Teori Film
Rabu, 04 November 2009
‘Authorship-Auteur’.(historian)
Authorship merupakan ‘teori cinema’ yang telah lama dikenal dan berkembang, teori ini semakin berkembang sebagai aktualisasi dan tanggapan terhadap film, Hollywood, dan sinema dunia selama kurang dari 7 dekade. belakangan ini, sehingga dirasakan perlu adanya kontekstualisasi atas berbagai wacana yang berkenaaan dengan institusi yang mendukung konsep tersebut. Dalam pelaksanaannya, kajian ilmiah tentang Authorship menitikberatkan tentang pentingnya seorang sutradara dalam menyalurkan kreatifitas seni serta visinya pada penciptaan sebuah karya film.
Dalam film kritik pada era tahun 1950-an, berkembang teori Auteur menyatakan bahwa sutradara film harus mencerminkan bahwa visi kreatif pribadi, ia adalah sosok primer Auteur dalam film, dan hukum Auteur mengisyaratkan bahwa kreator film/sutradara merupakan seniman dari karya film. Karena dalam beberapa kasus (Hollywood), produser film yang dianggap sebagai Auteur untuk film-film yang telah mereka karyakan Di bawah ‘hukum’ Uni Eropa, sutradara film akan selalu dianggap sebagai penulis atau salah satu penulis dari sebuah film, dan inilah yang berupaya diperjuangkan oleh para filmaker dan kritikus New Wave Prancis.
Teori Auteur memiliki dampak yang besar pada kritik film sejak dirintis tahun 1954 oleh tokoh French New Wave, François Truffaut seorang sutradara dan kritikus film mengemukakan, "Auteurism" adalah metode analisis film berdasarkan karakteristik seorang sutradara film yang membuat dia diposisikan sebagai seorang auteur. Teori auteur ini menarik bagi para cinephilia-penggemar film yang menulis untuk Cahiers du Cinema dan berpendapat bahwa film harus mencerminkan visi pribadi sutradara. Seperti studi kasus mereka dalam mengkampanyekan para sutradara film seperti Howard Hawks, Alfred Hitchcock dan Jean Renoir sebagai absolut 'auteurs' pada film film mereka. Baik Auteur dan Auteurism teori, metode analisis film sering dikaitkan dengan cara berfikir para kritikus New Wave dibawah label majalah film terkemuka Prancis. Elemen kunci lain pengertian dan gagasan dari teori Auteur datang dari Alexandre Astruc melalui camera-Stylo atau "kamera-pena", 1948, yang mengemukakan bahwa sutradara harus memegang kamera mereka seperti para penulis menggunakan pena mereka, seperti pelukis menggunakan kuasnya dan tidak perlu merasa terhalangi oleh ‘cerita cerita tradisional’.Truffaut dan para anggota Cahiers mengakui bahwa pembuatan film adalah proses industri. Namun, mereka mengusung sebuah ide untuk memperjuangkan bahwa: sutradara harus tetap menggunakan perangkat komersial seperti seorang penulis menggunakan pena dan melalui mise en scène, adalah tools dalam menjajaki visi pada karya mereka. Meskipun mereka mengakui bahwa tidak semua sutradara mencapai status ideal ini, dan mereka tetap menghargai pekerjaan para sutradara yang menuju ke arah ini.
Kritikus film dan para analisis kerap kali menggunakan prinsip Authorship dalam tulisannya yang mendaulat kewenangan kreatifitas dan esensi artistic sinema dalam system industry Hollywood. Batasan batasan teoritis dari prinsip ini tak terelakkan lagi bersinggungan dengan sukses komersil sebuah karya film, yang mana proses pelaksanaannya akan timbul berbagai macam benturan benturan sosila politis. Sejarah tentang konseptualisasi Authorship menurut garis besarnya merujuk pada tiga periode fase penulisan teori dan kritik dunia Barat sejak tahun 1950-an, yang antara lain meliputi:
1. Analisa tekstual yang terfokus secara estetika berusaha mendeskripsikan hasil karya hingga tahun 1970-an.
2. Aliran impresionis dan empiris tercakup dalam kajian film pertengahan tahun 1970an
3. Pergerakan film pada pertengahan 80-an mencakup lembaga lembaga produksi dan sirkulasi, dan terkadang kebudayaan serta kehidupan masarakatnya memegang peranan penting dalam tekstur produksi sebuah film.
Analisa tekstual
Empat prinsip jenis karya Authorship dapat dihubungkan dengan analisa tekstur yang diantaranya mencakup: proto-auteurism, auteurism, auteur-structuralism, author as instance of politics. Menurut salah seorang penggagas sinema, Foucault, aktifitas rutin Authorship dalam menjalankan proses kratif serta visinya seringkali bersebrangan dengan asas tematik dan estetik yang telah tertanam pada bentuk feodal komersialism, sehingga penggunaan rasionalitas yang evaluative sebaiknya dapat dikembangkan untuk dapat mencapai keseimbangan antara kebebasan artistic dan kewajiban kapitalisme. Situasi dilematis ini secara tidak langsung melahirkan wacana wacana baru yang berkisar antara strukturalisme, psikoanalisa, serta kajian budaya.
1. Proto Auteurism
Cikal bakal teori ‘auteurism’ ini pertama kali muncul secara sporadis pada berbagai tulisan kritik film Eropa sejak tahun 1920-an. Namun gerakan sinematik awal ini tidak bermuatan unsure sistematik dan polemic yang mutlak dimiliki sutradara auteur, dan hanya berfokus pada sutradara yang secara teori (diatas kertas) memiliki kebebasan kreatif dibanding yang lainnya dalam system studio Hollywood klasik, seperti: Chaplin, Griffith, Eriv von Stroheim, King Vidor, Orson Welles, John Ford, Eisenstein, Pudovkin, Abel Gance dan Marcel Carne. Intinya, gerakan perintis ini merupakan perpindahan rasionalitas kajian Authorship kedalam bentuk lain proses kreatif artistic lainnya, seperti yang disimbolkan oleh Alexandre Astruc dalam karyanya ‘camera-pen’ (1948). Elemen kunci lain pengertian dan gagasan dari teori Auteur datang dari Alexandre Astruc melalui camera-Stylo atau "kamera-pena", yang mengemukakan bahwa sutradara harus memegang kamera mereka seperti para penulis menggunakan pena mereka, seperti pelukis menggunakan kuasnya dan tidak perlu merasa terhalangi oleh ‘cerita cerita tradisional’.
Konsep Proto-Auteurism ini berkembang di Prancis, Uni Soviet, dan Inggris sejak tahun 1920-an hingga kini. Hal ini dimungkinkan terjadi oleh benih semangat kemerdekaan berekspressi diizinkan untuk tumbuh dan berkembang, sehingga sector industry film, aktifitas seni teatrikal, beserta diskusi bedah estetika dapat leluasa menunjukkan geliat kreatifitasnya.
Situasi progresif di Eropa ini kontras berlainan dengan yang berlangsung di Hollywood, sekitar tahun 1930-an hingga pertengahan tahun 1950, dimana peran otoriter dan kapitalis produser dalam system studio klasik sangat mendominasi dan terkesan mengekang kebebasan kreatif sang sutradara dalam menampilkan konsistensi style, tema dan visinya kepada public sinema.
2. Auteurism
Pada awal tahun 1950-an, para pemerhati film dan kritikus sinema, seperti Rivette, Godard, Truffaut, beserta yang lian sepakat untuk menentang konsep ‘psychological realism’ yang saat itu dianut oleh industry sinema Prancis yang sangat bergantung pada naskah scenario. Gerakan pelopor ‘French New Wave’ ini bernaung dibawah bendera majalah film di Prancis ‘Cahiers du Cinema’ dan pada prosesnya melahirkan beberapa sutradara ‘unorthodox’ yang mampu meniupkan ruh perubahan sinema Prancis yang pada saat tersebut terkesan memberhalakan kaum aristocrat atau ‘monarchy’ .
Teori ‘Auterism’ menjadi elemen dasar terbentuknya ‘French Nouvelle Vague’ yang lambat laun mulai terasimilasi/berbaur dan diadopsi oleh sutradara Hollywood pada akhir tahun 1960-an, seperti Robert Altman, Arthur Penn, Martin Scorsese, Woody Allen.
Dalam film kritik pada era tahun 1950-an, teori Auteur berkembang, menyatakan bahwa sutradara film harus mencerminkan bahwa visi kreatif pribadi, ia adalah sosok primer Auteur dalam film, dan hukum Auteur: mengisyaratkan bahwa kreator film/sutradara merupakan seniman dari karya film. Karena dalam beberapa kasus, produser film lah yang dianggap sebagai Auteur untuk film-film yang telah mereka karyakan Di bawah ‘hukum’ Uni Eropa, sutradara film akan selalu dianggap sebagai penulis atau salah satu penulis dari sebuah film, dan inilah yang berupaya diperjuangkan oleh para filmaker dan kritikus seperti New Wave Prancis.
Teori Auteur memiliki dampak yang besar pada kritik film sejak dirintis tahun 1954 oleh tokoh French New Wave, François Truffaut seorang sutradara dan kritikus film. "Auteurism" adalah metode analisis film berdasarkan karakteristik seorang sutradara film yang membuat dia diposisikan sebagai seorang auteur. Baik Auteur dan Auteurism teori dan metode analisis film sering dikaitkan dengan cara berfikir para kritikus New Wave dibawah label majalah film terkemuka Prancis.
Teori auteur ini menarik bagi para cinephilia-penggemar film yang menulis untuk Cahiers du Cinema dan berpendapat bahwa film harus mencerminkan visi pribadi sutradara. Seperti studi kasus mereka dalam mengkampanyekan para sutradara film seperti Howard Hawks, Alfred Hitchcock dan Jean Renoir sebagai absolut 'auteurs' pada film film mereka. Ada tiga factor muasal terjadinya proses adaptasi konsep ‘auteurism’ ini kedalam Hollywood.
Pertama, import film Eropa kedalam industry film Amerika telah merangsang pertumbuhan paham baru tentang unsure estetika sinema yang lebih menjunjung tinggi kebebasan artistic sang sutradara(auteurism).
Kedua, diakuinya hasil karya beberapa sutradara ‘auteur’ yang mencerminkan kegelisahan sosio-politik saat itu.
Ketiga, adalah factor dimana gagalnya system studio klasik Hollywood yang berdampak pada krisis dipertengahan tahun 1960, sehingga memeberikan peluang bagi masuknya konsep ‘auteurism’ ini ke sinema Amerika/Hollywood.
3. ‘Auteur structuralism’
Konsep ini mulai berkembang dari kaum intelktual sayap kiri di London di akhir tahun 1960, yang kemudian mulai merambah secara akademis kedalam kajian teori Eropa, dan dari hal tersebut muncul etos kerja dan budaya yang dipelihara oleh ‘The British Film Institute’s Education Departement’ yang mana analisa serta kajian film lebih serius di pelajari. Konsep ‘Auteur structuralism’ mengupas tentang pentingnya peran analisa teori dalam bedah struktur dan karakteristik sebuah film. Menurut Nowell-Smith dalam bukunya tentang Luchino Visconti yang merupakan contoh awal tentang konsep ‘auteur structuralism’: tujuan dari sebuah kritik antara lain adalah untuk mencari benang merah dari sekian banyak pola dan motif yang terkesan remeh, superficial, namun dengan penelitian secara seksama akan muncul struktur serta konsistensi yang menjadi karakter atau cirikhas seorang ‘auteur’.
4. Authorship sebagai symbol politik ataupun kesenangan.
Berakhirnya revolusi telah mewariskan spekulasi intelektual berkenaan dengan gagalnya menyingkirkan paham capitalism yang diadopsi oleh Prancis. Kejadian ini menyebabkan factor ‘urgency’ atas ideology yang selama ini berperan aktif dalam membantu beberapa elite politik dalam menjalankan roda kekuasaan. Tokoh politik Jean louis Commoli dan Jean Narboni (1969) mengkategorikan film berdasarkan atas: keefektifan politiknya dalam menyebarkan atau menentang ideology yang berkuasa saati itu. Dinamika antar hubungan naskah scenario dengan subjek teori ini memiliki daya tarik tersendiri yang mendeskontruksi atau merancang ulang posisi sang pengarang ‘Author’ dalam ranah social politik.
Dalam esai François Truffaut 1954, "Une certaine tendance du cinéma français" ("a certain tendency in French cinema"), Truffaut mengistilahkan "la politique des auteurs", sebagai studi kasus, Ia menegaskan bahwa yang terburuk dari film-film Jean Renoir akan selalu menjadi lebih menarik daripada film film terbaik Jean Delannoy's. "Politique" mungkin sangat baik diterjemahkan sebagai "kebijakan" atau "program"; ini keputusan yang melibatkan kesadaran untuk melihat, mencermati film dan menghargai mereka dengan cara tertentu. Truffaut dengan provokatif mengatakan bahwa ‘tidak ada istilah film baik dan film buruk, yang ada adalah sutradara yang baik dan yang buruk’. Lebih jauh Truffaut menilai banyak dari karya karya besar sastra Prancis yang dianggap membahayakan, oleh karena terlalu mendukung kepentingan topik politik tertentu. Dalam artikelnya ia mengutip sutradara Claude Autant-Lara yang menggambarkan Raymond Radiguet's dalam Devil in the Flesh sebagai anti perang.
Istilah auteur digambarkan oleh Truffaut mengaplikasi sutradara seperti Jean Renoir, Max Ophuls, Jacques Becker, Jacques Tati, dan Robert Bresson memiliki gaya yang berbeda begitu pula dalam menulis skenario atau men-treat skenario kedalam film, bukan adaptasi sastra, dan Truffaut tidaknyaman dengan pepatah bahwa setiap film adalah proses adaptasi menangkap semangat dari sebuah novel.Pada periode ini, sebagian besar tulisan Truffaut, dan rekan-rekannya di majalah kritik film Cahiers du Cinema, dirancang untuk membangkitkan kembali sinema Perancis pasca-perang, terutama dalam melihat film-film beranggaran dari cinéma de qualité ("quality films"). Truffaut's merasa ‘jijik’ dengan film film seperti ini, ia mengistilahkannya sebagai sinema kuno. Kolot, virus, atau Cinéma de papa ("Dad bioskop"). Selama pendudukan Nazi, pemerintah Vichy tidak mengijinkan beredarnya film film AS seperti The Maltese Falcon dan Citizen Kane. Dan ketika para kritikus film Perancis akhirnya bisa melihat film-film Amerika tahun 1940-an hingga 1946 ini, mereka langsung terkesima, dan sangat kontas dengan Cinéma de papa yang lahir dinegeri mereka sendiri.
5. Author as effect of the text
Konsep ‘author’ ini tak terlepas dari peran seorang filsuf yang juga pakar semiotic Roland Barthes, yang tulisannya diterjemahkan oleh Stephen Heath. Barthes mengungkapkan pendapatnya bahwa seorang ‘Author’ akan semakin teruji kualitasnya dalam melaksanakan idealism dan visinya apabila ia mampu keluar dari tekanan psikologis dan memposisikan dirinya sebagai objek langsung dari sebuah hasil karya teks atau kajian teori. Dan bertolak belakang dengan norma yang berlaku (sutradara sebagai auteur), Barthes justru mengkampanyekan posisi penonton dalam film (inverting the norm, Barthes Pronounces the birth of the reader at the expense of the death of the author. ‘1968’), dan sutradara dianggap ‘ telah mati’ ketika film menjadi suguhan atau tintonan. Hal ini merujuk pada pemahaman linguistic Saussure dimana tanda dan penanda yang membentuk arti yang kemudian akan diartikan oleh pembacanya-penonton.
6. Author as author-name.
Walaupun menuruti keinginan Barthes dalam merubah gagasan awal, Foucault menolak bersepakat dengannya tentang kegembiraan yang semu. Fokus Foucault berkisar antara hubungan kekuasaan dan proses kreatif author. Ia berpendapat bahwa seorang pengarang-author berfungsi sebagai komunikator sebuah wacana teks dan penggunaan identitas diri dalam karyanya dapat dianggap sebagai symbol eksistensi individual. Teknik jurnalistik seringkali mengadosi konsep ini dikarenakan adanya pembagian unsure ‘author’ yang kompleks dan individual, sehingga analisa sejarah dan track record sang sutradara juga menjadi pertimbangan dalam konsep theory ‘Author as author-name’ yang kritis dan bersirkulasi komersil. Sebagai contoh Film dari Jane Campion tentu berbeda dengan film film Quentin Tarantino. Dengan melihat aspek aspek tersebut auteur hanyalah aplikasi nama dibalik setiap karya.
7. Author sebagai subjek social
Penitikberatan pada factor subjektifitas social seorang author biasanya dapat dideteksi dari penulisan teks film yang berbuntut pada kualifikasi ‘auteurism’. Menurut Nowell-Smith, seperangkat konsep, gagasan, struktur maupun formasi ideologis merupakan syarat mutlak yang mesti dimiliki dalam sebuah kajian teori. Refleksi kegelisahan seorang author atas gejala social politik ditempat dia berada tentunya dapat mengakibatkan polemic tertentu yang berujung pada terbentuknya pada peleburan dua visi yang bertolak belakang secara bertahap.
Auteur teori yang digunakan oleh para sutradara New Wave menjadi gerakan sinema Perancis pada 1960-an sebagai sebuah pembenaran (banyak di antaranya yang juga kritikus di Cahiers du Cinema). Salah satu ironi dari teori Auteur pada saat Truffaut sedang menulis kritik tentang periode ketidak pastian dan konservatisme pada Sistem Studio Hollywood pada tahun 1950-an Impact dari teori auteur telah merambah.
Ditahun 1960-an, penggunaan bahasa Inggris lebih sering digunakan dalam kritik "Auteur theory" dan menjadi wacana baru dalam perfilman dunia. Di Inggris, jurnal Movie mengadopsi Auteurism, sementara di Amerika Serikat, Andrew Sarris dalam esai "Notes on the Auteur Theory in 1962", mengemukakan bahwa istilah ‘auteur’ haruslah jelas oleh karena istilah istilah dalam teori ‘auteur’ menggunakan half-French and half-English term,jadi perlu adanya klarifikasi yang original tentang ‘auteur’ sehingga tidak ada kerancuan klarifikasi.
Menurut Sarris, ‘auteur theory’ merujuk pada seorang sutradara harus memiliki kompetensi teknis baik dalam mengeksplorasi teknik tersebut, gaya pribadi seorang sutradara dalam hal bagaimana film tersebut dibentuk, terlihat dan terasa, dan memiliki interior makna-interior meaning (meskipun banyak dari kriteria yang diungkapkan Sarris mengenai ‘auterist’ itu menjadi samar). Dari dasawarsa ini pula Sarris menerbitkan The American Cinema: Directors and Directions, 1929–1968, yang kemudian menjadi kitab Auteurism, meskipun beberapa kalangan menyebutnya the unofficial bible of Auteurism (‘Kitab Auteurism tidak resmi’).
8. Author dalam system produksi.
Apabila bentuk bentuk sebelumnya sang pengarang-author ditempatkan dalam posisi yang berkaitan dengan masarakat dan kebudayaan, maka bentuk yang satu ini menghubungkan kinerja author dengan system produksi. Dalam konsep sejarah materialism ini, sang author dituntut untuk bisa bekerja dalam lingkungan industry yang terkadang bersifat membatasi dengan telaah yang lebih mendalam terhadap aspek estetik yang dimilik oleh ‘Author’.
Para kritikus-Auteurist seperti: Truffaut, Jean-Luc Godard, Claude Chabrol, Éric Rohmer-terus menerus mengikrarkan auteur, menulis kritik terhadap sutradara, produser, dsb. tentunya pada redaksi mereka sendiri, Cahiers du Cinema. Hal ini menyebabkan berkembangnya apresiasi yang cerdas tentang ‘auteur theory’ itu sendiri. Reaksi pun bermunculan, ada yang respect dan adapula yang sebaliknya, seperti reaksi William Goldman dalam menanggapi auteurism (What’s the punchline?). Dan pada 1960-an, beberapa kritikus film ‘Auteur teori-French New Wave’ mulai fokus mengkritik akan peran authorial sutradara. Pauline Kael dan Sarris dikritik habis habisan (feuded) di halaman The New Yorker dan berbagai majalah film, dalam review Kael tentang Citizen Kane, contoh film klasik sebagai model ‘Auteur’, ia menunjukkan bagaimana kekuatan co-writer Herman J. Mankiewicz dan cinematographer Gregg Toland, yang menjadikan film tersebut menjadi sesuatu yang khas. Inilah salah satu alasan backlash (kritik yang tidak menyenangkan), bagi Truffaut ini adalah aspek kolaboratifitas dari syuting film, dengan mengistimewakan ‘teori auteur’ tentang peran sutradara menjadi lebih penting daripada film itu sendiri. Penulis skenario kenamaan seperti Ernest Lehman, Nicholas Kazan, Robert Riskin, dan William Goldman, secara terbuka menolak keras gagasan bahwa sutradara lebih authorial dari skenario, sementara sejarawan film Aljean Harmetz, menilainya pada kreatifitas dari produser dan eksekutif studio Hollywood klasik, Harmetz berpendapat bahwa Auteur Theory "collapses against the reality of the studio system, (runtuh terhadap realitas sistem studio).
9. Author as gendered
Feminisme bisa dikatakan sebagai konsep paling berpengaruh pada teori film semenjak dua decade terahir dimana institusi film serta subjek social menjadi focus utama. Kaum feminis membawa dampak yang signifikan bagi produksi sinema independen dibanding Hollywood. Sistem ‘patriarki/male egotism’ dalam industry film Hollywood telah menjadi monopoli dan inilah yang menyebabkan landasan bagi kaum feminism untuk menentang kebijaksanaan ini.
10. Analisa sejarah ‘Authorship’.
Konsep ‘author sebagai nama’ telah membuka kemungkinan atas gagasan pemikiran ‘authorship’ dalam kaitannya dengan sejarah dan budaya. Sejak tahun 1970 kondisi konsep ‘authorship’ telah mengalamii perubahan total. Berangkat dari suksesnya konsep ‘auteurism’ dan penyerapan konsep tersebut dalam industry Hollywood, teori ‘authorship’ lambat laun mulai meraih nilai komersil, sehingga mengorbitkan beberapa sutradara menjadi ‘cult personality’ di era 1970-an, seperti Coppola, George Lucas. Kontribusi media dalam melambungkan nama nama mereka cukup besar (TV review, interview profile, majalah, iklan maupun sponsor), sehingga sulit dihindari terjadinya modifikasi budaya sebagai paket marketing dipasar global.
Kesimpulan.
Konsep ‘Authorship’ merupakan bukti perkembangan sejarah cinema dalam persfektif menganalisa sinema dan para senimannya, oleh karena setiap karya memiliki seniman. Polemik ‘siapa’ seniman film menjadi pembahasan dan wacana baru di era tersebut, oleh karena kompleksifitas dan kolektifitas sistem dalam cinema. Sistem Studio Hollywood menjadikan para eksekutif dan produser sebagai senimannya, tradisi kuat bahwa penulis/karya sastra adalah kekuatan dari film mempertanyakan hal ini, New Wave Prancis muncul dan mengkampanyekan sutradara sebagai seniman tunggal dalam film. Dan gagasan gagasan ini terus berkembang hingga saat ini.
Mengapa gagasan tentang ‘Authorship’ demikian kuat bertahan hingga kini? Hal ini antara lain disebabkan oleh adanya keterkaitan budaya yang demikian tertanam dalam kajian kajian mengenai teori film-perfilman. Dengan kian surutnya alternative sosialis dari masarakat konsumen, individu author dapat menikmati kebebasan berkreasisecara leluasa. Intinya, perpaduan antara kemerdekaan artistic serta estetika seorang author dengan kewajiban komersilnya dalam industri perfilman sekiranya mampu menawarkan gejolak revolusioner atas ketergantungan norma norma social budaya pada kekuasaan otoriter suatu system (otoriter system studio ataupun institusi pemerintahan).
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Salam...
BalasHapusMau nanya nih Film apa saja yang membicarakan konsep Auteur dalam 10 tahun terakhir?
terimakasih...
film2 Tim Burton... woody Allen stradara tua yg masih eksis... and Tarantino.. kalau Indonesia, film2nya Edwin sangat kental. klo yg lain belum brani nyebut.. tx,
BalasHapusada rujukan buku ttg teori auter?
BalasHapus