisa film kedalam bentuk ilmiah, meski demikian tetap harus ada usaha menganalisa film dari sudut pandang ilmiah, ia telah menjadi seni oleh karena kompleksifitasnya, kreativitas hanyalah make-up (sebisa bisanya kita menempatkan itu)_yp
Teori Film Praktis
Berpegangan pada aspek
konstruktif dalam memformulasikan rumusan teori filmnya, Barry salt kemudian
menggunakan metode analisis dan evaluatif yang seobjektif mungkin dalam
menelaah lebih dalam tentang berbagai unsur dalam cinema.
Metode analisis dipandang
perlu demi menguji seberapa tinggi
tingkat akurasi rumusan teori yang digunakan, demikian juga halnya dengan
metode evaluatif, mengingat pada akhirnya
hanya beberapa film saja yang dapat dipriorotaskan untuklebih lanjut
dikaji secara serius.
Penilaian objektif secara
penuh dalam perumusan teori film mutlak diperlukan karena hal ini akan
mendorong tumbuhnya penerapan ilmu komunikasi yang lebih maksimal, dimana
seperti yang kita ketahui sebelumnnya , bahwa Salt meyakini interaksi
komunikasi yang terselenggara dalam
medium sinema terbukti efektif untuk
mengkaji interpretasi narasi film. (lihat kembali Metz dan sinema semiotik)
Idealnya kajian sinema
yang serius seyogyanya meneladani aspek aspek positif yang ada pada sains yang lebih establish dan mapan
seperti biologi dan fisika, yang mana terdapat kesamaan baik dalam esensi
maupun metode pengajaran baik di
Inggris, Rusia, Amerika serta China
Menurut Salt, kajian film
tidak memilki kapasitas untuk dapat tumbuh dan kemudian berkembang menjadi
sains yang seutuhnya dikarenakan sifat dasar
dari kajian itu sendiri yang cenderung bersifat eksperimental, inovatif,
idiosynchratik 9unik-memiliki karakter khusus) serta kental dengan aroma
kompleksifitas (terdapatnya perbedaan persfektif dalam menginterpretasi adegan film). Singkat kata, tidak ada aturan baku yang mengatur nilai nilai estetika
yang terkandung didalam medium sinema, sehingga bisa dikatakan estetika dalam
sinema seakan akan bersifat sebagai alat kosmetik belaka.
Analisa Film versi Barry
Salt.
Perihal analisa film, Salt
membagi tiga atas bagian yaitu
1)
Berdasarkan Konstruksi
teknisnya (jenis kamera yang digunakan, ukuran lensa, angle, editing, art
direction dan tata ruang)
2)
Style (executive and
artistic decision) sang sutradara
Dimana menurut Salt faktor
kedua inilabih banyak diabaikan dalam perumusan teori film dewasa ini.
3)
Dan yang terahir dan
relatif krang signifikan ari dua faktor diatas adalah film dapat dianalisa
dengan mengukur seberapa besar tingkat respon dari penonton.
Menelisik lebih dalam
tentang peran konstruksi teknis dalam menganalisa film, lebih lanjut Salt
menjelaskan bahwa evolusi kemajuan
teknologi industri perfilman yang dibarengi dengan pergeseran nilai
nilai budaya sosial dimasarakat, elah memberikan dampak yang sangat besar
terhadap perkembangan sinema dimasa kini berikut dinamisme perumusan teori dan
kajian baru dalam film.
Sedangkan perihal style
sutradara, Salt mencermati keterkaitan antara visi dan kepribadian sang
sutradara dengan pengfaruh dan kreatif
decision dalam film yang ia besut, dimana seringkali terbentuk kompromi kompromi politik serta
artistik antara sang filmaker dengan pihak penyandang dana atau produser,
contohnya seperti yang terjadi dimasa lampau
pada sistem old Hollywood yang konservatif dengan film film garapan John
Ford, Cecil B, Bill Wilder, Michael Curtiz, dan praktek ini terus berlangsung hingga sekarang.
Dalam kaidah style
filmaker, Salt menjelaskan adanya spektrum dua kutub, yaitu; ekstrim
naturalisme dan ekstrim ekspresifisme. Sebagai contoh dimana mayoritaas
mainstream sutradara sutradara Hollywood
berorientasi pada aliran
naturalisme yang mengedepankan unsur
optimisme dalam tampilan visual berwarna
terang dan cerah. Disis laian Ingmar Bergman lebih condong kearah ekstrim
ekspressif dengan style Chiaroscuro, lain pula denagan Jean Luc Godard yang
kerap kali mengubah-ubah style dalam
setiap film garapannya (eksperimental)
Lanskap demografik yang fluktuatif (perubahan tatanan
sosial masarakat pada masa tertentu), tingkat intelektualitas serta background
ekonomi sosiopolitik dapat dijadikan acuan
dalam mengukur barometer respon
penonton film. Sebagai contoh, salt menyebutkan bahwa reaksi penonton masa kini
terhadap film bisu (Chaplin, Buster Keaton) akan berbeda dengan respon yang dialami oleh penonton di era 1920an.
Secara kronologis, metode
respon penonton untuk menganalisa film ini diawali dengan investigasi atas efek sosiologi sinema,
kemudian berlanjut pada persepsi
psikologi (lihat teori Neo-Formalis, Bordwell-Thompson pada teori film
Amerika), dan akhirnya bermuara pada
konsep pemikiran yang menyangkut keterlibatan proses mental psikologi masing
masing individu dalam mengurai dan
memahami bahasa audiovisual film.
Kriteria Salt dalm
evaluasi film
Untuk mengevaluasi nilai
nilai estetika dalam sinema, Salt mengklasifikasikan 3 aspek utama yaitu;
Originalitas, Pengaruh film tersebut dengan film lainnya dan seberapa besar
visi dan pengaruh kreatif sang filmaker terpenuhi dalam film garapannya.
Dalam konteks originalitas
dan pengaruh kreatif serta visi sutradara diatas, Salt mengakui adanya kesamaan
konsep dengan teori Auteur Andrew Sarris.
Namun demikian ketidak konsistenan kriteria ‘craftmanship’ (kinerja kreatif
sutradara) Sarris menorehkan cacat pada formulasi teorinya.
Barry Salt mempertanyakan
metode dan kriteria yang digunakan oleh beberapa kritikus film, baik akademik
maupun komersil dalam mengevaluasi nilai nilai artistik dan esteteik dalam sinema dan mencurigai
adanya intuisi pribadi ketimbang analisa ilmiah
yang dilengkapi data riset teknis dalam mengekspreikan kajian sinema mereka.
Salt berprinsip bahwa
seburukburuknya film yang dibuat seorang filmakermasih ada pelajaran yang bisa
dipetik dan ditelaah oleh para perumus
teori, kritikus ataupun khalayak
pemerhati film. Akan tetapi bila hal tersebut menimpa pada kajian teori cinema, maka bukan
hanya nol besar manfaat yang diterima
namun juga menyesatkan dan berdampak serius bagi perkembangan pola pikir
dan intelektual para calon perumus
kajian film serta masakat luas pada umumnya.
Dengan tujuan untuk
menguak tabir penyesatan serta kesalatafsiran teori teori sinema terdahulu dan
mencerahkan pemikiran ilmiah yang analitikal, Salt berharap teori film praktis
yang dia tawarkan disini dapat mengakomodasi, naik secara kualitas maupun
kuantitas dari evaluasi analisis sinema mulai dari film film klasik masa lalu
hingga kini dan pengaplikasian teorinya dapat dijadikan sebagai parameter untuk
kajian kajian teori film selanjutnya.
Teori Film Amerika
Tahun 1970an merupakan awal kebangkitan peminatan kajian
film dikalangan perguruan tinggi di Amerika, yang disertai oleh penganugerahan
penghargaan pada insan iperfilma, lokakarya/ seminar tahunan serta penerbitan tulisan tulisan tentang film
dan buletin/ jurnal dibeberapa kampus yang tersebar di Amerika.
Dalam beberapa tulisan/
jurnal akademis tentang film, diketemukan
metode/ style yang terlalu rumit
dan berlebihan, namun tidak memberikan dampak positif apapun bagi bagi
perkembangan teori film itu sendiri.
Para penulis akademisi ini
merasa bangga dengan hasil karya mereka dan menganggap tulisan film mereka cukup bagus, hanya karena tulisannya lebih
panjang dan banyak catatan kaki.
Buah tulisan Christian
Metz dan Raymond Bellour diterima dengan
baik dikalangan akademis di Amerika,
namun model/ konsep yang mereka usung
membawa ‘pengaruh buruk’ pada kajian ilmu perfilman Amerika.
Barry Salt mengamati munculnya
usaha baru dalam kajian ilmu perfilman Amerika pada awal 1980-an, yang
dipunggawai oleh David Bordwell dan Kristin Thompson yang mengusung bendera
Neo-Formalis. Sesuai dengan namanya, teori Bordwell dan Thompson ini
terinspirasi dari rumusan formalis Russia tahun 1920an yang dipelopori antara
lain oleh Boris Eikhenbaum, Victor Shklovsky, dan Yuri Tynjanov.
Perumusan Neo-Formalis
oleh Bordwell dan Thompson ini didapatkan melalui riset dan observasi mereka terhadap berbagai macam artikel film serta terjemahan Inggris perihal Formalis Russia yang dipublikasikan pada era
1970-an. Yang mana beberapa artikel analisis film berorientasi Formalis Russia karya Salt
dari tahun 1947 – 1977 yang diterbitkan oleh majalah Sight & Sound dan Film
Quarterly, dapt dipastikan menjadi bahan refernsi mereka dan sedikit banyak
memberikan pengaruh dalam perumusan teori Bordwell-Thompson.
Sebenarnya kolaborasi
antara Bordwell dan Thompson dalam merumuskan kajian sinema sudah cukup
representataif dan agak lebih baik
dibandingkan dengan karya absurd (tidak jelas esensinya) milki Christian Metz, Stephen Heath serta
Raymond Bellour dan lainnya, namun demikian Salt mencatat beberapa
kelemahan yang berdampak langsung pada
ketidak konsistenan teori Neo Formalis yang mereka usung seperti kebanyakan elite akademis Amerika lainnya.
Kelmahan utama Bordwell
–Thompson berpusat pada lemahnya sumber referensi (data riset pendukung teori)
yang berdampak pada kerapuhan argumen argumen mereka sehingga memperbesar
kemungkinan terjadinya salah tafsir bagi para penggiat/ pemerhati kajian
sinema, khususnya di Amerika.
Salt mengklaim bahwa sejumlah metode dasar berikut observasi
teknik sinematik Bordwell-Thompson sedikit banyak merupakan tiruan perumusan
teorinya. Namun Salt menegaskan bahwa metode analisisnya tidak pernah berspekulasi atau berimajinasi bebas dalam
menginterpretasikan kajian sinema, hal ini bertolak belakang dengan
Bordwell-Thompson yang justru mentoleransi hal tersebut.Bordwell- Thompson
bersikeras bahwa teori Neo-Formalis mereka tidak hanya berguna sebagai sebagai
bahan perbandingan interaktif antar ‘the perceiver’ (sineas, kritikus,
penonton) dengan medium film sebagai karya seni, tapi juga berperan penting
sebagai pisau analisis sejarah film.
Yang lebih konyolnya lagi, dalam bab terahir
bukunya ‘Making Meaning’ (Harvard, 1989), David Bordwell telah mengadopsi pilar
pilar pondasi rumusan teori film Salt untuk kemudian diadaptasi kedalam teori Neo-Formalisnya, dan diganti
dengan nama baru yaitu ‘Historical
Poetics’.
Yang membedakan teori
Neo-Formalis Bordwell-Thompson dengan kajian sinematik kontemporer lainnya
adalah pendekatan psikologis mereka.yang berkenaan dengan aspek persepsi (baik sudut pandang filmaker, kritikus film,
elite akademis ataupun penonton) dalam ranah perfilman. Namun Salt
mengungkapkan bahwa bila dicermati dengan seksama makaakan terlihat unsur spekulatif yang mewarnai metode psikologi mereka dalam
usahanya menembus lapisan demi lapisan persepsi sinema. Ditambah lagi
dengan bahan referensi yang mereka gunakan bersumber dari teori teori film
terdahulu yang diragukan kebenaran
esensinya, karena tidak disertai bukti bukti yang konkret dan lengkap.
Barry Salt berpendirian
bahwa ruang lingkup psikologi yang kompleks berikut mekanisme mental forensik
ddalam menelaah analisa persepsi sinematik terlalu rumit untuk diformulasikan
oleh seorang perumus teori akademik biasa seperti Bordwell-Thompson. Lebih
lanjut, Salt menambahkan bahwa untuk dapat mengeksplorasi dan membedah wilayah
psikologi seperti diatas dibutuhkan keahlian khusus seorang ilmuan dengan
background ‘neuroscience’ yang
dipersenjatai dengan data riset dan
observasi-eksperimen yang memenuhi
standard sains.
sumber: Salt,
Barry, Film Style and Technology :
History and Analysis, page 16. London: Starword Publishing, 2003
0 komentar:
Posting Komentar