Tahuuuuu bullet di goreng dadakan...
ditulisnya cepat semoga tak menyesatkan.
Meramal Pemenang Piala Citra
Kategori FILM TERBAIK
Berdasar pada segala sesuatu bisa
diprediksi kemungkinannya, maka saya tertarik ‘meramal’ siapa kira2 pemenang
piala Citra di kategori film Terbaik di tahun 2017. Tetapi tentunya bukan dengan
metode penerawangan atau pun metafisik, karna tulisan ini sangat spontan jadi
saya belum tau nama metode yang digunakan dalam memprediksi film apakah yang
terbaik di tahun ini. Lalu seperti apa metode ramalan ini?
Singkatnya saya mencoba melihat
dari sinopsis dan cuplikan film yang
beredar didunia maya sebagai data utama, sementara pendapat pribadi setelah
nonton film nya sebagai data sekundernya
saja, maka dari itu judul tulisan ini
menggunakan kata ‘meramal’.
So mari kita bahas jo.
1.
Cek
Toko Sebelah,
Sutradara:
Ernest Prakasa, Produksi Starvision.
2.
Kartini
Sutradara:
Hanung Bramantyo, Produksi Legacy Pictures, Screenplay films.
3.
Night
Bus
Sutradara: Emil
Heradi. Produksi Kaninga Pictures.
4.
Pengabdi
Setan
Sutradara: Joko
Anwar. Produksi Rapi Film.
5.
Posesif
Sutradara:
Edwin. Produksi Palari Film.
-->#1
Okey, Data Pertama tentang
pemegang hak cipta film ini alias Rumah Produksi (bukan reproduksi yah,) tempat si Film lahir. Sering pula disebut
Production House atau PH
Dari lima film, tiga diantaranya
adalah Rumah Produksi yang bisa dibilang Besar, sangat mapan dan menghasilkan ratusan
hingga ribuan karya film ataupun
sinetron
Cek Toko Sebelah Produksi
Starvision.
Kartini Produksi Legacy Pictures, Screenplay films.
Pengabdi Setan Produksi Rapi Film.
Starvision, Screenplay dan Rapi
Film bisa di sebut TOP TEN Rumah Produksi yang ada di Indonesia. Sementara
Kaniga Pictures yang memproduksi Night
Bus dan Palari Film yang meproduksi Posesif,
bisa diposisikan sebagai PH yang sedang
berkembang jika tak mau disebut ‘Rumah Kecil’. Parameternya sederhana yaitu
usia dan jumlah produksi.
Urgensinya apa? Umumnya PH besar
memproduksi karya karya yang bertema ‘besar’, bisa jadi tolak ukurnya ada dua:
pertama, tema besar yang menampilkan cerita yang sangat dibutuhkan,
kehadirannya sangat dinantikan, urgency bahwa Indonesia harus menampilkan sebuah karya tertentu sebagai apresiasi terhadap sebuah sejarah atau
kejadian biasa saja bahkan cerita fiktif yang mengispiratif.
Film Kartini bisa mewakilkan sebuah tema besar mengingat untuk membuat
ceritanya saja dibutuhkan riset yang tidak dangkal, lalu factor kedua adalah financial, saya tak punya banyak
data untuk diceritakan di faktor financial ini, yang muncul hanya asumsi
saja, tidak bisa di pungkiri (meski hanya
asumsi) bahwa Starvision, Screenplay dan Rapi Film sepertinya lebih mapan secara system, manajemen dll dibanding
Palari film dan Kaniga Pictures.
Namun persfektif (siapa yang
memproduksi) ini sepertinya mentah
dimata juri untuk jadikan pegangan siapa
film terbaik. Karna konon, ada juga loh
factor PH siapa yang membuat film itu yang menang. Tapi sepertinya pada Citra
kali ini, tidak akan berpengaruh sama sekali.
Jadi? Kita lanjut analisa kedua
Genre dan Tema
Menarik untuk melihat persfektif
ini, dari kelima film bisa mewakili genre yang berbeda pula:
Genre bermakna jenis, awalnya
penggunaan genre ini adalah untuk memudahkan penonton mendefinisikan film apa
yang mereka akan tonton. Jadi semacam ‘kesepakatan’ penonton dalam menentukan jenis
film apa yang telah mereka tonton, (dalam hal ini penonton yang sering menulis/
kritikus). Seiring waktu, penggunaan
genre di gunakan oleh produser film sebagai salah satu taktik dagang untuk
melihat pasar, dsb.
Cek Toko Sebelah, mewakili genre
drama komedi dan berbicara banyak tentnag Pluralisme di perkotaan
Kartini, film biopic alias
biografi motion picture berlatar kehidupan R.A Kartini berbicara banyak tentang
kesetaraan gender dijaman kolonial
Night Bus, sebuah road movie
berbicara tentang perdamaian melalui perjalanan sebuah bus didaerah konflik
Pengabdi Setan: bergenre Horor berkisah tentang sisi kelam manusia dalam sebuah keluarga
Posesif: film bergenre drama remaja, bercerita tentang kisah remaja
pada umumnya, namun latar psikologi sangat lekat di film ini.
Dari kelima film tersebut
menghasilkan genre dan tema yang beragam. Nah, untuk ‘meramal’ dari persfektif ini ada baiknya kita review
ffilm film apa saja yang terhadulu
menyandang film terbaik:
Kita lihat 12 film sebelumnya, dimana FFI mulai aktif kembali
setelah vakum sejak 1992.
2004: Arisan
2005: Gie
2006: -
2007: Nagabonar jadi 2
2008: Fiksi
2009: Identitas
2010: 3 Hati, Dua Dunia, Satu
Cinta
2011: Sang Penari
2012: Tanah Surga… Katanya
2013: Sang Kyai
2014: Cahaya Dari Timur: Beta
Maluku
2015: Siti
2016: Athirah
2017: ???
-->
opini saya dari
12 film tersebut terbagi atas kelompok
tema besar
Gie, Sang Kyai, dan Athirah merupakan film biografi
Gie, Nagabonar jadi 2, Tanah Surga Katanya,
Sang Kyai, Cahaya Dari Timur, sedikit banyak berbicara Nasioanlisme dari
berbagai sudut pandang.
Arisan, Siti, Athirah menurutku
berbicara gender
Sementara Fiksi, Identitas, 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta, berbicara
psikologi, kritik sosial, dan perbedaan.
Bila melihat statiistik Tematik
tersebut, film yang menghadirkan tema Nasionalisme (dari sudut pandang
masing2) lebih sering
mendapatkan penghargaan sebagai film
terbaik. Gie, Sang Kyai, Cahaya
Dari Timur, Nagabonar jadi 2, dan Tanah
Surga Katanya mewakili tema besar Nasionalisme. 5 dari 12 film sampel bisa dikatakan sebagai
Mayoritas. Tiga film Biografi, Tiga Film
berbicara gender, dan tiga lainnya memiliki tema beragam.
Nah, dari kelima finalis di tahun
(2017) ini, film kita coba petakan berdasar pada statistik genre dan tematik.
-->
Kartini:
Seperti judulnya, film ini
mengangkat biografi, tiga film pemenang FFI sebelumnya pun mengangkat biografi.
Tema besar yang diusung adalah gender, meski tema
nasionalis cukup kental di film ini, sekedar mengingatkan pemenang FFI tahun
2016 Athirah juga mengangkat biografi
yang menceritakan perjuangan ibunda Jusuf Kalla dalam membangun keluarganya.
Artinya jika formula yang
diterapkan adalah statistik, maka film Kartini
punya kans besar untuk menyabet gelar bergengsi FFI, tetapi saya rasa juri
tidak akan melihat kesitu. Memang ada banyak hal yang perlu diperhitungkan
selain tema saja, film punya durasi yang
bisa menjadi penilaian apakah layak film ini menang atau tidak.
Lagi lagi asumsi saja, film ini
tidak cukup kuat untuk meraih Citra, alasannya? Ada issue yang lebih menarik di
tahun 2017 ini dari issue yang diangkat
di film Kartini, dan itu terlihat di
film yang lain.
-->
Faktor representasi jaman (issue
yang diangkat difilm apakah merepresentasikan kondisi Indonesia saat ini) mungkin menjadi salah satu faktor yang menentukan, jika Juri
kebingungan untuk menentukan film yang berhak menang, karna so pasti ke-5 film
ini prima secara kualitas
Lalu bagaimana jika Kartini menang? Sederhana, Film biopic
semakin merajai, secara tidak langsung
terlihat formula FFI (sekali lagi asumsi sajah)
Cek Toko Sebelah
Sebelumnya saya sebutkan ‘Ada
issue yang lebih menarik di tahun 2017 ini
dari issue yang diangkat di film Kartini,
dan itu terlihat di film yang lain’ . Cek
Toko Sebelah.
Film ini sarat akan Pluralisme, dikemas dalam bentuk drama komedi
dan bertutur sangat popular, serta
sukses dalam penjualan tiket, dari puluhan film bergenre komedi yang diproduksi di tahun 2017, film Cek Toko Sebelah mewakili genre ini. Jika
melirik kebelakang, tidak mudah film bergenre komedi masuk dalam nominasi film
terbaik FFI, terahir drama komedi meraih Citra 10 tahun lalu: Nagabonar
jadi 2 ditahun 2007.
Kedua film ini memiliki
beberapa kesamaan: nuansa komedi cuukup
kental, sukses dipasar film bioskop, dan
di produksi dari PH yang mapan, dan bisa jadi keduanya menyandang predikat Film
terbaik di eranya masing2.
Sedikit yang membedakannya
mungkin dari tematik, Cek Toko Sebelah
lebih kuat berbicara Pluralisme sedangkan Nagabonar
Jadi 2 menyerukan Nasionalisme, tetapi kedua tematik ini baik Nasionalisme
ataupun Pluralisme bisa dikatakan berada pada benang yang sama ketika kita
berbicara sebagai Indonesia.
Tetapi menurutku, film ini adalah
kandidat terkuat untuk memenagi Citra di tahun ini, kenapa? Tema yang diangkat film ini sangat
merepresntasikan kondisi masarakat Indonesia 2017, apa contohnya? Lihat saja
kondisi Jakarta dan perpolitikannya menjelang pemilu daerah (okey skip, saya nggak
bahas itu)
Jadi kalo seandainya film ini
menang ada siklus 1 dekade film komedi berkualitas, laku dipasaran dan menang
diperhelatan. Terlepas dari itu Tema film ini memang sesuai dengan
konteks jaman now.
Night Bus
Bergenre road
movie, sebuah genre dalam film yang jarang digunakan oleh pembuat film. Film
ini berbicara kompleks mengenai konflik
dan ‘senjata’ berlatar sebuah perjalanan bus kesuatu tempat, tak banyak
film seperti ini bisa sampai ke nomine
film terbaik, dan mungkin belum ada jika kita melihat tema tema yang disusung
pada nominasi FFI sebelumnya. Indonesia
sempat akrab dengan situasi seperti ini di awal 2000an. Jika film ini menang, akan menjadi sebuah persfektif baru dalam jajaran pemenangnya.
Pengabdi Setan
Dijaman now, film ini seakan
menyihir para pencinta dan bukan pencinta film horor. Dengan mengadaptasi film
sebelumnya di era 80, Pengabdi Setan mampu menunjukkan kelasnya dengan 13
nominasi, belum lagi film ini bakal
menembus 3 juta penonton. Dibalik ramainya film2 drama, film ini punya kekuatan
yang berbeda untuk bisa menang di FFI. Dan jika film ini menang, sejarah film
Indonesia akan terukir. Film horor pertama yang meraih FFI.
Posesif
Dari kelima nomine, film ini
menjadi wakil anak jaman now (persfektif film ya), cerita yang mengangkat
kehidupan anak sekolah, cinta dan problemnya. Namun jangan berharap film ini
seperti drama remaja pada umumnya, karena kamu akan dihadirkan permasalahan
yang kompleks pada remaja (perkotaan).
Saya teringat Ekskul film yang menang FFI 2006 (lalu
dicabut). Ekskul dan Posesif berangkat
dari permasalahan remaja, khususnya anak SMU diperkotaan. Tokoh remaja SMU
sangat mendominasi di banyak karya film Indonesia, namun belum ada yang meraih
FFI secara mutlak, nah kalo film ini menang berarti representasi anak muda
indonesia di tahun 2017 adalah hal yang serius bagi juri FFI. Dan seperti fiilm
Night Bus, Pengabdi Setan, dan Posesif, jika salah satu film ini menang
berarti ada paradigma baru dalam FFI tahun ini.
Jadi, siapa yang menang Citra
tahun ini???
Ini ngayal saja seandainya saya
juri dan disuruh meilih: film Cek Toko
Sebelah sebagai kandidat terkuat (49,9%),
Sekedar pengingat, hampir semua film pemenang FFI sejak 2004 kurang laku
dipasaran bioskop, mungkin hanya Arisan (2004),
dana Nagabonar Jadi 2 (2007) yang masuk kategori box office dieranya lalu
menang di FFI. Akankah Cek Toko Sebelah
mengikuti Nagabonar Jadi 2, satu dekade yang lalu?
Yang Kedua saya menjagokan, Night
Bus dan Pengabdi Setan (49,8%). Kedua jenis film ini memberi warna yang berbeda di FFI
kali ini.
Kalau Film Posesif, sepertinya menang di Sutradara Terbaik kalo nggak sutradara
Night Bus (asumsi maning), sementara film Kartini telah cukup panjang lebar dibahas sebelumnya.
Turah
Oh iya, catatan terakhir nih.,
mungkin lebih pertanyaan. Ada satu film
yang menurut asumsiku sangat pantas
masuk di ajang FFI yaitu film Turah,
film ini menjadi wakil Indonesia di ajang Academy Oscar kategori film berbahasa
asing. Turah terpilih oleh para panitia yang diwakili dari pelaku perfilman.
Menariknya bahwa dalam lima tahun
terakhir, mayoritas film yang mewakili
Indonesia ke Oscar paling tidak masuk nomine FFI, beberapa bahkan menyabet film Terbaik FFI
seperti Sang Kyai, Sang Penari, Surat
dari Praha, Soekarno sebelum Turah mewakili di tahuan 2017.
Apakah mungkin
masalah administrasi ataupun dokumen atau mungkin memang gak didaftarkan, kita perlu tanya langsung ke produser atau ke
sutradaranya…
okey sekian dulu, maaf sebelumnya
kalau ada data dan penulisan yang keliru. Kita lihat film siapa yang menang…
caw…
Sumber:
beberapa foto dari google
Wikipedia Katalog peraih Citra FFI
0 komentar:
Posting Komentar