I.I. Latar Belakang
“
Hal yang paling empiris dalam film adalah style terutama yang berada dalam kendali sutradara”[1]
(Eisentein
dalam mise en shot[2])
Film
style dikenal sebagai teknik film
maker atau sutradara dalam memberi makna atau nilai tertentu dalam filmnya. Hal ini dapat mencakup semua aspek dalam membuat film: sound, mise-en-scene, dialog, sinematografi,
ekspresi, dll. Banyak teknik yang dapat digunakan seiring
majunya teknologi pembuatan film berimplikasi pada tidak pernahnya suatu film
menggunakan satu teknik tunggal.
Namun kondisi historis membatasi
sutradara secara teknis, seperti yang
terjadi pada era film bisu dimana sutradara kesulitan mensinkronkan dialog pada
film hingga ditemukannya teknologi film bersuara pada 1920an. Sebelum tahun 1950an, film hanya hitam putih
kini sutradara memiliki lebih banyak pilihan shoot dalam hitam putih ataupun berwarna.
Otoritas sutradara dalam menentukan
teknik mana yang digunakan menyebabkan style film berbeda. Sependapat dengan
Eisentein, Jhon Gibbs menyatakan bahwa
salah satu yang paling jelas terlihat
dalam style sebuah film adalah mise en
scene yang secara harfiah dijelaskan olehnya sebagai segala sesuatu yang terlihat dalam scene (layar). [3]
Inilah yang menyebabkan film tampak berbeda meski berasal dari satu naskah yang
sama.
Pada perkembangannya penelitian tentang style film menghadirkan klasifikasi style yang menjadi identitas komunal para film maker dari
satu daerah dalam jangka waktu tertentu. Seperti Ekspresionisme Jerman, Neorealisme Italia, dan Montage
di Uni Soviet.
Klasifikasi ini merupakan hasil
penelitian film dengan menggunakan analisis style yang merupakan pendekatan kualitataif, seperti analisis style menggunakan teori semiotika,
naratif, psikoanalisa, dll.
Di Indonesia, setidaknya hingga memasuki tahun 2000an, pendekatan
kualitatif masih mendominasi penelitian film. Padahal, sebagai sebuah disiplin
ilmu analisis/kajian film dapat
menerapkan dua pendekatan penelitian baik kualitatif maupun kuantitatif.
Penelitian
kualitatif dimaksudkan untuk mengungkapkan gejala
atau fenomena secara kontekstual melalui pengumpulan data dari latar alami
dengan memanfaatkan diri peneliti sebagai instrumen kunci.
Karena menempatkan penulis/peneliti sebagai instrumen utama, maka
penelitian kualitatif bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis
dengan pendekatan induktif. Sayangnya hasil penelitian kualitatif tidak dapat
diterapkan secara holistik (menyeluruh) atau tidak dapat digeneralisir untuk
kepentingan penelitian yang lainnya sebab metode ini tidak bertitik
tolak dari sampel.
Kurangnya
minat menggunakan pendekatan kuantitatif dipengaruhi oleh stigma dehumanisasi
yang dilakukan pada metode tersebut. Stigma ini hadir dikarenakan metode
penelitian kuantitatif mereduksi pengalaman-pengalaman manusia kedalam angka-angka statistik semata tanpa melihat keunikan manusia sebagai
individu yang memiliki perbedaan satu sama lain.
Namun
menurut Barry Salt, idealnya penelitian film harus menempatkan film sebagai
mana film adanya. Bukan melakukan manipulasi verbal terhadap hasil penelitian
film tersebut. Hasil penelitian dengan pendekatan kualitatuf
seperti , semiotik, linguistik ataupun
psikoanalisis menurut Barry hanya
menggambarkan dunia sebatas kata-kata sedangkan kata sendiri memiliki banyak
keterbatasan[4]. Kita tentu tidak dapat menyamakan ‘cantik’ di tahun 1980an dan
‘cantik’ di tahun 2000.
Barry juga menolak teori-teori film yang
berkembang ditahun 1960-an yang cenderung melihat film secara kontekstual dan
mencari-cari kaitannya dengan realitas di luar dirinya. Baginya film itu
sendiri merupakan satu realitas.
Ia
juga menganggap teori-teori film yang berkembang saat ini berusaha membongkar
sisi bawah sadar sutradara dalam membuat film seperti ideologi dan psikis sang
sutradara. Baginya analisis style tidak
hadir untuk menghakimi siapa dan apa yang ada dibalik sebuah film sebab style merupakan unsur empiris dalam film
yang dapat dihitung secara matematis dan sistematis tanpa melakukan manipulasi
baik verbal maupun psikis pada hasil akhirnya
Barry juga menyatakan bahwa sesuatu yang
ilmiah haruslah logis (masuk akal), rasional (terukur) dan objektif. Meski
dianggap melakukan dehumanisasi, penelitian film tidaklah semudah sekedar
menonton film lalu memindahkan pengalaman tersebut dengan dukungan teori-teori
manipulatif.
Merujuk pernyataan Eisentein tentang style yang merupakan sesuatu yang paling mudah diidentifikasi dalam film.
Maka Style
film sendiri dapat diukur melalui parameter shot
dimana metode pengukuran style ini
dikenal sebagai stylometry atau lebih akrab disebut Statistical Style Anlysis.
Fungsi dasar statistik adalah mengukur
atau menjumlah data kemudian merepresentasikan data tersebut sebagai aturan
dasar yang bersifat tetap atau final. Dalam analisis style, statistik digunakan
menganalisa atau lebih tepatnya
mengukur-style.
Pendekatan statistik dalam penelitian
film memberikan hasil secara visual
angka-angka yang lebih jelas dan sistematis, dalam hal ini Barry Salt dengan
berani menyebut metode penelitian film dengan pendekatan statistik
merupakan Scientific realism[5]
Statistical
style analysis sendiri secara
spesifik memiliki 3 tujuan standar, yaitu :
1. Menawarkan
analisis style dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.
2. Menghindari
sengketa teks yang berkaitan dengan atribut kepenulisan
3. Untuk
mengidentifikasi kronologis film ketika adegan atau urutan komposisi tidak
jelas atau tidak runut.
Dalam teorinya, Barry merujuk style kepada satu set pola terukur yang signifikan dan
menyimpang dari norma-norma kontekstual.
Ia menggambarkan style seorang
sutradara merupakan parameter formal mereka yang tersistematis dalam filmnya.
Ia kemudian merepresentasekan parameter formal ini ke dalam grafik batang dan
persentase.[6]
Secara umum teori
Barry menggunakan unsur Mise-en-scene dalam hubungannya antara style dan tema
sebuah film. Teori ini juga membantah asumsi bahwa tampilan scene dalam
sebuah film (gerakan kamera, tata cahaya, dll) hanya keperluan estetika
semata.. Simbolisme dalam sebuah adegan menjadi penting, disadari atau tidak
oleh penonton simbolisme ini menjadi pengikat tiap-tiap scene dan
menghubungkannya menjadi suatu cerita yang utuh.
Tujuannya
adalah mengindetifikasi style
individu sutradara dengan mengumpulkan data parameter formal secara sistematis
terutama yang berada dalam kendali langsung sutradara seperti :
• Duration
of the shot (termasuk Average shot length, atau ASL);
• Shot
scale
• Camera movement.
Dalam bukunya Film Style and Technolog, Barry
menyebut bahwa sejarah (historis) dan teknologi merupakan unsur
yang mempengaruhi style dalam film. Tentu kita dapat melihat perbedaan
signifikan terhadap film-film era Stalin dan Bush. Atau pada film-film
beraliran realisme dan ekspresionisme seperti yang dijelaskan sebelumnya.
Namun
secara garis besar teknologi dan taste
sutradara yang paling besar mempengaruhi style
sebuah film. Seperti dalam salah satu penelitian yang dilakukannya dalam
menghitung Average Shot Length (ASL) film-film Otto Preminger yang
dibandingkan dengan film-film Jean Renoir – dimana keduanya merupakan sutradara
film bersuara (1930an).
Hasilnya
ternyata tidak ditemukannya perbedaan signifikan dalam film keduanya. Berbeda
halnya jika film film tersebut dibandingkan dengan film film Eisentein –
sutradara film bisu – maka akan terlihat perbedaan yang jelas, hanya dengan menganalisis rata-rata durasi shot.
Lalu bagaimana bila metode yang
diperkenalkan Barry Salt diimplementasikan ke film-film Indonesia. Setidaknya,
penulis membutuhkan film-film yang
berasal dari era/zaman berbeda agar memudahkan penulis mengidentifikasi film
secara historis dan teknologi yang digunakan.
Selain itu, film-film tersebut merupakan
hasil karya satu sutradara agar memudahkan penulis untuk mengumpulkan parameter
formal yang menjadi data primer yang akan diukur. Untuk itu penulis mengambil
film-film yang disutradarai oleh Chaerul Umam sebagai objek penilitian.
Chaerul Umam sendiri memulai kariernya sebagai sutradara
pada tahun 1975 dengan film perdananya berjudul tiga sekawan. Hingga kini sudah
15 film yang telah ditetaskannya, terakhir film ketika cinta bertasbih I &
II diputar pada tahun 2009 dan 2010, hal ini yang tidak penulis temukan pada
sutradara seangkatan dengannya – tetap berkarya (secara komersil) – paska
perfilman Indonesia dinyatakan mati suri di tahun 1990-an. Untuk itu penulis
mengajukan penelitian ini dengan judul :
“Analisis
Style Chaerul Umam Melalui Pendekatan Statistik Barry Salt”
I.2. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain :
1. Bagaimanakah style Chaerul Umam secara statistik
dalam film-filmnya pada filmnya di tahun
1970-an?
2. Bagaimanakah
style Chaerul Umam secara statistik
dalam film-filmnya pada filmnya di tahun
2000-an?
3. Adakah
perbedaan yang cukup signifikan pada style film Chaerul Umam baik dari mise-en-scene maupun secara statistik di
tahun 1970-an dengan film di tahun 2000-an?
4. Bagaimana
transformasi style Chaerul Umam pada
filmnya.
I.3.
Signifikansi Penelitian
Maraknya penelitian
film dengan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dan subjektif,
membawa penelitian film semakin jauh dari sains/ilmiah. Dimana selama ini sains
dalam film selalu dikaitkan dengan teknologi-teknologi yang digunakan dalam
membuat film yang merupakan disiplin ilmu yang berbeda dengan disiplin analisis/kajian
film seperti fisika dan kimia.
Padahal sebagai disiplin ilmu, analisis/kajian
film seharusnya dapat memberikan sesuatu yang lebih ilmiah, objektif dan
terukur. Penelitian ini merupakan upaya
mengembalikan kajian film sebagai sains murni, bukan sebagai kontruksi
manipulatif yang selalu mangkait-kaitkan konteks film dengan realitas diluar
dirinya yang merupakan hasil pengalaman subjektif peneliti sebelumnya.
Dengan demikian kita
dapat memberikan alternatif lain dalam penelitian film sekaligus menempatkan
bidang kajian film setara dengan disiplin ilmu sains seperti fisika, biologi,
kimia dan mate-matika.
I.4.
Tujuan Penelitian
Dalam
penelitian ini penulis ingin menyajikan style
film Chaerul Umam pada awal kariernya sebagai sutradara sejak
tahun 1970-an. Style ini didapatkan dari pengambilan dan
penghitungan elemen mise-en-scene dalam film sampel yang
penulis ambil pada film pertama dan terakhir yang diproduksi Chaerul Umam.
Selanjutnya
hasil-hasil tersebut akan dipersentasekan untuk lebih lanjut digeneralisir
sebagai style atau karakter film
Chaerul Umam. Perbedaan yang terdapat pada style filmnya dapat disimpulkan
sebagai bagian dari transformasi style
Chaerul Umam selama lebih 30 tahun masa kariernya.
I.5. Metode Penelitian
A. Rancangan penelitian
Untuk
mengetahui style Chaerul Umam dalam
film-filmnya, penulis melakukan penelitian dengan cara mencari literatur
film-film Chairul Umam pada periode tahun 1977-2009. Setelah itu penulis
mengumpulkan artikel-artikel yang membahas tentang film karya Chaerul Umam.
Selanjutnya data-data tersebut tersebut
penulis pisahkan dan mengambil dua judul
masing-masing film yang diproduksi pada awal kariernya ditahun 1970-an dan
produksi terakhirnya di tahun 2000-an sebagai bahan/sampel yang akan penulis
bongkar dan sesuaikan dengan hipotesa yang telah terkumpul.
B. Subjek Penelitian
(Populasi dan Sampel)
Populasi merupakan keseluruh elemen, atau unit elementer,
atau unit penelitian, atau unit analisis yang memiliki karakteristik tertentu
yang dijadikan sebagai objek penelitian. Pengertian populasi tidak hanya
berkenaan dengan ”siapa” tetapi juga berkenaan dengan apa. Istilah elemen, unit elementer, unit penelitian, atau
unit analisis yang terdapat pada
batasan populasi di atas merujuk pada ”siapa” yang akan diteliti atau unit di mana
pengukuran dan inferensi akan dilakukan
(individu, kelompok, atau organisasi), sedang penggunaan kata karakteristik merujuk pada ”apa” yang
akan diteliti. ”Apa” yang diteliti tidak hanya merujuk pada isi, yaitu ”data apa” tetapi juga merujuk pada cakupan (scope)
dan juga waktu.[7]
Berdasarkan
penelusuran telah dilakukan, dalam Katalog Film indonesia 1926-2005 penulis menemukan
13 film karya Chaerul Umam yang dibuat pada periode 1970-1980an. Penulis juga
menemukan 2 film yang diproduksi periode tahun 1990-2000an jadi total film Chaerul
yang telah diproduksi adalah 15 film. Maka 15 film ini selanjutnya akan disebut
sebagai populasi dalam penelitian ini. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah :
1. Tiga
Sekawan (1975)
2. Al
Kautsar (1977)
3. Cinta
Putih {1977)
4. Sepasang
Merpati (1979)
5. Fatahillah
(1997)
6. Titian
Serambut Dibelah Tujuh (1982)
7. Hati
yang Perawan (1984)
8. Kejarlah
Daku Kau Kutangkap (1986)
9. Bintang
Kejora (1986)
10. Joe
Turun ke Desa (1989)
11. Nada
dan Dakwah (1992)
12. Ramadhan
dan Ramona (1992)
13. Keluarga
Markum
14. Ketika
Cinta Bertasbih I (2009)
15. Ketika
Cinta Bertasbih II (2010)
Selanjutnya,
dari ke-15 populasi yang telah ditemukan selanjutnya penulis menentukan sampel
yang akan digunakan sebagai objek penelitian yaitu film yang memiliki rentang masa
terjauh yaitu Al Kautsar (1977) dan Ketika Cinta Bertasbih II (2009).
Kedua
film tersebut juga menggunakan teknologi yang berbeda, dimana Al Kautsar masih
menggunakan kamera celluloid sementara Ketika Cinta Bertasbih sudah
menggunakan teknologi digital. Hal ini menurut asumsi awal penulis akan memberi
efek yang cukup signifikan terhadap film-film yang dihasilkannya.
C. Pengumpulan Data
Penelitian
ini akan memakan waktu sekitar empat
hingga enam bulan untuk
merampungkan data serta menganalisis data-data yang telah dikumpulkan.
D.
Analisis Data
Adapun
analisis data yang digunakan akan menggunakan Statistical Style Analysis yang diperkenalkan oleh Barry salt. Ide dasar dibalik
metode ini adalah analisis gaya statistik, bahwa
setiap bentuk film terasa berbeda dari
satu ke yang lain, metode semacam
ini memberikan berbagai dinamika variabel yang berfungsi untuk mendeteksi atau membuktikan apakah
konsep yang ada dalam pembuat film benar-benar dituangkan kedalam filmnya.
Artinya semua bentuk didalam film adalah design.
Selain
hal tersebut metode ini bertujuan sebagai komparasi terhadap satu film dengan
film lainnya. Menurutnya, film tidak hanya terpaku pada persoalan naratif, karena ada bagian-bagian yang jelas lebih
konkrit yang bisa dijadikan ‘barang bukti’ untuk menginterpretasikan sebuah
pemahaman akan makna film.
1.6. Sistematika Penulisan
Skripsi
ini akan ditulis dengan sistematika sebagai berikut:
-
Judul
Skripsi
-
Lembar
Pengesahan
-
Prakata
-
Daftar
Isi
BAB I. PENDAHULUAN
Bab
ini berisi latar belakang persoalan, rumusan masalah, signifikansi, tujuan,
metode penelitian dan sistematika penelitian. Dalam bab ini pula dibahas
tentang informasi-informasi dasar tentang Statistical style analysis serta objek penelitian yang diambil dalam
skripsi ini.
BAB II. BIOGRAFI BARRY
SALT & CHAERUL UMAM
Bab
ini akan membahas tentang biografi Barry Salt sebagai orang yang memperkenalkan
metode penelitan yang akan digunakan dalam skripsi ini. Bab ini juga membahas
tentang latar belakang Chaerul Umam dan secara historis elemen-elemen apa saja
yang kemungkinan mempengaruhi style dalam film-filmnya.
BAB III. ANALIS
STYLE FILM CHAERUL UMAM
Bab
ini akan berkonsentrasi pada analisis style
film-film Chaerul Umam melalui unsur-unsur Mise-en-scene antara lain Shot Length, Komposisi,
Camera Movement, dan Durasi masing-masing film sampel.
BAB IV. STYLE FILM
CHAERUL UMAM
Bab
ini akan membahas lebih lanjut hasil-hasil analisis bab sebelumnya serta
melakukan interpretasi terhadap data-data yang telah dihasilkan dari penelitian
sebelumnya.
BAB V. KESIMPULAN
Kesimpulan
akan berisi hal-hal yang dianggap penting yang telah menjadi hasil dari
penelitian ini. Selain itu, bab ini juga
akan mencakup pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab melalui penelitian yang
dilakukan dan yang akan menjadi sarana bagi penelitian-penelitian baru dimasa
yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Salt,
Barry, Film Style and Technology :
History and Analysis, London: Starword Publishing, 2003
Salt, Barry, Moving Into Pictures. London :
Starword Publishing, 2006
Thomas Elsaesser & Warren Buckland, Studying Contemporary American Film,
London : rnoldpublishers, 2002
Kristanto,
JB, Katalog Film Indonesia 1926-2005,
Jakarta : Penerbit Nalar, 2005
David
Bordwell & Kristin thompson, Film Art : An Introduction. Mc Graw-Hill: 1993
Fourth edition.
Salim,
Agus, Teori dan Paradigma Penelitian
Sosial, Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006
Gibbs,
John. Mise-en-scène. United Kingdom: Wallflower Press, 2002.
Arikunto,
Suharsimi, Manajemen Penelitian, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2009
Bungin,
Burhan, Metodologi Penelitian
Kuantitatif, Jakarta : Kencana,2010
Surakhmad, Winarno, Dasar dan Teknik Research; Pengantar Metodologi Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1978
Jurnal ‘Jejak
Film Bihari’, Bandung : PPDP-FFI 2008
Biran, H. Misbach Yusa, Apa-Siapa Orang Film Indonesia, Jakarta : Depertemen Penerangan
Republik Indonesia & Sinematek, 1979
Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga,
Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional & Balai Pustaka, 2005
[1] Studying Contemporary
American Film, 2002
[2] mise en shot merujuk pada ‘kekhasan’ yang berkaitan dengan mise en scene dalam sinematografi
[3] John Gibbs. Mise-en-scène.
United Kingdom: Wallflower Press, 2002.
[4] Film Style and Technology : History and Analysis, Barry Salt,
London: Starword Publishing, 2003
[5]
Scientific realism merujuk pada
pengertian Stanley Kubric; sesuatu yang di dalamnya benar-benar terdapat
sesuatu yang bisa diteliti/diukur.
[6] Thomas Elsaesser & Warren Buckland. Studying
Contemporary American Film. Oxford University Press Inc : 2002
[7] Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Jakarta : Kencana,2010
0 komentar:
Posting Komentar