CINTA = Cindolo na Tape...
Teori Film
Selasa, 24 November 2009
Cinta sama dengan Cindolo na Tape
Senin, 23 November 2009
Resume BAB 1-6. BUKU REMAPPING WORLD CINEMA
Referensi
Chaudhuri Shohini, Contemporary World Cinema, Edinburgh University Press, hal 1-12. (bab Introduction)
Persepsi yang mengatakan bahwa Hollywood merupakan titik episentrum dari kancah perfilman dunia mungkin dapat dibenarkan bila hal ini ditinjau dari sudut pandang Imprialisme, dan komersial. Pengaruh lintas budaya Amerika terhadap ‘world cinema’ melalui dominasi ekonomi dan sosio-kulturnya menyebabkan Hollywood menjelma menjadi kiblat perfilman dunia. Pesatnya arus globalisasi serta kemajuan teknologi dalam industri perfilman kian mempertajam dampak Amerikanisme kedalam sendi sendi infrastruktur ‘world cinema’ yang meliputi dataran Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Amerika Latin. Namun seiring berjalannya waktu, industri perfilmana non-Hollywood ini mampu berkembang menciptakan identitas tersendiridan mempunyai ciri khas eksotisme yang tidak dimiliki film film Hollywood.
Rabu, 18 November 2009
Embodying virtue a Buddhist perspective
Resume ‘Embodying virtue a Buddhist perspective’. Lecturer : Bang Matius Ali.
Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan modern, itu adalah ajaran Buddha.” (Albert Einstein, 1939).
Kecenderungan dunia seni cenderung bertolak belakang dengan pemikiran ‘agama, ketuhanan’ pada umumnya, karena adanya dogma dogma dalam agama yang mengabsolutkan, menabukan bahwa (sesuatu yang relative tidak akan mungkin melebihi sesuatu yang absolute) ‘dunia tuhan’ tak akan pernah mampu dipecahkan oleh pemikiran manusia, sedangkan dalam seni, cenderung berfikir untuk menjadikan seorang pencipta karena adanya dunia ide-pikiran dalam jiwa manusia yang dinilai sebagai konsep ide yang absolut dan sangat diistimewakan para seniman, untuk bagaimana mengembangkan ide dan pemikiran dari realitas menjadi sebuah bentuk yang rasional. Lebih jauh pemikiran essensialism-modernlah yang terkesan membaurkan nilai absolute dan relative kedalam konteks yang sama, menerapkan konsep agama dalam konteks rasionalitas, sehingga ajaran ataupun agama yang tidak memiliki konsep ketuhanan dianggap salah.
Hal diatas ini bukan merupakan ketentuan benar atau salah, tetapi bagaimana kita menempatkan teks-ide (relative dan absolute) sesuai dengan konteksnya.
Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmu pengetahuan modern, itu adalah ajaran Buddha.” (Albert Einstein, 1939).
Kecenderungan dunia seni cenderung bertolak belakang dengan pemikiran ‘agama, ketuhanan’ pada umumnya, karena adanya dogma dogma dalam agama yang mengabsolutkan, menabukan bahwa (sesuatu yang relative tidak akan mungkin melebihi sesuatu yang absolute) ‘dunia tuhan’ tak akan pernah mampu dipecahkan oleh pemikiran manusia, sedangkan dalam seni, cenderung berfikir untuk menjadikan seorang pencipta karena adanya dunia ide-pikiran dalam jiwa manusia yang dinilai sebagai konsep ide yang absolut dan sangat diistimewakan para seniman, untuk bagaimana mengembangkan ide dan pemikiran dari realitas menjadi sebuah bentuk yang rasional. Lebih jauh pemikiran essensialism-modernlah yang terkesan membaurkan nilai absolute dan relative kedalam konteks yang sama, menerapkan konsep agama dalam konteks rasionalitas, sehingga ajaran ataupun agama yang tidak memiliki konsep ketuhanan dianggap salah.
Hal diatas ini bukan merupakan ketentuan benar atau salah, tetapi bagaimana kita menempatkan teks-ide (relative dan absolute) sesuai dengan konteksnya.
Selasa, 17 November 2009
‘Identity’ of Middle Eastern
Dalam dekade terakhir, studi penelitian Timur Tengah dan reset karya-karya yang dihasilkan berfokus pada dampak masa lalu kolonial di internal dan eksternal politik, sosial, budaya, dan keadaan ekonomi negara-negara Timur Tengah kontemporer. Sebuah studi fokus khusus adalah masalah wacana Barat tentang Timur Tengah, tentang adanya atau kurangnya pembentukan identitas nasional. Sebagian besar negara-negara di Timur Tengah mengalami masalah-masalah mendasar di atas identitas nasional mereka. Lebih dari tiga-perempat abad setelah disintegrasi Kekaisaran Ottoman, negara negara di jazirah ini umumya tidak mampu untuk mendefinisikan, dan mempertahankan identitas nasional yang bersifat inklusif dan representatif.
Seperti yang diungkapkan Larbi Sadiki dalam The Search for Arab Democracy: Discourses and Counter-Discourses (2004), bahwa Timur Tengah saat ini dihadapkan pada masalah identitas nasional dan hal ini dapat ditelusuri dan mengkaji kembali ke (study) imperialisme dan kolonialisme.
Seperti yang diungkapkan Larbi Sadiki dalam The Search for Arab Democracy: Discourses and Counter-Discourses (2004), bahwa Timur Tengah saat ini dihadapkan pada masalah identitas nasional dan hal ini dapat ditelusuri dan mengkaji kembali ke (study) imperialisme dan kolonialisme.
Rabu, 04 November 2009
‘Authorship-Auteur’.(historian)
Authorship merupakan ‘teori cinema’ yang telah lama dikenal dan berkembang, teori ini semakin berkembang sebagai aktualisasi dan tanggapan terhadap film, Hollywood, dan sinema dunia selama kurang dari 7 dekade. belakangan ini, sehingga dirasakan perlu adanya kontekstualisasi atas berbagai wacana yang berkenaaan dengan institusi yang mendukung konsep tersebut. Dalam pelaksanaannya, kajian ilmiah tentang Authorship menitikberatkan tentang pentingnya seorang sutradara dalam menyalurkan kreatifitas seni serta visinya pada penciptaan sebuah karya film.
Minggu, 01 November 2009
‘1306 kata’ tentang Film Cindolo na Tape ‘CINTA’
(bukan maksud pitikana kanai)
Kutipan wawancara Francois Truffaut, byCharles Thomas Samuels
"EncounteringDirectors" Paris, 1-3 September, 1970
Samuels: Apakah ada kritik yang anda kagumi, dan bila diposisi sebagai sutradara apakah itu berguna?:
Truffaut: Tidak ada filmaker suka kritik, tidak peduli betapa baiknya (kritik) mereka kepada filmker. Faktornya berbagai macam, filmaker selalu merasa bahwa kritikus tidak mengatakan cukup tentang filmaker, atau para kritikus tidak mengatakan hal-hal yang baik terhadap sesuatu yang menarik bagi filmaker, atau mereka berkata terlalu sering membicarakan hal-hal yang baik dan menarik tentang filmaker lain. Karena aku adalah seorang kritikus, saya mungkin kurang bergairah sebagai kritikus dibanding sebagai sutradara. Meskipun demikian, saya tidak pernah mempertimbangkan kritikus secara berlebih dalam menanggapi film saya. Tetapi sikap masyarakat, bahan publisitas, promosi-iklan: semua hal-hal ini sama pentingnya dengan kritikus.
Film Cindolo na Tape ‘CINTA’
Film anak anak Makassar yang disutradarai oleh Rusmin Nuryadin ini membuat saya pribadi bertanya, sudah berapa banyak film pendek yang telah dirampungkannya sebelum menyelesaikan film terbarunya ‘CINTA’ Cindolo na Tape, entah sudah berapa film, tapi yang jelas pertama kali menonton film ini, kaum Nasionalis akan bilang ‘betapa kayanya ragam dan budaya bangsa ini’ hanya melalui bahasa, kekaguman itu muncul, yah hanya melalui bahasa yang menjadi salah satu kekuatan medium film, film as language.
Kutipan wawancara Francois Truffaut, byCharles Thomas Samuels
"EncounteringDirectors" Paris, 1-3 September, 1970
Samuels: Apakah ada kritik yang anda kagumi, dan bila diposisi sebagai sutradara apakah itu berguna?:
Truffaut: Tidak ada filmaker suka kritik, tidak peduli betapa baiknya (kritik) mereka kepada filmker. Faktornya berbagai macam, filmaker selalu merasa bahwa kritikus tidak mengatakan cukup tentang filmaker, atau para kritikus tidak mengatakan hal-hal yang baik terhadap sesuatu yang menarik bagi filmaker, atau mereka berkata terlalu sering membicarakan hal-hal yang baik dan menarik tentang filmaker lain. Karena aku adalah seorang kritikus, saya mungkin kurang bergairah sebagai kritikus dibanding sebagai sutradara. Meskipun demikian, saya tidak pernah mempertimbangkan kritikus secara berlebih dalam menanggapi film saya. Tetapi sikap masyarakat, bahan publisitas, promosi-iklan: semua hal-hal ini sama pentingnya dengan kritikus.
Film Cindolo na Tape ‘CINTA’
Film anak anak Makassar yang disutradarai oleh Rusmin Nuryadin ini membuat saya pribadi bertanya, sudah berapa banyak film pendek yang telah dirampungkannya sebelum menyelesaikan film terbarunya ‘CINTA’ Cindolo na Tape, entah sudah berapa film, tapi yang jelas pertama kali menonton film ini, kaum Nasionalis akan bilang ‘betapa kayanya ragam dan budaya bangsa ini’ hanya melalui bahasa, kekaguman itu muncul, yah hanya melalui bahasa yang menjadi salah satu kekuatan medium film, film as language.
Mengkaji Film Film Rako Prijanto, draft#2.
Mengkaji Film Film Rako Prijanto, draft#2.
RALAT draft#1: film ‘Merah itu Cinta’ meraih 7 nominasi dalam ajang penghargaan Piala Citra Festival Film Indonesia 2007.
Mencari Konsep Estetik yang mendominasi film film Rako Prijanto
Karena ‘auteur’/ seniman dalam sebuah karya film adalah sutradara dan bukan pada penulis skenario, produser, dkk. (kata: Formalism Rusia dan New Wave Prancis)
Menurut salah seorang penggagas kritik sinema, Foucault, aktifitas Authorship (sutradara) dalam menjalankan proses kreatif serta visinya seringkali bersebrangan dengan asas tematik dan estetik yang telah tertanam pada bentuk komersialism, kebudayaan, sehingga penggunaan rasionalitas yang evaluative sebaiknya dapat dikembangkan untuk dapat mencapai keseimbangan antara kebebasan artistic dan ‘kewajiban kapitalisme’ (pemegang modal-PH). Situasi ini secara tidak langsung melahirkan wacana wacana baru, bahwa sikap realistis dalam rasionalitas memang hal yang dibutuhkan, termasuk profesi sutradara.
Langganan:
Postingan (Atom)